Breaking News

REGIONAL Bidik Standar Premium Pasar Wisata, BUMDes Au Wula Detusoko Barat Gandeng Javara Indonesia 24 Dec 2019 09:18

Article image
Para peserta Sharing Session optimalisasi dan inovasi produk berbasis Desa dengan standar premium untuk pasar wisata berpose bersama usai kegiatan di Kantor Desa Detusoko Barat. (Foto: Nando)
“Kita perlu mengangkat potensi yang adalah subsidi dari Tuhan, yang tidak dilirik oleh banyak orang. Kita harus mampu membuat produk itu memiliki cerita yang khas,” kata Helianti.

ENDE, IndonesiaSatu.co-- Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Au Wula, Desa Detusoko Barat, Kecamatan Detusooko, Kabupaten Ende, Sabtu (21/12/19) berkolaborasi dengan Javara Indonesia mengadakan Sharing Session optimalisasi dan inovasi produk berbasis desa dengan standar premium untuk pasar wisata, bertempat di Kantor Desa Detusoko Barat.

Ketua BUMDes Au Wula Desa Detusoko Barat yang juga Kepala Desa terpilih periode 2019-2025, Nando Watu, dalam rilis kepada media ini mengatakan bahwa kegiatan edukatif tersebut merupakan langkah awal untuk membangun kolaborasi, membuka pemahaman dan motivasi, pemikiran dan wawasan masyarakat terkait produk-produk yang akan diterima oleh pasar wisata.

“Kita ingin mengetahui potensi apa saja yang ada di Desa sehingga dapat diolah dan dimanfaatkan untuk tujuan wisata, mengetahui karakteriatik wisatawan, serta apa saja kesukaan dari wisatawan ketika berkunjung ke sebuah destinasi,” ungkap Nando.

Menurutnya, pasar Wisata menjadi peluang utama bagi Desa dalam menciptakan aneka produk yang dapat dikembangkan dan diolah sesuai dengan standar internasional.

"Karena itu, kolaborasi ini sangat penting untuk membangun potensi Desa sehingga kami berkolaborasi dengan Javara Indonesia, Ricolto Veco dan juga dengan komunitas usaha kreatif  lainnya dari berbagai daerah," kata mantan aktivis PMKRI ini.

Nando mengaku kegiatan tersebut digagas sebagai ruang belajar bersama dengan melibatkan 60-an peserta dari berbagai latar belakang usaha dan daerah.

"Peserta tidak hanya dari Desa Detusoko tetapi juga ada yang dari Maumere, Ende, Nagekeo, bahkan ada yang datang dari Kupang,” sebut Nando.

Alumni STFK Ledalero ini menjelaskan bahwa sekitar 90.000 wisatawan mengunjungi Kelimutu tiap tahun. Oleh karena itu, Nando melihat destinasi wisata sebagai pintu masuk yang akan diprioritaskan.

"Menuju Kelimutu, wisatawan pasti melewati Detusoko. Butuh kepekaan membaca peluang pasar mengingat Detusoko masuk dalam kawasan penyangga destinasi Danau Kelimutu. Potensi pasar ini perlu disikapi oleh Desa-Desa penyangga. Karena itu, kami mencoba menggandeng Javara Indonesia melalui Sekolah Seniman Pangan untuk membantu bagaimana produk-produk lokal diolah, proses label dan branding dari sebuah produk dikemas dengan standar premium/internasional,” tutur Nando.

Ciri Khas Produk Lokal

Sementara Helianti Hilman dari Javara Indonesia mengungkapkan bahwa potensi desa sangat menjanjikan. Menurutnya, ada ratusan pangan yang harus dikembangkan dan dilestarikan sebagai ciri khas Indonesia.

“Kita perlu mengangkat potensi yang adalah subsidi dari Tuhan, yang tidak dilirik oleh banyak orang. Komoditas yang unik dan khas dari Desa perlu diolah. Kita harus mampu membuat produk itu memiliki cerita yang khas,” kata Helianti memotivasi.

Menurutnya, hal yang perlu diperhatikan yakni siapa sasaran pasar. Dengan mengetahui psikologi pasar, apa kebutuhan mereka, karakter apa yang mereka sukai, apa kebiasaan mereka, dengan itu dapat mendesain olahan produk-produk yang ada di Desa.

Ia mencontohkan wisatawan yang berkunjung ke Kelimutu adalah orang Eropa seperti dari Jerman, Italia atau Prancis.

"Pada umumnya mereka ini tidak suka yang manis. Kebiasan mereka pagi hari suka mengkonsumsi buah sebagai breakfast. Biarkan kita menyuguhkan buah-buahan segar yang apa adanya, seperti pisang atau nenas. Begitu pula produk turunan dari buah dibuatkan buah yang dikeringkan (dried fruit). Ini sangat digemari oleh wisatawan tentunya,” ujar Helianti yang sudah berkolaborasi dengan lebih dari 52.000 petani/nelayan se-Indonesia ini.

“Potensi di desa seperti jahe dapat kita buatkan wedang jahe, atau kopi dibuat dengan aneka olahan. Hal yang perlu adalah sedikit inovasi dan kreativitas kita,” lanjutnya.

Dukungan Pemerintah

Sementara itu Pelaksana tugas (Plt) Camat Detusoko, Everardus Santiasa dalam sambutannya menyampaikan bahwa Detusoko adalah sebuah Desa Penyangga Kelimutu.

“Kita sangat mengharapkan inovasi produk dari desa, perlu ada pemetaan potensi desa yang tepat, apa saja potensi di desa perlu didata secara detail, identifikasi orang-orang yang berminat, motivasi dan kemauan mereka seperti apa, harus juga didukung dengan skill dan kemampuan mereka sehingga pelatihan seperi ini tepat sasar,” kata Santiasa.

Ia menjelaskan, pada prinsipnya pemerintah sangat mendukung. Ia berpesan agar hal yang tidak boleh diabaikan dalam usaha yakni fokus.

“Jika fokus di produk keripik, harus mulai dari kebun, ketersediaan teknologi hingga produk jadi. Jangan sampai pelatihan terkait menjahit namun yang tahu jahit hanya satu orang,” sentilnya.

Seorang peserta dari Kupang, Tata Yunita merasa bangga bisa ikut Sharing Session. Ia bersyukur karena bisa bertemu dengan teman-teman dari berbagai Komunitas dan bisa tahu lebih dalam bagaimana tentang branding, packaging yang tepat untuk pasar.

Senada dengan Yunita, Sonya Da Gama dari Sonya Art Shop Maumere merasa bersyukur karena dapat belajar banyak hal dari kegiatan tersebut.

"Saya akhirnya berpikir bagaimana membuat packaging yang sederhana, yang dalamnya aneka produk dikemas. Ini suatu inovasi yang luar biasa. Saya tidak sia-sia datang belajar di sini,” kesan Sonya bangga.

--- Guche Montero

Komentar