Breaking News

REGIONAL Ditelantarkan, Mahasiswa TTU Jakarta: Bapak Bupati, Perhatikan Kami! 11 Apr 2017 23:22

Article image
Yayasan Aldiana Nusantara menggelar wisuda bodong di Aula Universitas Terbuka. (Foto: Ist)
Mereka mendapat kesan, Bupati dan pemerintah TTU tidak serius menangani kasus yang kini dialami mereka.

JAKARTA, IndonesiaSatu.coRatusan mahasiswa TTU di Jakarta yang pernah mengikuti kuliah di Sekolah Tinggi Administrasi Kawula Indonesia (STIAKIN), Sekolah Tinggi Ekonomi Ganesha (STIE Ganesha), dan Sekolah Tinggi Teknologi (STT) Telematika dan STIKIP Suluh Bangsa yang tergabung dalam Yayasan Aldiana Nusantara mendesak Bupati Timor Tengah Utara Drs Raymundus Fernandes dan jajaran pemerintahannya untuk memperhatikan nasib mereka di Jakarta.

Hal ini diungkapkan oleh Riko Thaal, mahasiwa TTU yang kini tinggal di Bekasi, saat berkunjung Redaksi IndonesiaSatu.co di Tebet, Jakarta Selatan, Selasa (11/4/2017).

“Kami harap, problem ini harus ditindaklanjuti dengan meminta pertanggungjawaban kepada pemerintah daerah (Pemda) TTU,” tegas Riko Thaal.

Tidak diperhatikan

Mewakili teman-temannya, Riko menceritakan awal mula kedatangan mereka di Jakarta. Mereka mendapat kesan, Bupati dan pemerintah TTU tidak serius menangani kasus yang kini dialami mereka.

“Awal ke sini kami diberikan formulir dari Pemda, dalam hal ini Badan Kepegawaian Daerah (BKD). Dari pihak Pemda mereka sempat menjanjikan bahwa kami akan mendapat beasiswa kuliah di Jakarta,” kisah Riko.

Kerja sama itu dimulai pada 2012 antara pemerintah daerah TTU dengan Yayasan Aldiana Nusantara. Dimulai dari hanya tiga orang angkatan pertama, kerja sama tersebut akhirnya mendatangkan total 400-an mahasiwa asal TTU.

Riko tergabung dalam angkatan ketiga pada 2014. Saat itu Pemda TTU meminta uang dana awal keberangkatan berupa transportasi pesawat dan biaya tempat tinggal asrama sebanyak Rp 3 juta untuk masing-masing individu. Mereka bertolak ke Jakarta pada September 2014.

“Setelah kami mengisi formulir dan mengumpulkan dengan syarat-syarat yang diberikan, selang dua minggu kemudian kita berangkat ke Jakarta kira-kira 169 orang,” lanjut Riko.

Ketika tiba di Jakarta, tambah Riko, mereka pun tinggal di asrama dengan banyak kesulitan yang dialami.

“Sampai di Jakarta kami  tinggal di asrama dengan banyak kekurangan, baik itu kamar tidur, tempat tidur, dan letak asrama pas di daerah rawan banjir. Dan untuk biaya hidup semua, kami tanggung sendiri,” ungkap Rikco.

Riko mengisahkan bahwa mahasiswa laki-laki sekitar 150-an orang ditampung dalam satu rumah.  Selama mereka tinggal di tempat itu, dua teman mereka meninggal karena sakit.

“Coba bayangkan seberapa sesaknya (rumah), sampai ada yang meninggal. Pada tahun pertama ada satu orang dan angkatan kami satu orang lagi yang meninggal, yakni Ati Binsasi dan Arki Usfinit,” kata Riko.

Pada  September 2015 sekolah-sekolah yang tergabung dalam Yayasan Aldiana Nusantara tempat mereka berkuliah dibekukan izin operasionalnya. Ketua Tim Evalusi Akademik Perguruan Tinggi yang mendatangi wisuda sarjana yang dilakukan oleh di Universitas Terbuka Convention Center menemukan bahwa sekolah-sekolah mereka ilegal alias bodong. Kemenristek Dikti pun menyatakan bahwa kampus mereka ilegal.

“Kami baru tahu bahwa sekolah kami bodong alias abal-abal,” ujar Riko.

“Setelah itu izin operasi kampus dihentikan. Kami kebingungan mau berbuat apa. Pihak Pemda TTU sempat datang empat kali, tetapi dari pihak Pemda mengambil data mahasiswa TTU dan hanya minta semua mahasiwa untuk bertahan sementara untuk diurus ke depannya,” ungkap Riko.

Dalam pertemuan tersebut Pemda TTU berjanji akan menyelesaikannya hingga tuntas. Namun, hingga dua tahun berselang janji itu tidak direalisasikan. Masalah ini terkesan dibiarkan begitu saja. Mahasiswa dibiarkan bertanya-tanya tentang masa depan pendidikan di Jakarta tanpa kejelasan.

“Karena itu, banyak yang tidak mampu menyelesaikan kuliah karena masalah finansial pulang ke kampung (alias DO), ada yang memilih bekerja sebagai satpam, karyawan pabrik, buruh bangunan, dan debt collector. Ada pula yang menjadi preman,” ungkap Riko.

Selain itu, ada pula yang melanjutkan kuliah di berbagai daerah Jogjakarta, Bandung, Bekasi, Makasar, Surabaya, Malang, dan Kediri dengan cara transfer dan juga mengulang kuliah. Mereka mengurus kepindahan tanpa dibantu. 

“Bahkan ada pula yang telah berada di semester akhir harus mengulang lagi dari awal,” imbuh Riko.

Bupati TTU akan ke Jakarta

Riko mengomentari informasi yang menyebutkan bahwa Bupati TTU dan jajarannya akan ke Jakarta untuk mengurus kasus ini.  Menurutnya, niat Pemda TTU harus melakukannya secara tulus, dan bukan demi kepentingan politik tertentu.

“Jangan sampai kami dijadikan bahan kampanye politik. Kami minta diperhatikan sungguh-sungguh sebagai bagian dari generasi masa depan TTU,” pinta Riko.

Riko yang kini pindah ke STMIK MIKAR Bekasi juga mengharapkan agar ke depan peristiwa ini tidak terulang lagi, terutama Pemda TTU tidak boleh membuat kesalahan yang sama.

“Jangan sampai kasus hal terulang kembali ke generasi berikutnya,” pungkas Riko.

 --- Very Herdiman

Komentar