Breaking News

MAKRO CIMB Niaga: Fluktuasi Global Meningkat, Ekonomi Domestik Relatif Stabil 15 May 2018 01:49

Article image
Diskusi Bersama Chief Ecnomist CIMB Niaga, Adrian Pangabean di Jakarta, Senin (14/5/2018). (Foto: ist)
"Kita tidak perlu terlalu khawatir sejauh konfigurasi makroekonomi kita terjaga relatif sehat, kebijakan ekonomi tetap rasional, dan aktivitas ekonomi masih berjalan normal...”

JAKARTA, IndonesiaSatu.co -- Kondisi pasar finansial Indonesia yang menantang disepanjang kuartal I/2018 terjadi karena faktor eksternal. Meski terjadi volatilitas dan kondisi politik mulai menghangat menjelang Pemilu 2019, namun perekonomian Indonesia tetap berjalan normal. Hal ini dibuktikan dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,06% pada kuartal I/2018, atau tetap di kisaran 5%.

Demikian disampaikan Chief Economist PT Bank CIMB Niaga Tbk (CIMB Niaga) Adrian Panggabean dalam acara bertajuk Diskusi Media Bersama Chief Economist CIMB Niaga di Graha CIMB Niaga, Jakarta, Senin (14/5/2018).

Dalam diskusi tersebut, Adrian memaparkan analisanya terkait kondisi pasar finansial saat ini dan capaian perekonomian nasional hingga kuartal I/2018 serta proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2018.

“Volatilitas yang terjadi di pasar finansial beberapa bulan terakhir dua kali lebih besar dibanding  tahun 2017 dan disebabkan oleh faktor eksternal. Kita tidak perlu terlalu khawatir sejauh konfigurasi makroekonomi kita terjaga relatif sehat, kebijakan ekonomi tetap rasional, dan aktivitas ekonomi masih berjalan normal,” kata Adrian.

Menurut Adrian, volatilitas di pasar finansial akan berlanjut sepanjang 2018 dan kemungkinan besar akan terus terjadi di 2019. Hal itu dipengaruhi oleh sejumlah faktor eksternal. Di antaranya pengetatan kebijakan moneter dan pelonggaran kebijakan fiskal Amerika Serikat (AS) yang diimbangi dengan masih longgarnya kebijakan moneter di Eropa dan Jepang. Di sisi lain faktor geopolitik dan geoekonomi serta isu proteksionisme AS juga menyebabkan fluktuasi tajam dalam harga-harga aset secara global yang kemudian berimbas pada fluktuasi mata uang di seluruh dunia, termasuk rupiah.

Dari catatan Adrian, pada kuartal I/2018 rerata kurs rupiah terhadap USD mencapai Rp13.510 atau lebih tinggi dibandingkan proyeksi sebelumnya di Rp13.450. Adrian memperkirakan, sebagai akibat berlanjutnya fluktuasi tajam dalam harga aset global maka kurs rupiah terhadap USD di kuartal kedua 2018 akan berada di kisaran Rp13.600-Rp14.000. Adapun secara tahunan, ia merevisi proyeksi rupiah dari rerata tahunan Rp13.200 menjadi rerata tahunan Rp13.550 di 2018.

Rilis angka pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal I/2018 yang sebesar 5,06% selaras dengan proyeksi CIMB Niaga sebesar 5,1%. Adrian mengakui konsumsi masyarakat yang belum kuat alias tidak jauh berbeda dengan tahun 2017 dan rendahnya angka inflasi inti adalah indikasi penting bahwa perekonomian Indonesia memang masih membutuhkan akomodasi kebijakan fiskal dan moneter. Di sisi lain, ia juga melihat semakin kuatnya pertumbuhan investasi dalam mesin dan bangunan sebagai momentum kemajuan yang perlu dipertahankan lewat bauran dan rangkaian kebijakan yang tepat.

Adrian optimis, bila bauran kebijakan moneter yang tepat bisa diimbangi dengan tatalaksana program ekstensifikasi pajak yang ramah, maka pertumbuhan konsumsi masyarakat akan bisa ditingkatkan. Bila momentum pertumbuhan investasi bisa terjaga, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2018 akan bisa mencapai angka 5,2%.

Kendati begitu, Adrian menekankan pentingnya kecermatan pemerintah dalam mengukur timing kebijakan dan kemampuan menakar dosis kebijakan ekonominya ditengah volatilitas global yang akan terus berlanjut.

“Volatilitas yang terjadi saat ini sedikit banyak diwarnai oleh hukuman pasar terhadap entitas bisnis atau negara yang over-leveraged. Sehingga penting bagi pemerintah untuk terus melanjutkan kebijakan deregulasi dan reformasi di bidang keuangan, terutama kebijakan ekstensifikasi pajak yang harus dilakukan secara ramah dan netral, eksekusi dari bauran kebijakan moneter yang berhati-hati, serta pengawasan mikroprudensial yang lebih cermat, sehingga fundamental ekonomi Indonesia bisa tetap terjaga,” ujarnya.

Adrian mengingatkan, siklus perekonomian Indonesia berbeda dengan siklus di negara-negara maju seperti AS. Karena ekonomi Indonesia dari sisi business cycle saat ini masih dalam tahap awal, berbeda dengan di AS yang sudah hampir berada di ujung, atau di Eropa yang masih di tengah. Akibatnya, bentuk dan karakter dari akomodasi kebijakan ekonomi Indonesia pun seharusnya berbeda dengan di AS. Ia menambahkan, ada banyak alasan untuk kita bisa terus optimis menatap prospek ekonomi Indonesia ke depan.

--- Sandy Javia

Komentar