Breaking News

BOLA Eforia di Champs-Élysées, Tidak Ada Lagi "Black, Blanc, Beur" 16 Jul 2018 15:00

Article image
Sekitar satu juta massa berkumpul di Lapangan Elysium (Champs-Élysées) untuk merayakan kesuksesan Mbape memboyong trofi Piala 2018 di Rusia. (Foto: Europe1)
Presiden Perancis Emmanuel Macron yang ikut menonton pertandingan secara langsung di Moskow mengharapkan agar supporter merayakan kemenangan sebagai bagian dari kampanye pro-business.

PARIS, IndonesiaSatu.co – Kemenangan Perancis atas Kroasia dalam laga final Piala Dunia 2018 yang berlangsung di Moskow disambut dengan eforia yang luar biasa. Puluhan ribu suporter dengan membawa bendera berwarna merah, putih, dan biru menyanyikan lagu kebangsaan Perancis berkumpul di Lapangan Elysium (Champs-Élysées). Mereka senang dan bersorak-sorai karena saat ini Perancis telah mengukuhkan dirinya sebagai superpower sepakbola.

Ketika peluit berbunyi tanda pertandingan berakhir, warga Paris yang berkumpul di luar bar-bar setempat berbegas menuju Lapangan Elysiumyang terletak di tengah Kota Paris.

Dikutip dari media Inggris, The Guardian (15/7/2018), polisi anti huru-hara tampak mengawasi para superter yang berteriak dan bernyanyi sambil menyalakan petasan.

Lalu lintas jalan raya utama dan area sekitar Lapangan Elysium ditutup setelah  kepala kepolisian Kota Paris sudah memberikan peringatan adanya “ancaman teroris nyata” kepada warga yang berkumpul. Bahkan sebelum pertandingan usai, warga sudah merayakan kemenangan.

“Saya sangat bahagia!” teriak Abou Aboubacar (25) yang merayakan kemenangan di dekat Arc de Triomphe.

“Begitu bangga dengan pencapaian tim,” kata Damien Barrault (27) yang datang dari luar Kota Paris untuk merayakan malam penuh sejarah. Dia mengaku baru berusia tujuh tahun ketika Perancis untuk pertama kalinya menang Piala Dunia 1998 dan masih ingat peristiwa itu.

Sekitar 90.000 orang merayakan kemenangan di daerah sekitar Menara Eiffel. Sejak pertandingan babak pertama baru berakhir, bus kota yang melayani Kota paris telah dihentikan operasinya demi keamanan setelah anak-anak muda mulai memanjat atap kendaraan untuk merayakan kemenangan.

Beberapa superter yang berada di Lapangan Elysium menangis gembira untuk sesuatu yang mereka sebut “cinta total” (total love) sementara komentator menyerukan bentuk baru dari keamanan dan patriotism multi-kultural Perancis yang selama ini dikoyak aksi teroris.

Pada pukul 23.00, polisi anti huru-hara mulai menembakkan gas air mata kepada sekitar 30 orang yang melempar jendela-jendela toko dan ke arah polisi di Lapangan Elysium.

Sebelum pertandingan, aktor Perancis Omar Sy menggambarkan tim sepakbola Perancis sebagai “pencipta kebahagiaan” (happiness creators).

 “Terima kasih untuk apa yang telah kalian bawa ke Perancis.”

Bahkan sebelum menjuarai Piala Dunia 2018, Journal du Dimanche merilis poling yang mengatakan bahwa 51% orang Perancis berpendapat bahwa tim sepakbola sudah menaikkan moral nasional Perancis. Menteri Ekonomi juga mengatakan bahwa kemenangan akan menggairahkan pertumbuhan ekonomi.

Perancis terakhir kali menjuarai Piala Dunia pada tahun 1998. Kemenangan tersebut turut meredakan isu ras dan diskriminasi. Ketika menjadi juara untuk pertama kali pada 1998, isu diskriminasi dan SARA masih kuat. Waktu itu, Zinedine Zidane dijuluki “black, blanc, beur” (hitam, putih, dan Arab). Tokoh sayap kana Jean-Marie Le Pen melakukan protes karena banyaknya pemain berkulit hitam di tim Perancis.

Presiden Perancis Emmanuel Macron yang ikut menonton pertandingan secara langsung di Moskow sebelum bertemu Vladimir Putin mengharapkan agar masyarakat Perancis merayakan kemenangan sebagai bagian dari kampanye pro-business dengan menggunakan semboyan bahwa “France is back”  (Perancis sudah kembali).

--- Simon Leya

Komentar