Breaking News

MAKRO Bank Sentral Pertahankan Suku Bunga Acuan 16 Nov 2017 21:09

Article image
Gubernur BI Agus Martowardojo. (Foto: ist)
Tingkat suku bunga kebijakan saat ini dipandang memadai untuk menjaga laju inflasi sesuai dengan sasaran dan defisit transaksi berjalan pada level yang sehat.

JAKARTA, IndonesiaSatu.co -- Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 15-16 November 2017 memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan atau BI 7-day Reverse Repo Rate sebesar 4,25%, dengan suku bunga Deposit Facility tetap 3,50% dan Lending Facility tetap 5,00%, berlaku efektif sejak 17 November 2017.

Keputusan tersebut konsisten dengan upaya menjaga stabilitas makroekonomi dan stabilitas sistem keuangan, serta mendorong laju pemulihan ekonomi dengan tetap mempertimbangkan dinamika perekonomian global maupun domestik.

"Tingkat suku bunga kebijakan saat ini dipandang memadai untuk menjaga laju inflasi sesuai dengan sasaran dan defisit transaksi berjalan pada level yang sehat. Sementara itu, perekonomian domestik tetap tumbuh dengan struktur yang lebih berimbang," papar Direktur Humas BI, Agusman melalui siaran pers BI, Kamis (16/11).

Agusman menjelaskan, Bank Indonesia tetap mewaspadai sejumlah risiko, baik yang berasal dari global terkait rencana pengetatan kebijakan moneter di negara ekonomi maju, maupun risiko dari domestik antara lain belum kuatnya peningkatan konsumsi rumah tangga dan intermediasi perbankan.

Bank Indonesia, lanjutnya, akan terus berkoordinasi dengan Pemerintah untuk memperkuat bauran kebijakan dalam rangka menjaga stabilitas makroekonomi, stabilitas sistem keuangan, dan mendorong penguatan reformasi struktural guna memperkokoh fundamental ekonomi Indonesia.

Pertumbuhan

Di sisi lain, Bank Indonesia mencatat, ekspansi perekonomian dunia terus berlanjut. Perekonomian dunia diperkirakan meningkat sebesar 3,6% pada 2017 dan 2018 seiring dengan pertumbuhan ekonomi Tiongkok, Jepang dan Eropa yang lebih tinggi dari perkiraan, serta perekonomian AS yang tetap kuat.

Disebutkan, pertumbuhan ekonomi Tiongkok diperkirakan lebih baik didukung oleh ekspor dan permintaan domestik yang masih tinggi dan meningkatnya keyakinan konsumen. Pertumbuhan ekonomi Jepang juga diproyeksikan lebih tinggi dari perkiraan semula seiring berlanjutnya pemulihan ekspor. Di Eropa, pertumbuhan ekonomi diproyeksikan lebih tinggi dari perkiraan ditopang perbaikan ekspor seiring dengan membaiknya perdagangan global dan pulihnya permintaan domestik. Sementara itu, ekonomi AS diperkirakan tetap kuat didukung konsumsi yang tetap tinggi dan investasi yang meningkat.

"Seiring dengan prospek perekonomian global yang membaik, volume perdagangan dunia dan pertumbuhan harga komoditas global juga diperkirakan lebih tinggi dari perkiraan semula. Ke depan, sejumlah risiko terhadap perekonomian global tetap perlu diwaspadai, antara lain kebijakan pengetatan moneter di negara maju dan faktor geopolitik," kata Agusman.

Sementara, BI mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan III 2017 membaik dengan struktur yang lebih berimbang. Pertumbuhan ekonomi triwulan III 2017 tercatat 5,06% (yoy), meningkat dibandingkan dua triwulan sebelumnya yang masing-masing sebesar 5,01% (yoy).

Membaiknya pertumbuhan ekonomi pada triwulan III 2017 tersebut diikuti dengan struktur yang lebih berimbang seiring dengan meningkatnya kinerja ekspor dan investasi, baik Pemerintah maupun swasta.

Agusman menyebutkan, perbaikan kinerja ekspor terutama dipengaruhi oleh membaiknya harga komoditas seperti minyak sawit dan batubara, serta meningkatnya pertumbuhan ekonomi dunia. Investasi tumbuh meningkat mencapai level tertinggi sejak triwulan II 2013 didukung oleh investasi bangunan dan nonbangunan.

Di sisi lain, kinerja konsumsi pemerintah membaik sejalan dengan meningkatnya pengeluaran pemerintah, sementara konsumsi rumah tangga masih tertahan. Secara sektoral, pertumbuhan ekonomi ditopang oleh industri pengolahan dan perdagangan, hotel, dan restoran (PHR) yang memiliki kontribusi besar terhadap PDB dan penyerapan tenaga kerja. "Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan 2017 sekitar 5,1% dan akan meningkat lebih tinggi pada kisaran 5,1%-5,5% pada 2018," ungkap Agusman.

Rupiah & Inflasi

BI juga mencatat rupiah melemah pada Oktober 2017 dipengaruhi faktor eksternal. Secara rata-rata harian, selama Oktober Rupiah melemah 1,63% menjadi Rp13.528 per dolar AS. Pelemahan Rupiah tersebut sejalan dengan pergerakan nilai tukar hampir seluruh mata uang dunia yang juga mengalami pelemahan terhadap dolar AS.

"Dolar AS menguat secara global sebagai dampak dari respon pasar keuangan terhadap dinamika proses pencalonan pimpinan Bank Sentral, normalisasi kebijakan moneter, meningkatnya ekspektasi kenaikan suku bunga, serta rencana reformasi pajak di AS. Bank Indonesia tetap melakukan langkah-langkah stabilisasi nilai tukar sesuai nilai fundamentalnya dengan tetap menjaga bekerjanya mekanisme pasar," jelas Agusman.

Sementara Bank Indonesia mencatat Inflasi tetap terjaga pada level yang rendah. Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) Oktober 2017 tercatat 0,01% (mtm) atau 3,58% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata inflasi Oktober tiga tahun terakhir sebesar 0,18% (mtm). Dengan perkembangan tersebut, inflasi hingga bulan Oktober mencapai 2,67% (ytd). Terkendalinya inflasi terutama disumbang oleh tren menurun inflasi inti seiring terjangkarnya ekspektasi inflasi, rendahnya harga impor dan terbatasnya permintaan domestik.

Inflasi volatile food juga tercatat rendah, didukung perbaikan sisi pasokan dan dampak positif berbagai kebijakan Pemerintah. Sementara itu, inflasi administered prices tetap terkendali. Inflasi hingga akhir tahun 2017 diperkirakan akan tetap rendah yaitu sebesar 3,0%-3,5% atau berada dalam batas bawah kisaran sasaran 4±1%.

"Ke depan, Bank Indonesia akan terus memperkuat koordinasi kebijakan bersama Pemerintah Pusat dan Daerah dalam rangka pengendalian inflasi agar tetap berada dalam kisaran sasaran 3,5±1% pada 2018," katanya.

Perbankan

Bank Indonesia juga mencatat stabilitas sistem keuangan tetap terjaga di tengah intermediasi perbankan yang belum kuat. Terjaganya stabilitas sistem keuangan tercermin pada rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) perbankan yang cukup tinggi pada level 23,0% dan rasio likuiditas (AL/DPK) pada level 22,6% di September 2017.
Pada bulan yang sama, rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) berada pada level 2,9% (gross) atau 1,3% (net). Pertumbuhan kredit September 2017 tercatat 7,9% (yoy), turun dari bulan sebelumnya 8,3% (yoy). Sementara itu, pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada September 2017 tercatat 11,7% (yoy), meningkat dibandingkan bulan sebelumnya 9,6% (yoy). Untuk keseluruhan tahun 2017, DPK diperkirakan tumbuh sekitar 10% dan kredit tumbuh lebih rendah dari perkiraan semula yaitu menjadi sekitar 8%.

"Dengan mempertimbangkan masih rendahnya pertumbuhan kredit tersebut, Bank Indonesia menetapkan Countercyclical Capital Buffer (CCB) tidak berubah yaitu 0%. Kebijakan ini dimaksudkan untuk mendorong upaya bank dalam meningkatkan fungsi intermediasi. Bank Indonesia bersama otoritas terkait akan terus berkoordinasi untuk memastikan stabilitas sistem keuangan dapat tetap terjaga guna mendukung momentum pemulihan ekonomi," tutup Agusman.

--- Sandy Javia

Komentar