Breaking News

OPINI Bagi Pers, Fakta Adalah Suci 05 Jul 2020 20:56

Article image
Primus Dorimulu, Direktur Pemberitaan Berita Satu Media Holding, Jakarta. (Foto: ist)
Kesucian fakta harus dijaga agar pembaca, pendengar, dan pemirsa mengetahui fakta sebenarnya.

Oleh Primus Dorimulu

 

KITA sudah memasuki era informasi tanpa batas. Kemajuan teknologi komunikasi telah memudahkan penyebaran informasi. Masyarakat tak  lagi kesulitan mencari informasi. Karena informasi datang setiap detik bagaikan air bah ke setiap smartphone.

Persoalan masyarakat di era industry 4.0 bukan lagi pada upaya mencari dan memperoleh berita, melainkan pada menyeleksi berita yang datang dengan cepat. Orang tak perlu mencari berita karena berita yang datang menghampiri setiap saat. Zaman sudah jauh berubah dan akan terus berubah dengan lebih cepat.

Masyarakat perlu memiliki kecerdasan untuk menilai kualitas berita. Mana berita yang benar, mana berita separuh benar, mana berita separuh bohong, dan mana berita yang sepenuhnya bohong.

Ke depan, literasi untuk menyeleksi berita yang diterima perlu menjadi perhatian setiap orangtua dan lembaga pendidikan agar anak dan siswa terhindari dari berita bohong, berita yang tidak menampilkan fakta seutuhnya, dan berita yang direkayasa dengan tujuan tertentu.

Di dunia pers, berita yang benar adalah berita yang sesuai fakta. Bukan berita yang sudah diplintir,  dimanipulasi, apalagi berita yang sama sekali tidak sesuai fakta.

UU Pers No 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik  menegaskan pentingnya penyajian fakta yang terpisah dari opini. Wartawan tidak boleh mencampuradukkan fakta dan opini. Dalam berita yang ditulis harus jelas mana fakta, mana opini.

Dalam konteks inilah fakta disebut suci. Fakta itu suci. Facts are sacred. Kesucian fakta harus dijaga agar pembaca, pendengar, dan pemirsa mengetahui fakta sebenarnya.

Dalam UU Pers jelas ditegaskan, setiap warga negara Indonesia memiliki "right to know". Hak untuk mengetahui semua peristiwa penting. Pers yang diberikan privilege untuk melakukan tugas jurnalistik wajib memenuhi hak rakyat untuk mengetahui berita yang sesuai fakta.

Berita bohong adalah sebuah pelanggaran berat terhadap UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Berita bohong adalah berita yang sama sekali tidak sesuai fakta.

Dalam melakukan tugas jurnalistik, wartawan menulis fakta, bukan fiksi. Opini narasumber, wartawan atau media harus ditulis terpisah. Tidak boleh dicampuradukkan dengan fakta.

Ilmu Hukum  punya pengertian tersendiri tentang "fakta". Begitu pula Ilmu Fisika dan berbagai disiplin ilmu lainnya. Sebagai pekerja media, saya bicara tentang "fakta adalah suci" menurut Ilmu Jurnalistik.

Yang dimaksudkan dengan "fakta adalah suci" dalam jurnalistik bukan berarti setiap fakta adalah baik.  Doktrin "fakta adalah suci" dalam jurnalistik mewajibkan setiap wartawan untuk tidak memanipulasi dan memplintir fakta. Sajikan fakta apa adanya, jangan mencampuradukkan dengan opini wartawan atau media dan opini narasumber yang dimintai komentar atas suatu peristiwa.

Fakta tentang pencurian, korupsi, penipuan,  pembunuhan, perampokan, dan pemerkosaan adalah fakta negatif, fakta kriminal, fakta yang melanggar moral dan hukum.

Fakta tentang tsunami, gempa bumi, tanah longsor, dan banjir adalah fakta sedih tentang bencana alam.

Fakta tentang tabrakan mobil dan pesawat jatuh adalah fakta memilukan  tentang  kecelakaan.

Semua fakta ini harus disajikan "apa adanya", tidak boleh dimanipulasi, diplintir, dan dicampuradukkan dengan opini wartawan. Biarlah audiens mengetahui fakta apa adanya. Biarlah audiens memberikan opini setelah mendapatkan fakta secara utuh.

"Comment is free," tulis CP Scot, editor Guardian pada tahun 1921. "But facts are sacred," sambungnya.  Komentar itu bebas, tapi fakta adalah suci.

Orang boleh memberikan penilaian dan komentar apa saja atas fakta yang disajikan. Namun, fakta harus disajikan apa adanya. Dalam konteks itulah fakta disebut suci. Kesucian fakta harus dijaga oleh media massa lewat cara kerja yang benar.

Untuk menjaga kesucian fakta, setiap wartawan harus memiliki kejujuran, kejernihan pikiran,  keberanian dalam menyampaikan fakta, dan tanggung jawab terhadap audiens.

Verifikasi Berita

Untuk menjaga kesucian fakta, wartawan wajib melakukan verifikasi setiap berita yang diperoleh,  menjaga jarak dengan narasumber, dan bebas dari konflik kepentingan. Wartawan yang memiliki kepentingan dengan sebuah kasus akan sulit menjaga kesucian fakta.

Sesuai UU Pers No 40 Tahun 1999 dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ) pers wajib melakukan verifikasi setiap isu yang diperoleh. Pers tidak boleh menelan bulat-bulat setiap isu yang  diperoleh. Kalau ada kekeliruan, pers wajib melakukan koreksi.

(1) Bagaimana pers melakukan verifikasi?

Verifikasi dilakukan dengan cara:

a. Melakukan check and recheck. Mengecek berkali-kali kebenaran isu yang diperoleh.

b. Melakukan cross check atau uji silang. Semua pihak yang terlibat harus diwawancarai.

Dalam hal kasus  tambang dan pabrik semen di Manggarai Timur (Matim),   misalnya, wartawan harus mewawancarai semua pihak. Wartawan wajib mewancarai warga terdampak, yang pro maupun yang kontra, pemda Matim, Pemprov, pengusaha tambang, ahli lingkungan, ahli geologi, kementerian yang menangani lingkungan, kelompok di luar masyarakat terdampak yang  pro dan yang kontra, LSM yang pro dan yang kontra, pemimpin Gereja, ahli ekonomi, dan pengamat independen.

Pihak yang dimintai komentar harus sudah mengetahui duduk masalah semen Matim agar narasumber yang dimintai komentar itu tidak seperti semut mengomengari gajah.

c. Cover multi-sides dan multi-angles. Dalam contoh kasus semen Matim, pers wajib menyoroti kasus dari berbagai sisi: ekonomi masyarakat setempat, ekonomi Flores, kondisi sosial, kondisi ekologis, dsb

d. Kunjungi langsung lapangan dan berusaha mendapatkan informasi dari tangan pertama. Pers wajib melakukan laporan on the spot dengan pemahaman yang komprehensif dan menampilkan narasumber dari pihak yang pro dan kons. Pers harus cover both sides.

Agar tidak misleading, wartawan yang menulis kasus semen Matim harus  mempelajari UU dan peraturan tentang pertambangan dan lingkungan serta mendapatkan data dari pemerintah tentang rencana tata ruang, rencana pembangunan jangka menengah, dan tahapan yang sudah dan dilewati perusahaan tambang.

Wartawan juga harus mempelajari latar belakang pihak yang mendukung dan yang menolak. Karena bisa jadi yang mendukung tidak paham apa yang dia dukung dan yang menolak tidak paham apa yang dia tolak. Juga untuk mengetahui kepentingan orang-orang yang sangat lantang bersuara meski mereka bukan masyarakat terdampak, bahkan punya agenda tersendiri.

e. Wartawan yang menulis dan meliput dan media yang memberitakan harus independen, bukan partisan. Independen sangat penting agar kesucian fakta tidak ternodai oleh kepentingan pribadi wartawan dan media.

(2) Apakah semua media massa di Indonesia melakukan verifikasi dengan benar sesuai prinsip jurnalistik seperti yang diuraikan di nomor (1)?

Tidak semua. Ada media yang sekadar menjadi corong pihak tertentu. Media seperti itu melanggar UU Pers dan KEJ.

(3)  Halaman koran, laman portal berita, dan frekuensi radio dan air time di TV adalah public domain, bukan private domain. Media harus menyuarakan kepentingan umum.

Dalam melakukan tugas jurnalistik, wartawan harus bebas kepentingan agar tidak terjebak conflict of interest.

Opini dan Fakta

Sesuai UU, pers nasional berfungsi  menyampaikan fakta, mendidik,  mempengaruhi, dan menghibur masyarakat serta sebagai alat kontrol sosial.

Dalam melaksanakan fungsi mendidik, pers wajib menyampaikan berita dan opini yang mencerdaskan, membangkitkan harapan dan optimisme masyarakat.

Dalam menjalankan fungsinya, pers wajib mempengaruhi masyarakat dengan berita dan opini yang sehat, yang mendorong masyarakat menghayati dan mengimplementasi nilai-nilai kemanusiaan dan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.

Sebagai alat kontrol sosial, pers wajib mengawasi  penyelenggaraan negara yang dilakukan eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Pers  wajib mengkritisi setiap kebijakan dan implementasi kebijakan agar kebijakan yang diambil penyelenggara negara memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat, bangsa, dan negara.

Dalam menyampaikan berita, pers wajib memisahkan opini dan fakta. Opini narasumber yang diminta komentar harus dipisahkan dari fakta.  Begitu pula opini media yang memberitakan harus juga dipisahkan dari fakta.

Pers harus non-partisan, baik partisan politik maupun partisan kelompok bisnis. Hanya dengan menjaga independensi, objektivitas, dan bekerja dengan standar jurnalistik yang sesuai UU Pers dan KEJ, sebuah media memiliki kredibilitas.

Di era informasi yang mengalir deras seperti saat ini, kehadiran media massa arus utama sangat penting. Karena hanya media massa mainstream yang bekerja dengan standar jurnalistik yang ketat dan mematuhi UU Pers dan KEJ.

Kehadiran media massa arus utama perlu didukung agar tetap eksis.  Media massa arus utama adalah penjaga peradaban dan pembawa perubahan.

Penulis adalah Direktur Pemberitaan Berita Satu Media Holding, Jakarta.

Komentar