Breaking News

HUKUM Buntut Gelapkan Barang Bukti, TPDI Laporkan Jaksa di Sikka ke Kejagung RI 31 Mar 2020 09:32

Article image
Koordinator TPDI, Petrus Selestinus (kanan) saat melaporkan kasus di Kejagung RI di Jakarta. (Foto: Dok. TPDI)
"Bahkan, akan lebih miris lagi jika di tempat baru, oknum yang bersangkutan merasa kebal hukum dan tidak memberi efek jera apapun," desak Petrus.

JAKARTA, IndonesiaSatu.co-- Para Advoka Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Senin (30/3/20) secara resmi melaporkan kepada Jaksa Agung RI, Jamwas, Jamintel, Jampidum pada Kejagung RI, terkait dugaan Penggelapan Barang Bukti (BB) yang diduga dilakukan oleh Akbar Baharuddin, (AB) seorang Jaksa dengan Jabatan Kasi Pidum pada Kejaksaan Negeri Sikka, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Adapun para Advokat TPDI terdiri dari Petrus Selestinus, Silvester Nong Manis, Ambardi Bapa, Steven Aves Tesmau, Posma G.P. Siahaan dan Slamet Zainuri.

Dalam siaran pers kepada media ini,  Koordinator TPDI, Petrus Selestinus mengatakan bahwa Kejaksaan Negeri Sikka, pada saat ini tengah menuntut pertanggung jawaban pidana terhadap lima orang Nelayan,  Swandi Junaidi, dkk sebagai terdakwa karena didakwa melakukan suatu perbuatan secara tanpa hak "memasukan, membawa, mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan" sesuatu senjata api, amunisi atau sesuatu bahan peledak, seperti dimaksud pada pasal 1 UU Nomot 12/Drt/Tahun 1951 Tentang Senjata Api, pada 13 Januari 2020 lalu.

Petrus merincikan, Barang Bukti (BB) yang disita dari lima terdakwa pelaku pembawa bahan peledak yakni satu unit perahu motor, 30 Karung Pupuk Cap Matahari ukuran 25 kg, 100 Batang Detonator dan 5 buah Telepon Genggam, dan berada di Kejaksaan Negeri Sikka untuk memudahkan JPU dalam membuktikan kesalahan kelima terdakwa di persidangan, atas tuduhan melakukan kejahatan seperti dimaksud dalam pasal 1 UU Nomor 12/Drt/Tahun 1951.

Jaksa Gelapkan Barang Bukti sebagai Korupsi

Petrus menerangkan bahwa dalam proses persidangan, muncul permasalahan karena BB berupa 6 karung dari 30 Karung Pupuk Cap Matahari berbahan "peledak" justru 'raib' dari Gudang Penyimpanan BB pada tanggal 13 Maret 2020 lalu.

Namun secara tanpa sengaja, dua Wanita berinisial Anisa dan Tia, tertangkap tangan oleh Patroli Satlantas Polres Sikka, karena kedapatan secara tanpa hak sedang membawa 6 Karung Pupuk, dengan alat angkut mobil Honda Brio EB 1339 BH, ternyata identik dengan 6 karung BB yang raib di Kejaksaan.

Selanjutnya, untuk kepentingan penyelidikan dan penyidikan, Anisa dan Tia, mobil Honda Brio dan 6 karung pupuk bahan peledak yang 'tertangkap tangan' digelandang ke Kantor Polres Sikka untuk diproses lebih lanjut.

Dari hasil Penyelidikan itu, diperoleh informasi bahwa 6 Karung Pupuk itu identik dan merupakan BB perkara lain yang diperoleh dari AB, seorang Jaksa dengan Jabatan Kasi Pidum, yang menjual kepada Anisa dengan harga Rp 3,5 juta per karung.

"Keterlibatan oknum Jaksa (AB) telah dikonfirmasi oleh Kajari Sikka, Azman Tanjung kepada wartawan beberapa hari yang lalu. Saat itu, ia mengaku bahwa benar pihaknya kehilangan BB sebanyak 6 karung dan oknum Jaksa AB, diduga nekat menjual BB tersebut kepada Anisa melalui perantara Tia pada tanggal 13 Maret 2020. Dalam perjalanan membawa BB 6 jarung ini, Anisa dan Tia terperangkap patroli Satlantas Polres Sikka dan tertangkap tangan," terang Petrus.

Kajari Sikka mengaku sangat kecewa dengan sikap Kasi Pidum AB, yang ceroboh menjual BB sehingga membuatnya hingga tiga malam tidak bisa tidur karena ulah oknum AB yang nekat menjual BB tersebut.

Perbuatan Materiil AB, Anisa dan Tia

Menurut Petrus Selestinus, perbuatan materil yang diduga dilakukan AB, Anisa dan Tia merupakan gabungan dua tindak pidana.

Pertama, "secara  tanpa hak, membawa bahan peledak atau amunisi" yang merupakan perbuatan pidana seperti diatur dalam pasal 1 UU Nomor 12/Drt/1951 Tentang Senjata Api, diancam dengan pidana mati atau pidana penjara paling sedikit 20 (dua puluh) tahun dan paling tinggi seumur hidup.

Kedua, sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN), dengan sengaja menggelapkan BB adalah perbuatan pidana seperti diatur dalam Pasal 10 UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Tindak Pidana Korupsi, diancam dengan pidana penjara paling singkat dua tahun dan paling tinggi 7 tahun.

Tuntutan TPDI kepada Jaksa Agung RI

Petrus Selestinus mengungkapkan bahwa dalam laporan tersebut, TPDI menyertakan tiga tuntutan kepada Jaksa Agung, yakni;

Pertama, mengambil tindakan tegas terhadap Akbar Baharuddin, Anisa dan Tia, melalui suatu proses hukum yang adil dan terbuka, baik oleh Kejaksaan sendiri maupun dengan Laporan Polisi kepada Polda NTT sesuai dengan kewenangannya untuk dimintai pertanggungjawaban secara pidana berdasarkan pasal 10 UU Tipikor; atau Kapolda NTT untuk memproses hukum Anisa dan Tia, karena diduga telah melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam UU Nomot 12/Drt/1951 tentang Senjata Api.

Kedua, menonaktifkan Akbar Baharuddin, Kasi Pidum dari seluruh jabatan yang melekat padanya, baik secara fungsional maupun secara struktural, sebagai bagian dari sanksi admimsitratif, serta tidak boleh dipindahkan dari Maumere atau NTT, sebelum perkaranya diproses hingga diputus oleh Pengadilan dan putusannya telah berkekuatan hukum tetap.

Ketiga, Menghindari penyelesaian melalui mekanisme pindah tugas atau mutasi karena model demikian merupakan bentuk kompromi yang semakin menyuburkan perilaku KKN di kalangan Jaksa-Jaksa nakal, sebagai media penyebar virus yang betpotensi terulang kembali di tempat penugasan yang baru tanpa yang bersangkutan merasa bersalah.

"Bahkan, akan lebih miris lagi jika di tempat baru, oknum yang bersangkutan merasa kebal hukum dan tidak memberi efek jera apapun," desak Petrus.

--- Guche Montero

Komentar