Breaking News

SENI BUDAYA Di Seminar Nasional Budaya Ngada, Antropolog Flores: Mari Kembali ke Akar Budaya Sendiri 08 Feb 2018 11:22

Article image
Antropolog dan misiolog Flores Pastor Dr. Hubert Muda, SVD. (Foto: IndonesiaSatu.co)
Pastor Hubert menekankan pentingnya kesadaran kultural untuk membangun ketahanan moral. Apalagi di tengah resistensi kultural, maka budaya Ngada harus senantiasa dilestarikan.

JAKARTA, IndonesiaSatu.coSeminar Nasional Budaya Ngada menjadi kesempatan besar bagi masyarakat Ngada diaspora di Jakarta agar menggelar proses kembali kepada diri sendiri atau kembali ke akar budaya.

Hal ini disampaikan antropolog dan misiolog Flores Pastor Dr. Hubert Muda, SVD ketika menjadi pembicara dalam Seminar Nasional bertema “Transformasi serta Integrasi Pengembangan Nilai Budaya Ngada dalam Konteks Masyarakat Majemuk dan Ekosistem Pariwisata Menuju Cagar Budaya Damai”, yang dilakukan di Kolose Kanisius Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (7/2/2018).

“Melalui seminar ini, kita kembali ke akar budaya Ngada dengan istilah “maku go tara awu” (bangga kembali ke akar) atau “wado pita sao, sao, sao ngaza da napa nee go po pata” (kembali ke rumah, rumah asal), ujar Pastor Hubert.

Pastor Hubert menekankan pentingnya kesadaran kultural untuk membangun ketahanan moral. Apalagi di tengah resistensi kultural, maka budaya Ngada harus senantiasa dilestarikan.

“Seminar ini menjadi bagian dari revolusi mental, yakni revolusi yang hendak kembali kepada akar budaya. Berakar dalam tradisi sangat penting untuk menanamkan nilai-nilai moral,” lanjutnya.

Dosen di STKIP Ruteng tersebut juga menghubungkan pentingnya budaya Ngada dalam kaitanya dengan pencanangan Paus Fransiskus tentang “Tahun Persekutuan” 2018. Menurutnya, terapat tiga pokok penting kaitanya dengan budaya Ngada, termasuk Reba.

Pertama, pada mulanya adalah Sabda. Dalam ajakan ini termuat kecerdasan kultural untuk kembali kepada akar budaya. Ketika kembali kepada budaya, maka  orang akan saling mengenal satu sama lain. Budaya membuat kita saling mengenal dalam nama masing-masing. 

"Berakar dalam budaya sangat penting di zaman ini," tandasnya. 

Kedua, filsafat ibu bumi. Paus Fransiskus mengajarkan kita untuk mencintai bumi sebagai ibu. Dalam kebudayaan Ngada, masyarakat dapat melihat kesamaan itu. Menghargai bumi sebagai ibu membuat kita untuk tidak mencemari alam atau merusak alam.

“Ketika kita menghormati bumi sebagai ibu, kita akan berusaha melestarikan alam,” ungkapnya.

Ketiga, persekutuan berbasis keluarga. Ketika kembali ke akar budaya Ngada, masyarakat Ngada di mana pun akan diajak untuk memiliki kecerdasan hidup berkeluarga. Budaya Ngada memiliki keutamaan-keutamaan nilai yang mengajak masyarakat agar dapat hidup berkeluarga satu sama lainnya dalam persaudaraan. 

--- Redem Kono

Komentar