Breaking News

HUKUM Datangi Mabes Polri Terkait Kematian Ansel Wora, Diaspora NTT: Negara Jangan Tutup Mata 15 Feb 2020 12:11

Article image
Aksi aliansi Peduli Hukum dan Keadilan di Mabes Polri terkait kematian Ansel Wora. (Foto: Dok. Garda NTT)
Secara lantang Ebiet berjanji, jika aspirasi dan tuntutan ini tidak diindahkan oleh Mabes Polri, maka bukan tidak mungkin masyarakat NTT akan menempuh opsi penghakiman sendiri terhadap kasus ini.

JAKARTA, IndonesiaSatu.co-- Gerakan Patriot Muda Nusa Tenggara Timur (Garda NTT) kembali menginisiasi gerakan peduli Keadilan dan aksi Kemanusiaan di Mabes Polri, jalan Trunojoyo Kebayoran, Jakarta Selatan, Rabu (12/2/20).

Aksi Kemanusiaan dari berbagai elemen gerakan tersebut mengusung spirit "Ansel Adalah KITA". Gerakan ini sebagai wujud komitmen Garda NTT yang terus mengawal kasus kematian Ansel Wora di Mabes Polri karena hingga kini penanganan hukum oleh Polres Ende dan Polda NTT belum menunjukkan perkembangan dari hasil penanganan perkara sejak kejadian pada 31 Oktober 2019 lalu di Pulau Ende, Flores, NTT.

Dalam orasinya, Ketua Umum Garda NTT, Wilfrid Yons Ebiet menilai lambatnya proses penyidikan oleh Polres Ende dan Polda NTT merupakan presenden buruk terhadap penegakan hukum yang masih jauh dari harapan dan sangat ironis.

"Model penegakan hukum seperti ini tidak bisa didiamkan. Aspek kemanusiaan dan keadilan diabaikan saat hukum berhadapan dengan orang biasa (orang kecil, red). Miris dan ironis," kecam Ebiet.

Ebiet menuntut agar Mabes Polri segera mengambil alih penanganan kasus tersebut sehingga dapat segera mengungkap tuntas kasus dugaan pembunuhan tersebut, berani menetapkan status tersangka bagi para pelaku maupun dalang serta menegakkan keadilan.

"Mabes Polri harus mengambil alih penangan kasus ini guna memulihkan kepercayaan masyarakat NTT terhadap penegakan hukum sebagai panglima di negeri ini. Jangan sampai kasus ini didiamkan tanpa ada kepastian sehingga berpotensi menimbulkan konflik horizontal. Karena komitmen moral dan panggilan hati nurani, kami akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas," komit Ebiet.

Secara lantang Ebiet berjanji, jika aspirasi dan tuntutan ini tidak diindahkan oleh Mabes Polri, maka bukan tidak mungkin masyarakat NTT akan menempuh opsi penghakiman sendiri terhadap kasus ini.

"Kami masih menaruh harapan pada intitusi kepolisian yang mau berkomitmen menuntaskan kasus ini secara transparan, kredibel dan profesional demi keadilan publik dan martabat hukum. Namun, jika aspirasi kami tidak diindahkan sesegera mungkin, kami akan kembali menggelar aksi dengan massa yang lebih besar, bahkan mengarah ke aksi anarkis sebagai protes yang ekstrim. Negara jangan tutup mata dengan kasus ini," sorot Ebiet.

Meredam Potensi Konflik Horizontal

Sementara salah seorang sesepuh Ende, Gregg Djako dalam orasinya menyampaikan dua tuntutan penting dalam aksi tersebut yakni, segera menetapkan tersangka dan memastikan status hukum. Kepastian hukum dapat menghindari eskalasi opini yang terus menggiring masyarakat ke arah konflik horizontal.

"Dari kronologis kejadian, bukti hasil visum, keterangan para saksi dan hasil otopsi yang diyakini tidak dimanipulasi, semestinya sudah jelas status hukum kasus ini. Namun anehnya, hingga kini dengan status penyidikan, belum ada tersangka yang ditetapkan oleh Penyidik Polres Ende maupun Polda NTT. Sangat ironis jika logika hukum cenderung memanipulasi fakta. Jangan merekayasa dan memanipulasi fakta hukum yang justru melahirkan konflik horizontal, dan kami akan terus berjuang dan menolak bungkam," kata Gregg yang juga Advokat Peradi ini.

Adapun aliansi elemen gerakan yang tergabung dalam aksi kemanusiaan ini yakni Garda NTT, Komunitas Flores Tangerang (KORESTA), Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Ikatan Mahasiswa Ende Jakarta (IMEJA), Aliansi Mahasiswa NTT Jakarta (AMNTT), Ikatan Mahasiswa NTT Pamulang Jakarta, Lawyer NTT, Ikatan Keluarga Besar Hapo Gao Tangerang, Perhimpunan Mahasiswa Maumere Jakarta (PMMJ), Barisan Anak Timur UBK (BATU UBK), Keluarga Besar Watuneso Jakarta, Keluarga Besar Wolofeo,  Komite Mahasiswa Pemuda Anti Kekerasan (KOMPAK), Kelompok Wue Wali (Kalimalang), Himmapen (Mahasiswa Nagekeo), Keluarga Besar Ata Lio Kampung Sawa, Keluarga Besar Ndori, Apirasi Indonesia dan Komunitas Buruh Untuk Keadilan Jakarta Utara.

Selain menyampaikan orasi, aksi tersebut juga dilanjutkan dengan audiensi dengan jajaran Mabes Polri oleh perwakilan aliansi gerakan.

--- Guche Montero

Komentar