Breaking News

REGIONAL Duka di Kampung Adat Gurusina 13 Aug 2018 20:32

Article image
Kebakaran di Kampung Adat Gurusina, Jerebuu, Ngada , Flores, NTT pada Senin sore (13/8/2018). (Foto: Ist)
Dalam hitungan detik api langsung menyambar puluhan rumah yang terbuat dari kayu dan beratapkan ilalang dan bambu. Setidaknya 27 rumah adat, dan 6 rumah pendamping untuk upacara adat.

JAKARTA, IndonesiaSatu.co -- Kabar duka masih menyelimuti kawasan timur Indonesia. Setelah gempa meluluhlantakkan kawasan wisata dan pemukiman penduduk di Lombok Utara, NTB, kini musibah datang menimpa warga Kampung Adat Gurusina, Kecamatan Jerebuu, Kabupaten Ngada, NTT.

Hari ini, Senin 13 Agustus 2018, sekitar pukul 16.00 waktu Indonesia tengah, api melalap satu rumah adat bagian pojok kanan bawah kampung Megalitikum Gurusina. Dalam hitungan detik api langsung menyambar puluhan rumah yang terbuat dari kayu dan beratapkan ilalang dan bambu. Setidaknya 27 rumah adat, dan 6 rumah pendamping untuk upacara adat (3 bhaga + 3 ngadhu) habis dilahap jago merah. Dari 33 rumah adat yang selamat hanya 6 ditambah 1 rumah baca.

Sumber api dari mana, apa penyebabnya, masih diselidiki. Yang pasti datang dari salah satu rumah paling sudut bawah kampung.

“Puji Tuhan tidak ada korban jiwa, hanya memang semua barang keseharian tidak bisa diselamatkan,” kisah Hubert, salah satu warga yang dihubungi IndonesiaSatu.co, Senin (13/8/2018) malam dari Jakarta.

“Barang-barang pusaka beruntung terselamatkan,” imbuh Hubert yang berprofesi sebagai guru di salah satu SD di Jerebuu.

Saat ini warga masih berkumpul di tengah lapangan memastikan api benar-benar padam sambil menunggu upacara adat untuk ritual mengungsi. “Karena secara adat belum boleh mengungsi dulu, sebelum benar-benar api padam,” tambah Hubert.

Yang pasti pakaian sekolah anak-anak, buku, sepatu tidak ada yang selamat, semua habis terbakar. Warga membutuhkan makanan, susu, pakaian dan terutama bagaimana membangun kembali rumah adat.

“Rumah adat ini harus kembali dibangun, mohon teman-teman bantu. Bukan saja soal membeli batu dan paku tapi membangun nilai dari setiap rumah ini yang mahal. Semoga pemerintah memperhatikan musibah ini,” pinta Poli yang juga berprofesi sebagai guru dan menetap di Kampung Adat Gurusina, ketika dihubungi secara terpisah.

Kampung Gurusina adalah salah satu kampung adat yang terletak di kaki gunung Inerie, sekitar 21 km dari Kota Bajawa tepatnya di Kecamatan Jerebu'u. 33 rumah berbaris melingkar mengelilingi batu-batu megalitikum dan di tengah lapangan terdapat 3 bangunan pondokan kecil bernama Bhaga dan tiga rumah adat mini bernama Ngadhu.

Setiap rumah terbuat dari kayu dan bambu, beratapkan ilalang. Diatap rumah terdapat hiasan rumah sebagai tanda rumah utama dan pada bagian depan terdapat susunan tanduk kerbau seperti rumah-rumah Toraja. Tanduk Kerbau ini melambangkan kejayaan dan kebesaran akan harta dan kekayaan setiap warga penghuni rumah adat ini.

Dan pada setiap pintu rumah, terdapat ukiran kayu dengan nama rumah. Di semua bangunan tidak semen, melainkan menggunakan bambu dan kayu.

Warga kampung Gurusina rata-rata bertani kopi, kemiri dan padi. Sebagian perempuan menenun lawo bermotif jara.

Nury Sybli, pegiat literasi yang sudah beberapa kesempatan mengunjungi Kampung Adat Gurusina mengungkapkan rasa duka dan prihatin yang mendalam. "Inalillahi.." serunya kaget ketika dikabarkan IndonesiaSatu.co tentang bencana ini.

Kampung Adat Gurusina dan Bena telah memberikan kesan yang mendalam baginya. "Saya beberapa kali ke Kampung Gurusina dan terakhir Agustus 2017. Di Kampung ini saya mendirikan Rumah Baca Akar yang kami beri nama Sao (rumah) Baca Akar. Saya bukan orang Flores, tapi membantu mereka dekat dengan buku adalah kebahagiaan," ungkap Nurry yang berdomisili di bilangan Pondok Cabe, Jakarta Selatan ini.

Bagi Nury, kabar duka ini menjadi kabar duka baginya, apalagi di Kampung Gurusina telah hadir  Rumah Baca Akar yang telah menyatu dalam karya baktinya saat ini.

"Gurusina sudah seperti keluarga bagi kami. Kepada seluruh sahabat yang ingin membantu, silakan hubungi saya di 081212721319. Yang utama dibutuhkan adalah alat sekolah (seragam, sepatu, buku-buku dan tas), susu bayi, pempers, makanan, pakaian layak," imbuh Nurry penuh harap.

Untuk bangunan rumah adat ini biayanya tidak sedikit, karena bukan soal membeli kayu dan paku tapi ritual setiap pendirian rumah biayanya tidak sedikit.

"Saya dan teman-teman di Gurusina berharap bantuan dan kehadiran pemerintah untuk kembali mendirikan rumah adat agar warisan tetap lestari," tutup Nury.

 

--- Sandy Javia

Komentar