Breaking News

HUKUM FORMAPPI dan MAKI Soroti Proses Hukum Azis Syamsuddin 12 Aug 2021 22:33

Article image
Webinar Nasional oleh BEM STIH IBLAM Jakarta. (Foto: Dok. BEM)
Menurut Lucius, MKD seharusnya bertindak dan menginvenstigasi temuan-temuan yang disampaikan oleh masyarakat untuk menjaga marwah lembaga DPR RI.

JAKARTA, IndonesiaSatu.co-- Peneliti Senior Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (FORMAPPI), Lucius Karus menyebut Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI tidak mempunyai komitmen terhadap pemberantasan korupsi.

Alih-alih memberikan sanksi tegas terhadap para anggota DPR RI yang melanggar kode etik, MKD DPR RI dianggap cenderung melindungi para pelanggar kode etik.

"Tidak ada niat MKD untuk menyelesaikan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin," tegas Lucius dalam Webinar Nasional "KPK vs Azis Syamsuddin: Menimbang Komitmen KPK dalam Pemberantasan Korupsi di era Firli Bahuri" yang diselenggarakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Sekolah Tinggi Ilmu Hukum IBLAM, Kamis (12/8/2021).

Lucius menyatakan bahwa Azis jelas melanggar kode etik DPR RI Pasal 3 yang mengatur soal batasan perilaku dan integritas seorang anggota DPR RI.

"Berdasarkan Pasal 3 kode etik, seharusnya MKD menjatuhkan sanksi kepada Azis yang ternyata bersalah secara etik, namun MKD justru menjadi pelindung para pelanggar kode etik seperti Azis Syamsuddin," tandasnya.

Lucius menilai, MKD mengabaikan laporan masyarakat terkait kasus pelanggaran yang dilakukan oleh Azis Syamsuddin.

Menurutnya, MKD seharusnya bertindak dan menginvenstigasi temuan-temuan yang disampaikan oleh masyarakat untuk menjaga marwah lembaga DPR RI.

"Yang terjadi marwah lembaga dikorbankan demi melanggengkan posisi Azis Syamsuddin yang jelas melanggar kode etik tersebut," imbuhnya.

Ada Pihak yang Sengaja Menghambat Proses Hukum Azis Syamsuddin

Sementara Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, menyatakan bahwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam persidangan di PN Medan harus jeli dan kritis.

Hal itu dimaksudkan agar pengadilan dapat menemukan titik terang dugaan keterlibatan Wakil Ketua DPR RI tersebut dalam kasus jual-beli jabatan yang menyeret eks Walikota Tanjungbalai, M. Syahrial dan eks penyidik KPK, Stepanus Robin Patujju.

"Harusnya gampang menyeret Azis Syamsuddin dalam kasus ini jika JPU jeli dan kritis mempertanyakan setiap fakta persidangan terutama yang disampaikan oleh Robin Patujju bahwa ia dipinjami uang senilai Rp 200 juta," ujar Boyamin.

Menurut Boyamin, hal itu sulit dilakukan jika penegak hukum tidak memiliki niat dan komitmen terhadap pemberantasan korupsi.

"Harusnya mudah, tetapi sepertinya ada tarik ulur dan ada pihak yang sengaja menghambat jalannya pemberantasan korupsi," imbuhnya.

Boyamin sendiri menyatakan bahwa jika Peradilan tersebut mengalami mangkrak, maka pihaknya akan melakukan praperadilan.

Ia juga mengajak para mahasiswa untuk berani melakukan praperadilan jika hukum tidak berpijak pada keadilan.

"Jika mangkrak, ya, akan digugat praperadilan. Dan, pada saat ini mahasiswa mesti bisa berperan aktif dalam upaya pemberantasan korupsi dengan melakukan praperadilan untuk mangkraknya proses hukum," tandasnya.

Kemerosotan Penegakan Hukum

Sementara itu, Ketua Yayasan STIH IBLAM, Rahmad D. Putranto, menyatakan bahwa KPK di era Firli Bahuri mengalami kemerosotan baik secara kuantitas maupun kualitas.

"Dalam bidang pencegahan, OTT, dan penanganan perkara, kita tidak bisa berharap banyak pada Pak Firli; begitu juga konsolidasi internal KPK saat ini sedang mengalami titik paling rapuh manakala pentolan-pentolan terbaik KPK harus ditendang ke luar atas nama TWK," sentilnya.

--- Guche Montero

Komentar