Breaking News

HUKUM Dinilai Khianati Konsep Polri Presisi, IPW Desak Kapolri Evaluasi Kinerja Polres Kampar 18 Oct 2021 19:56

Article image
Ketua Indonesia Police Watch, Sugeng Teguh Santoso. (Foto: Dokpri STS)
IPW menduga, Penyidik mengkaitkan adanya aliran dana Anthony ke Hendra Sakti itu untuk melakukan demo dan perusakan. Padahal, Anthony Hamzah sendiri tidak ada di Tempat Kejadian Perkara (TKP) dan tidak pernah merancang demo.

RIAU, IndonesiaSatu.co-- Indonesia Police Watch (IPW) mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, untuk mengevaluasi kinerja Polres Kampar, Riau, karena dinilai menghianati konsep Polri Presisi.

Sorotan itu diutarakan IPW karena adanya dugaan korupsi di PTPN V dan hilangnya 650 hektar (ha) lahan yang dibongkar Koperasi Petani Sawit Makmur (Kopsa-M) di Desa Pangkalan Baru, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar, Riau, sebagai penyebab dikriminalisasi anggota dan pengurus koperasi oleh Polres Kampar di berbagai kasus.

Ketua IPW, Sugeng Tegguh Santoso (STS), dalam keterangan pers kepada media iji, Senin (18/10/2021), menyebutkan, kasus yang terbaru terlihat nyata yakni keberpihakan Polres Kampar terhadap PTPN V yang bermarkas di Riau.

"Laporan Polisi bernomor: LP/434/IX/2021/SPKT/POLRES KAMPAR/POLDA RIAU tertanggal 1 September 2021 langsung disambut antusias. Namun, hanya berselang sehari, yakni 2 September 2021, Kiki Islami Parsha ditetapkan sebagai tersangka. Kemudian pada tanggal 7 September 2021, Samsul Bahri juga dijadikan tersangka," ujar Sugeng.

Kedua tersangka itu, terang Sugeng, dituduh menggelapkan barang milik PTPN V dan merampas truk milik koperasi.

"Padahal Islami memetik buah sawitnya di kebun sendiri. Mereka akhirnya, minta perlindungan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan juga melaporkan kasusnya ke Komnas HAM," terangnya.

Menurut IPW, penanganan secepat kilat ini sangat bertolak belakang dengan laporan yang dibuat oleh anggota dan pengurus Kopsa-M ke Polda Riau, yang sejak tahun 2016 tidak ada ujungnya hingga kini.

"Bahkan, sampai Ketua koperasinya, Anthony Hamzah dikriminalisasi dengan dijadikan tersangka sebagai otak perusakan perumahan karyawan PT. Langgam Harmuni yang mencaplok tanah petani sawit anggota Kopsa-M pada peristiwa demo 15 Oktober 2020 lalu," bebernya.

Dijelaskan, Laporan Polisi ke Polda Riau dilakukan saat Anthony Hamzah belum sebulan diangkat menjadi Ketua Kopsa-M pada 30 Juli 2016, menggantikan Mustaqim.

Adapun Laporan Polisi nomor: STPL/426/VIII/2016/SPKT/RIAU tertanggal 10 Agustus 2016 tersebut tentang dugaan penjualan lahan Kopsa-M seluas kurang lebih 300 hektar.

Motif Kriminalisasi

IPW dalam keterangannya menjelaskan, sebelumnya pada 2 Mei 2016 lalu, pihak koperasi juga telah melaporkan ke Polda Riau dengan laporan nomor: STPL/271/V/2016/SPKT/RIAU tentang penggelapan hasil kebun dengan cara mengontrakkan kebun KKPA seluas 470 hektar kepada KSO dengan perkiraan kerugian Rp 3 Miliar.

Dalam kedua kasus ini, pihak PTPN V yang menjadi bapak angkat dari Kopsa-M diduga telah melakukan pembiaran terjadinya tindak pidana.

"Bahkan kegigihan ketua Kopsa-M Anthony Hamzah dengan menolak menandatangani surat pengakuan hutang senilai Rp 115 Miliar yang disodorkan PTPN V sebagai bapak angkat dan meminta penjelasan penggunaan uang pinjaman bank oleh PTPN V, di samping meminta penjelasan hilangnya 650 hektar lahan petani, telah menjadi target untuk dijebloskan ke penjara. Sehingga berbagai cara digunakan untuk membungkam anthony melalui upaya kriminalisasi yang difasilitasi oleh Polres Kampar," sorot perintis Peradi Pergerakan itu.

IPW beralasan, hal itu terlihat ketika Polres Kampar menetapkan Anthony Hamzah sebagai tersangka dalam perkara perusakan disertai ancaman dan pengusiran yang terjadi di Perumahan Karyawan PT. Langgam Harmuni, yang berlokasi di Desa Pangkalan Baru Kecamatan Siak Hulu, pada Kamis (15/10/2020) lalu.

IPW menduga, Penyidik mengkaitkan adanya aliran dana Anthony ke Hendra Sakti itu untuk melakukan demo dan perusakan. Padahal, Anthony Hamzah sendiri tidak ada di Tempat Kejadian Perkara (TKP) dan tidak pernah merancang demo.

Justru Anthony meminta bantuan kepada Hendra Sakti sesuai kesepakatan rapat koperasi untuk menyelesaikan kasus laporan di Polda Riau agar diproses dan membayar 6 kali tahapan dengan total Rp 600 Juta.

"Penyidik Polres Kampar lupa bahwa yang ada di lapangan saat itu adalah Kanit Intel Polsek Siak Hulu yang berkoordinasi dengan komandan lapangan, Hendra Sakti Effendi. Seharusnya, Kanit intel tersebut juga dijadikan tersangka sebagai orang yang turut serta sesuai pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP; atau bisa dijerat karena melakukan pembiaran demo pada malam hari, anarkis dan saat situasi pandemi Covid-19, di mana kerumunan dilarang," kata Sugeng yang juga Advokat senior Peradi.

IPW beranggapan, adanya demo yang digerakkan oleh Hendra Sakti juga harus dipertanggungjawabkan kepada Kapolsek dan Kapolres.

Pasalnya, jarak Polsek Siak Hulu dengan lokasi demo sekitar 5 km dan Hendra Sakti terlebih dahulu datang ke Polsek Siak Hulu, semestinya sudah dilakukan pencegahan dan atau antisipasi.

"Sebab, pelaksanaan demo itu harus ada pemberitahuan ke Polisi dan dilakukan mulai pagi hingga sore. Hal ini harus diungkap dalam sidang dengan tersangka Hendra Sakti Effendi," papar IPW.

"Kejanggalan-kejanggalan tersebut harus menjadi perhatian dan dituntaskan Kapolri Listyo Sigit yang mengusung konsep Polri Presisi. Sehingga menurunnya citra Polri akibat #PercumaLaporPolisi berubah menjadi kepercayaan publik terhadap Polri sesuai dengan grand strategi Polri 2005-2025," tandas Sekjen Indonesia Police Watch, Data Wardhana.

--- Guche Montero

Komentar