Breaking News

REGIONAL Apakah Rumah Tradisional Diaspora Ngada di TMII Dapat Disebut Sa’o Ngaza atau Sa’o Adha? 08 Feb 2018 12:48

Article image
Peneliti dan pakar budaya Ngada Dr. Watu Yohanes Vianey sedang berbicara dalam seminar. (Foto: IndonesiaSatu.co)
Dumah tradisional yang dibangun Paguyuban Keluarga Besar Ngada Jakarta (PKBNJ) di Taman Mini Indonesia Indah dapat disebut sebagai Sa’o Adha (rumah adat) atau Sa’o Ngaza (rumah bernama).

JAKARTA, IndonesiaSatu.coDari perspektif kajian budaya, rumah tradisional yang dibangun Paguyuban Keluarga Besar Ngada Jakarta (PKBNJ) di Taman Mini Indonesia Indah dapat disebut sebagai Sa’o Adha (rumah adat) atau Sa’o Ngaza (rumah bernama).

Testimoni ini disampaikan peneliti dan pakar budaya Ngada Dr. Watu Yohanes Vianey ketika menjadi pembicara kunci dalam Seminar Nasional yang digelar di Kolose Kanisius Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (7/2/2018).

“Saya berani mengatakan bahwa rumah tradisional yang dibangun di Taman Mini bukan sekadar Sa’o Podi atau rumah imitasi. Ini bukanlah rumah adat tiruan,” ujar Yohanes.

Menurutnya, Sa’o Adha dalam wujud bangunan memiliki tata nama, tata ruang, dan tata ukiran yang mengandung kekayaan makna moralitas, spiritualitas, dan sakralitas. Yang memenuhi persyaratan tersebut dapat disebut Sa’o Adha.

“Dalam dan melalui Sa’o Adha itu maka para penghuninya merayakan, mengajarkan, dan mewujudkan relasi antara manusia dengan sesama, antar manusia dengan alam natural, serta relasi manusia dengan Yang Beradab atau Tuhan,” ujarnya.

Yohanes mengatakan Sa’o Adha adalah entitas ritual karena menjadi pusat ritual, mulai dari konstruksi bangunan hingga dalam tahapan penggunaannya.

Dosen Unwira Kupang tersebut selanjutnya menjelaskan bahwa rumah tradisional di TMII itu dapat disebut Sa’o Adha karena beberapa alasan.

“Pertama, karena selama pendiriannya di tanah Jawa ini ada unsur ritual yang dijalankan,”ujarnya.

Alasan berikut adalah “biji rumah” atau inti substansi bangunan rumah adat tradisional tersebut (Li’e Sa’o) mengacu pada Sa’o Adha yang ada di Ngada. Ergonomi yang dipakai itu telah dipastikan sesuai dengan ukuran yang dipakai di Ngada.

Selanjutnya dari segi ukir, rumah tradisional tersebut telah diukir sesuai dengan tata aturan adat yang dilakukan oleh Lima Pade dari kampung Bena, Ngada. Pembuatan papan dan ukurannya telah sesuai standar jenis pohon yang digunakan dalam pembuatan Sa’o Adha.

“Karena itu bagi saya bangunan rumah tradisional Ngada di TMII ini sudah memenuhi syarat sebagai Sa’o Adha  dan dapat memenuhi syarat sebagai tempat ritual yang sesuai semangat zaman,” paparnya.

Selanjutnya, menurut Yohanes, karena telah memenuhi persyaratan sebagai Sa’o Adha maka semua jenis ritual budaya Ngada dapat dilakukan di tempat itu.

“Seperti ritual Bere Tere Oka Pale dalam perayaan adat dan ritual Reba Reti Siwa sebagai perayaan tahun baru adat,” tambahnya.

Adapun rumah tradisional yang didirikan itu telah diberi nama Sa’o Ngada Ine Sina. Rumah adat ini akan diresmikan pada Sabtu, (10/11/2018) bertepatan dengan perayaan Reba di Jakarta. Uskup Agung Jakarta Mgr Ignatius Suharyo, Pr dan Gubermur NTT Frans Lebu Raya dijadwalkan akan memberkati dan meresmikan Sa’o Adha yang dinamai Ine Sina tersebut.

Ketua PKBNJ kepada IndonesiaSatu.co mengatakan pendirian Sa’o Adha ini adalah murni swadaya dan partisipasi masyarakat. Masyarakat Ngada di Jakarta sangat antusias karena rumah adat ini merupakan representasi simbolik keberadaan mereka,

“Kehadiran Sa’o Ine Sina ini merupakan penegasan identitas dan jati diri orang Ngada di tengah aneka ragam suku dan budaya regional NTT maupun nasional,” ujar Berto.

--- Redem Kono

Komentar