Breaking News

PENDIDIKAN Di Bengkulu, Mendikbud Angkat Bicara tentang Kebhinekaan 14 May 2017 22:46

Article image
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy. (Foto: Ist)
Secara agregat Indonesia memang mayoritas beragama Islam, tetapi hal tersebut tidak serta merta memberikan hak bagi mayoritas untuk berbuat intoleran.

BENGKULU, IndonesiaSatu.coSemua pihak hendaknya tidak bermain-main dengan kebhinnekaan, tetapi terlibat aktif merawat kemajemukan Indonesia. Indonesia yang majemuk harus senantiasa dijaga.

Imbauan ini disampaikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy ketika membuka sosialisasi bantuan pemerintah pendampingan sekolah pelaksana Kurikulum 2013 dan sekolah model jenjang SMP, SMA dan SMK se-Provinsi, di Bengkulu, Minggu (14/5/2017).

"Harus selalu diingat dan disadari bahwa Indonesia itu majemuk, jadi jangan bermain-main dengan kebhinnekaan," ujar Muhadjir.

Muhadjir mengatakan secara agregat Indonesia memang mayoritas beragama Islam, tetapi hal tersebut tidak serta merta memberikan hak bagi mayoritas untuk berbuat intoleran.

Menurut Muhadjir, kendatipun masyarakat Indonesia mayoritas Islam namun di beberapa daerah di Nusantara memperlihatkan bahwa umat Muslim justru minoritas.

"Kalau kita sebagai mayoritas intoleran, bukan tidak mungkin itu dibalaskan kepada umat Muslim di mana mereka menjadi minoritas, jadi mari kita pikirkan sama-sama," ungkapnya.

Muhadjir yang pernah menjadi Rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Jawa Timur mengingatkan bahwa pihak yang berbuat intoleran kepada umat lain perlu dipertanyakan kehidupan beragamanya.

Bila seseorang memahami agama Islam dengan baik, menurut dia, maka tidak ada celah untuk berbuat intoleran, apalagi radikal.

Oleh karena itu, ia mengimbau seluruh pendidik untuk memupuk semangat toleransi di sekolah melalui peningkatan kualitas belajar mengajar.

Reformasi sekolah, dinilainya, akan dimulai pada tahun ajaran baru 2017/2018 dengan menambah waktu di sekolah menjadi delapan jam.

"Reformasi sekolah segera dimulai dengan delapan jam waktu di sekolah dengan sistem belajar yang kreatif, kritis, dan analitis," pungkasnya.

--- Redem Kono

Komentar