Breaking News

HUKUM Adili Sengketa Pileg, MK Gunakan Sistem Panel 01 Jul 2019 19:32

Article image
Mahkamah konstitusi. (Foto: Ist)
Panel 1, kata Fajar terdiri dari Hakim Anwar Usman, Enny Urbaningsih dan Arief Hidayat. Panel 2 terdiri dari Aswanto, Saldi Isra dan Manahan Sitompul serta panel 3 terdir dari I Gede Palguna, Suhartoyo dan Wahihuddin Adams.

JAKARTA, IndonesiaSatu.co -- Mahkamah Konstitusi (MK) akan segera memeriksa, mengadili dan memutuskan sengketa perselisihan hasi pemilihan umum (PHPU) Pileg 2019. MK akan mengadili dan memeriksa PHPU Pileg tersebut menggunakan sistem panel.

"Sebenarnya sama (dengan sengketa PHPU Pilpres). Tapi bedanya ini masing masing diperiksa oleh panel Hakim. Jadi masing masing panel itu terdiri dari 3 hakim," papar juru Bicara MK Fajar Laksono di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Senin (1/7/2019).

Fajar mengatakan 1 panel terdiri dari tiga hakim sehingga terdapat 3 panel untuk menangani sengketa PHPU Pileg. Masing-masing panel akan menangani perkara secara berimbang dan proporsional.

"Intinya, tadi saya sampaikan ada 3 panel kan tergantung jumlah perkaranya berapa. Nanti akan diseimbangkan antara panel 1, 2 dan 3," ungkap dia.

Panel 1, kata Fajar terdiri dari Hakim Anwar Usman, Enny Urbaningsih dan Arief Hidayat. Panel 2 terdiri dari Aswanto, Saldi Isra dan Manahan Sitompul serta panel 3 terdir dari I Gede Palguna, Suhartoyo dan Wahihuddin Adams.

Fajar juga mengungkapkan bahwa hakim konstitusi tidak boleh mengadili perkara yang berasal dari daerah asalnya. Hal ini untuk mencegah terjadinya konflik kepentingan dalam menangani perkara PHPU Pileg ini.

"Misalnya dari Sumatera Barat tidak akan masuk ke panel Profesor Saldi Isra. Jadi begitu akan ada upaya MK untuk meminimalisir atau menihilkan yang namanya conflict of interest," terang dia.

Lebih lanjut, Fajar mengatakan MK akan memeriksa PHPU Pileg berbasiskan provinsi. Nanti, kata dia, hakim konstitusi akan membagi secara merata perkara dari setiap provinsi ke dalam tiga panel yang sudah diputuskan MK. Pembagian ini tetap memperhatikan jumlah perkara dari setiap provinsi sehingga setiap panel mendapatkan jumlah perkara yang berimbang.

"MK memeriksa berbasis provinsi. Jadi setelah kita telaah, dapat berapa provinsi, di provinsi tersebut memuat berapa partai, berapa dapil, itulah yang nantinya diseimbangkan. Bisa jadi 1 partai di provinsi tertentu dapilnya banyak sekali, bisa jadi. Contoh dulu waktu Pemilu 2014 di Papua, misalnya, itu ada 101 kasus (PHPU Pileh), untuk Papua saja. Tapi ada juga yang misalnya Bali, yang hanya 4 kasus. Jadi memang jumlah provinsi itu kemudian ikut menentukan beban setiap panel," pungkas Fajar.

--- Redem Kono

Komentar