Breaking News

KEAMANAN Dinilai Radikal, KRF Minta Pemerintah Wajib Kembalikan Ormas FPI ke Perilaku Toleran 11 Dec 2020 20:09

Article image
Ormas Front Pembela Islam (FPI). (Foto: wartabuana.com)
"Inilah yang berbahaya jika dari waktu ke waktu jumlahnya makin besar dan berpotensi menjadi sebuah kekuatan anarkis yang sulit dibendung dengan cara yang biasa," sorot Petrus.

JAKARTA, IndonesiaSatu.co-- "Front Pembela Islam (FPI) merupakan ormas yang memiliki karakter eksklusif dan intoleran, selalu berbeda sikap dan selalu berseberangan dengan Pemerintah terutama ketika berhadapan dengan persoalan Penegakan Hukum dan Penegak Hukumnya sendiri."

Demikian sorotan itu diutarakan Kongres Rakyat Flores (KRF) dalam keterangan tertulis kepada media ini, Jumat (11/12/2020).

Ketua Presidium KRF, Petrus Selestinus, mengatakan bahwa FPI bahkan tidak segan-segan melakukan tindakan anarkis, termasuk melakukan tindakan-tindakan yang menjadi wewenang Penegak Hukum seperti sweeping, penggeledahan, penutupan Cafe, Restoran bahkan Gereja sekalipun, dengan tafsir bebas terhadap ketentuan pasal 28 UUD 1945.

"Pola tingkah laku atau katakter personal FPI adalah bersikap intoleran, radikal dan over konfidensial, sehingga merasa diri paling benar sendiri. Inilah yang berbahaya jika dari waktu ke waktu jumlahnya makin besar dan berpotensi menjadi sebuah kekuatan anarkis yang sulit dibendung dengan cara yang biasa," sorot Petrus.

Menurut Advokat Peradi ini, UU Nomot 16 Tahun 2017, Tentang Perubahan Atas UU Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Ormas yang diubah melalui Perppu Nomor 2 Tahun 2017, kelahirannya mendapat resistensi dari HTI, FPI dan beberapa Ormas Islam lainnya, telah melarang dan mengacam dengan pidana penjara bagi anggota ormas yang melakukan tindakan yang menjadi wewenang Penegak Hukum.

UU Ormas Mandul?

Petrus menilai, larangan di dalam UU Ormas dianggap angin lalu, karena disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya karakter intoleran telah terbentuk; juga karena ancaman pidana di dalam UU Nomor 16 Tahun 2017 tergolong ringan yaitu hanya maksimum 1 tahun penjara; serta karena faktor sikap gamang dari aparat Penegak Hukum.

"Padahal dampak dari tindakan FPI yang menjadi wewenang Penegak Hukum seperti sweeping, persekusi, menyegel Restoran/Gereja dan perilaku intoleran lainnya, sangat luas bahkan sampai ada Cafe atau Restoran, tempat ibadah yang tidak berani buka (tutup selamanya) karena takut/trauma; belum lagi kerugian materiil diderita pemilik Cafe/Restoran dan pihak lainnya," sebutnya.

Pemerintah dan Polri, kata dia, selama ini terkesan membiarkan atau melihara Ormas FPI dengan aktivitas anarkisnya, sehingga tumbuh 'kebanggaan' di dalam diri anggota FPI sebagai ormas yang kebal hukum dan bisa melakukan apa saja, bahkan polisi sering diolok-olok dan dilawan ketika bertugas atau berhadapan dengan FPI di lapangan.

Bangun Solidaritas Organik

Petrus beranggapan bahwa tugas membina ormas tidak bisa hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi sudah saatnya mesyarakat ikut ambil bagian dalam membina anggota ormas-ormas Intoleran, dengan caranya masing-masing. 

"Ajaklah anggota FPI menjadi ormas Inklusif dan bersifat organik dalam ikatan kohesi sosial yang kuat, dengan mematuhi norma, standar, prosedur dan kriteria yang berlakun," selorohnya.

Untuk memastikan bahwa FPI berada pada jalur yang benar dan legal konstitusional, lanjut Petrus, maka FPI harus menjadi ormas Pemuda yang inklusif, bersifat organik dan mau diarahkan untuk bersinergi dengan ormas Pemuda lainnya (Banser, Ansor, Pemuda, HMI, dll), guna melahirkan karya-karya besar di atas akhlak dan moral Pancasila.

"Atas dasar pertimbangan di atas, maka Kongres Rakyat Flores meminta Mendagri, KNPI, ANSOR, Pemuda Muhamadyah dan komponen Masyarakat lainnya, mengajak seluruh anggota ormas FPI untuk kembali ke jalan yang legal konstitusional dan inklusif," tutupnya.

--- Guche Montero

Komentar