Breaking News

REGIONAL Dorong Pengakuan Hukum Masyarakat Adat, Petuanan Atiati Lakukan Pemetaan Batas Wilayah Adat 31 Jul 2020 06:24

Article image
Petuanan (Kerajaan) Atiati usai menggelar kerapatan adat dengan agenda membahas dan memetakan batas wilayah adat kerajaan di Fakfak, Papua Barat. (Foto: Dok. Inobi)
Salah satu tujuan dari Kerapatan Adat tersebuy yakni mendorong pengakuan oleh Negara terhadap masyarakat adat.

FAKFAK, IndonesiaSatu.co-- Dalam rangka mendukung percepatan registrasi masyarakat hukum adat di Kabupaten Fakfak, Petuanan (Kerajaan) Atiati menggelar kerapatan adat dengan agenda membahas dan memetakan batas wilayah adat kerajaan.

Kegiatan ini sendiri dilaksanakan pada pada Minggu (26/7/20), bertempat di kediaman Kapitan Perwasak, Kampung Perwasak, Distrik Fakfak Barat, Kabupaten Fakfak, Provinsi Papua Barat.

Kerapatan adat tersebut dipimpin langsung oleh Nati (Raja) Atiati, Muhammad Syahril Bay, dan dihadiri oleh perangkat-perangkat raja serta tokoh-tokoh adat penjaga tapal batas Petuanan Atiati.

Kegiatan ini difasilitasi oleh dua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), yakni Yayasan Inobu dan Yayasan Aspirasi Kaki Abu untuk Perubahan (AKAPe), yang selama ini terlibat dalam mendukung pembangunan berkelanjutan di Kabupaten Fakfak.

Salah satu tujuan dari Kerapatan Adat tersebuy yakni mendorong pengakuan oleh Negara terhadap masyarakat adat.

Dalam keterangannya, Nati Syahril menegaskan bahwa inti dari kegiatan ini merupakan upaya awal untuk memastikan tapal batas petuanan terpetakan dengan baik sehingga bisa membantu untuk proses di internal petuanan dan juga memenuhi persyaratan pengakuan masyarakat adat oleh pemerintah.

"Kegiatan ini penting dan bermanfaat sekali. Selain untuk pemerintah, terkhususnya untuk kami di Petuanan Atiati. Karena jika sudah ada peta, nanti bisa membantu kami untuk mudah mengurus persoalan-persoalan yang ada; seperti urusan pala, hak lahan dan juga hutan adat dengan melibatkan wali-wali marga yang ada," ujar Syahril.

Nati Syahril juga mengharapkan dukungan dari semua pihak, terutama para wali marga, tokoh adat dan juga masyarakat Petuanan Atiati untuk mendukung insiatif baik ini sehingga harapan pengakuan masyarakat adat di mata hukum bisa terwujud melalui pengesahan peraturan daerah.

"Beta (saya) juga mau ajak kita semua, terkhususnya yang ada di Petuanan Atiati, wali-wali marga, perangkat raja, agar kita dukung kegiatan ini. Karena jika sudah jadi Perda, berarti otomatis kitorang pung hak-hak pasti dilindungi," tegas Syahril.

Apresiasi

Sementara itu, Sesepuh Raja, Abdul Mutalib Bay, yang dimintai keterangannya sesaat setelah Kerapat adat, mengapresiasi niat baik pemerintah Kabupaten Fakfak, Inobu dan AKAPe untuk melakukan pemetaan wilayah petuanan.

Menurutnya, kegiatan ini merupakan pertama kali dilakukan di Petuanan Atiati dengan cara dialogis dan partisipatif.

"Selaku Sesepuh Raja, kami tentu berterima kasih untuk niat baik yang datang dari pemerintah dan juga bapak-bapak sekalian. Karena sejak awal petuanan ini ada, baru kali ini ada kegiatan yang bicara dan peduli tentang adat kami. Datang dan tinggal bersama kami, dan mau dengar apa saja yang menjadi tradisi dan kebudayaan kami di sini,” ungkap pria yang biasa disapa Untung Bay ini.

Untuk diketahui, pemetaan batas petuanan yang dilakukan ini nantinya akan masuk pada tahapan kedua setelah pemetaan di 7 petuanan selesai dilakukan.

Pada tahap tersebut, akan dipertemukan tiap-tiap Petuanan yang berbatasan secara wilayah adat guna mencapai kesepakat tentang batas masing-masing.

Sebelumnya, telah dilakukan pemetaan di 5 petuanan, yakni Petuanan Wertuer, Petuanan Arguni, Petuanan Rumbati, Petuanan Patipi, dan Petuanan Fatagar. Atiati merupakan petuanan keenam yang dilakukan pemetaan dan tersisa satu Petuanan lainnya, yakni Petuanan Pekpek Sekar.

Menanggapi rencana kerapatan adat pada tahap kedua terkait batas antar Petuanan, juru bicara Petuanan Atiati yang juga merangkap sebagai Kapitan Perwasak, Hi. Din Patiran, mengharapkan agar nantinya dalam proses tersebut para raja dan perangkat adat dapat menanggalkan ego masing-masing petuanan dan bisa lebih mengutamakan kepentingan bersama terkait pengakuan masyarakat adat di Kabupaten Fakfak secara keseluruhan, sehingga pada akhirnya bisa mewariskan catatan sejarah yang baik untuk generasi penerus.

"Kami mengharapkan agar waktu sesi kedua untuk membahas batas 7 petuanan, raja-raja dan para perangkat, tidak terjadi konflik, berjalan aman dan bersama-sama menemukan solusi agar diakui oleh negara," harap Din Patiran.

Komitmen Bersama untuk Pengakuan Masyarakat Adat

Ditemui di sela-sela kegiatan kerapatan adat Petuanan Atiati, Direktur Yayasan AKAPe, Zainudin Fianden, memberikan tanggapan tersendiri tentang penyelenggaraan kegiatan Pemetaan Petuanan.

Menurutnya, kegiatan tersebut merupakan buah dari komitmen bersama dari semua pihak, baik pemerintah daerah, 7 petuanan dan juga pihak lembaga pendamping yang dengan caranya sehingga kegiatan dapat terlaksana. Ke depan, ia bersama timnya akan terus mendampingi setiap proses pemetaan petuanan dan berujung pada lahirnya pengakuan dari negara melalui pengesahan peraturan daerah.

"Kegiatan ini merupakan hasil dari komitmen bersama. Kita tahu itu, sebab Bapak Bupati, Bapak Nadi dari 7 Petuanan dan juga teman-teman di AKAPe dan Inobu sama-sama untuk dorong ini biar dapat pengakuan. Kami dari AKAPe selaku anak-anak asli Fakfak akan terus kawal proses ini sampai nanti disahkan di DPR Kabupaten dalam bentuk Perda," terang Zainudin.

Sementara itu, Manajer Hukum dan Tata Kelola Yayasan Inobu, Greg R. Daeng, S.H. dalam keterangannya mengatakan bahwa pemetaan petuanan merupakan kunci utama dari tercapainya visi pembangunan berkelanjutan di Kabupaten Fakfak.

Greg menjelaskan bahwa dengan penguatan dan pengakuan terhadap peran masyarakat adat, akan sangat membantu proses-proses pembangunan daerah. Sebab, dalam konteks Fakfak, adat adalah pilar pembangunan daerah.

"Selain sebagai pengejawantahan dari konstitusi, pengakuan dan penguatan terhadap masyarakat adat yang ada di Kabupaten Fakfak, juga memiliki sumbangsih penting bagi terwujudnya visi pembangunan berkelanjutan yang ada di dalam RPJPD dan RPJMD Kabupaten Fakfak," kata Greg.

Menurutnya, jika masyarakat adat sudah dikuatkan maka proses pembangunan daerah bisa berjalan baik.

"Sebab untuk konteks di Fakfak ini, adat sangatlah berpengaruh dalam segenap tatanan kebijakan daerah," trgas Greg.

Mengenai kegiatan pemetaan yang dilakukan di 7 petuanan, Pemerintah Kabupaten Fakfak sendiri telah berkomitmen untuk mendukung segala proses pelaksanaannya melalui dukungan anggaran daerah dan juga dukungan teknis lainnya yang terkait.

Hal ini dipertegas dengan keluarnya Surat Keputusan Bupati Fakfak Nomor 050-260 Tahun 2018 tentang Tim Koordinasi Menuju Penetapan Perlindungan dan Pemberdayaan Masyarakat Adat Kabupaten Fakfak.

Bupati Fakfak, Dr. Mohammad Uswanas, M.Si., dalam berbagai kesempatan pun telah mengatakan bahwa upaya pengakuan masyarakat adat di Kabupaten Fakfak harus segera dituntaskan agar mendapat kepastian secara hukum. 

--- Guche Montero

Komentar