Breaking News

REGIONAL Gelar Seminar Nasional, KSR PMKRI Regio Flores Angkat Isu Pariwisata 25 Aug 2019 10:47

Article image
Valens Daki-Soo (kedua dari kanan) saat memaparkan materi pada Seminar Nasional di Ende. (Foto: Dok. Panitia KSR)
"Flores, NTT harus menjadi rumah wisata bagi semua sebagaimana inspirasi nilai-nilai luhur Pancasila yang digali oleh Bung Karno di bumi Ende, Flores, NTT," simpul VDS.

ENDE, IndonesiaSatu.co-- Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Regio Flores resmi membuka kegiatan Konferensi Studi Regional (KSR) dengan menggelar Seminar Nasional bertempat di Aula Paroki Santo Yosef Freinademetz Onekore, Ende, Jumat (23/8/18).

Seminar Nasional yang terbuka untuk umum ini mengusung tema "Pariwisata Flores untuk Siapa?". Adapun para narasumber handal dan kompeten, baik level nasional maupun daerah, mengulas pariwisata Flores dari berbagai perspektif kajian di hadapan 500-an peserta dari berbagai kalangan yang berpartisipasi dalam kegiatan tersebut, yakni para mahasiswa-mahasiswi, akademisi, para dosen, pegiat pariwisata, partisipan serta tamu-undangan.

Dalam sambutan pembuka, Orynd Lado Wea selaku Pengurus Pusat PMKRI menegaskan bahwa PMKRI melalui Komda Flores menaruh atensi serius terhadap isu pariwisata Flores dengan mengkaji dan merumuskan rekomendasi strategis dan selanjutnya segingga menjadi salah satu isu nasional dalam kegiatan Konferensi Studi Nasional (KSN) PMKRI.

"Tema Seminar ini menjadi acuan kajian terkait arah sasaran dari Pariwisata Flores. Pada prinsipnya, pariwisata mesti berbasis kerakyatan dengan segala potensi lokal yang ada di setiap daerah, sinergis dan berkelanjutan, serta harus berdampak sosial yakni pemberdayaan ekonomi dan kehidupan masyarakat di sekitar destinasi wisata," kata Orynd.

Orynd berharap agar kegiatan edukatif tersebut dapat memacu adrenalin semua peserta Seminar guna memajukan pariwisata Flores terutama mampu menangkap peluang sebagai pelaku wisata dan bukan sebaliknya sebagai objek dan penonton.

"Data wisatawan ke Flores terus meningkat signifikan setiap tahun. Namun, hal itu tidak diimbangi dengan aspek pemberdayaan masyarakat. Diharapkan agar segenap stakeholders terutama setiap pemerintah daerah, mampu mengoptimalkan aspek pemberdayaan (ekonomi kreatif, red) masyarakat sehinga animo wisatawan sejalan dengan geliat ekonomi kreatif masyarakat," harap mantan Presidium Germas PMKRI Cabang Maumere ini.

Pariwisata dari Perspektif Ketahanan dan Keamanan

Dalam presentase materi, Valens Daki-Soo mengulas dampak terorisme terhadap pariwisata.

Tenaga Ahli pada Kantor Staf Khusus Presiden Bidang Keamanan dan Intelijen ini menjelaskan bahwa faktor terorisme sangat berdampak pada animo pariwisata dan ekonomi nasional.

Sebagai data pembanding, tragedi pemboman gedung WTC pada 2001 dan peristiwa Bom Bali sangat berdampak pada sektor pariwisata dunia dan nasional dengan angka wisata menurun drastis bahkan ekonomi dunia dan nasional anjlok.

"Berbagai penelitian dan fakta di lapangan menegaskan bahwa terorisme berdampak terhadap jumlah kedatangan wisatawan nasional maupun internasional. Maka perlu tindakan pencegahan dan kesiapsiagaan nasional dalam menjamin ketahanan dan keamanan sektor pariwisata," kata politisi Partai PDI Perjuangan yang akrab disapa Bung VDS ini.

Dalam makalahnya, VDS mengatakan bahwa langkah untuk mencegah tindak pidana terorisme sudah dilakukan pemerintah dan DPR dengan diundangkannya UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Dalam Bab VIIA tentang Pencegahan Tindak Pidana Terorisme disebutkan:

1. Pemerintah wajib melakukan pencegahan Tindak Pidana Terorisme.

2. Dalam upaya pencegahan Tindak PidanaTerorisme, pemerintah melakukan langkah antisipasi secara terus-menerus yang dilandasi dengan prinsip pelindungan Hak Asasi Manusia dan prinsip kehati-hatian.

3. Pencegahan dilaksanakan melalui: kesiapsiagaan nasional; kontra radikalisasi dan deradikalisasi.

Dijelaskan, kesiapsiagaan nasional merupakan suatu kondisi siap-siaga untuk mengantisipasi terjadinya Tindak Pidana Terorisme melalui proses yang terencana, terpadu, sistematis, dan berkesinambungan yang dilakukan oleh pemerintah.

Pelaksanaan kesiapsiagaan nasional dilakukan oleh kementerian/ lembaga yang terkait di bawah koordinasi badan yang menyelenggarakan urusan di bidang penanggulangan terorisme.

Selanjutnya, kesiapsiagaan nasional dilakukan melalui pemberdayaan masyarakat, peningkatan kemampuan aparatur, pelindungan dan peningkatan sarana prasarana, pengembangan kajian Terorisme, serta pemetaan wilayah rawan paham radikal Terorisme.

Sementara kontra radikalisasi dimaksudkan sebagai suatu proses yang terencana, terpadu, sistematis, dan berkesinambungan yang dilaksanakan terhadap orang atau kelompok orang yang rentan terpapar paham radikal Terorisme yang dimaksudkan untuk menghentikan penyebaran paham radikal Terorisme.

Kontra radikalisasi dilakukan oleh Pemerintah yang dikoordinasikan oleh badan yang  menyelenggarakan urusan di bidang penanggulangan terorisme dengan melibatkan kementerian/lembaga terkait. Kontra radikalisasi dilakukan secara langsung atau tidak langsung melalui kontra narasi, kontra propaganda, atau kontra ideologi.

Sedangkan deradikalisasi merupakan suatu proses  yang terencana, terpadu, sistematis, dan berkesinambungan yang dilaksanakan untuk menghilangkan atau mengurangi dan membalikkan pemahaman radikal terorisme yang telah terjadi.

Upaya-upaya Lain

Dijelaskan pula, upaya-upaya lain dalam menanggulangi aksi terorisme di Indonesia antara lain:

Pertama, mengoptimalkan peran serta orang tua untuk memberikan pemahaman agama yang benar sejak dini kepada putra-putrinya, hal ini dibutuhkan agar anak-anak memiliki bekal ilmu agama yang baik, dengan keyakinan agama yang baik generasi penerus bangsa tidak mudah terpengaruh oleh paham radikal yang mengarah pada aksi  terorisme.

Kedua, mengoptimalkan peran tokoh agama, tokoh masyarakat dan tenaga pendidik dalam membantu pemerintah untuk mensosialisasikan kepada masyarakat luas terutama di sekolah-sekolah, di perguruan tinggi dan di ruang publik terkait bahaya terorisme dan dampak yang ditimbulkan bagi kelangsungan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Agar masyarakat luas memahami sehingga tidak terperangkap bujuk rayu teroris yang mengatasnamakan agama.

Ketiga, instansi terkait harus melaksanakan upaya konkret dan tegas untuk menutup konten-konten di media sosial yang digunakan jaringan teroris dalam menyebarkan ajaran-ajaran radikal. Karena saat ini mereka intens memanfaatkan media sosial  untuk melaksanakan propaganda dan merekrut anggota baru.

Keempat, mengoptimalkan peran seluruh jaring intelijen yang ada guna menemukan sel-sel teroris agar dapat dideteksi dan dicegah secara dini terhadap kemungkinan teroris berkembang di Indonesia.

Kelima,  mendukung dan memperkuat upaya program deradikalisasi yang dilakukan oleh BNPT, salah satunya dengan meningkatkan kesadaran dan peran serta masyarakat khususnya tokoh agama dalam upaya pembinaan terhadap mantan teroris yang sudah kembali ke lingkungan masyarakat.

Keenam, media massa adalah “oksigen” bagi teroris untuk mengembangkan aksinya. Untuk itu media massa hendaknya tidak mempublikasikan aksi terorisme secara berlebihan dan vulgar. Media massa harus berkomitmen untuk menjadi bagian dalam memerangi aksi terorisme itu sendiri.

Konteks Flores, NTT

Pada bagian penutup makalahnya, VDS mengemukakan bahwa keamanan yang menjadi daya tarik penting sebuah objek wisata tidak hanya ditentukan oleh tidak adanya aksi terorisme.

"Konteks NTT pada umumnya dan Flores khususnya, selama ini boleh dibilang menjadi salah salah satu destinasi wisata yang bebas dari serangan terorisme. Meski demikian, masih ada faktor keamanan lain yang harus dimiliki agar negeri dengan keindahan alam yang sangat menawan dan keanekaragaman budaya yang sangat unik menjadi daya tarik wisata kelas dunia," papar VDS.

Menjadi pekerjaan rumah sekaligus pertanyaan untuk kita renungkan bersama: faktor apa saja yang membuat pariwisata kita tak kunjung seramai Bali atau daerah lainnya di Indonesia?

Mengapa pariwisata Bali yang sempat porak-poranda akibat dua kali aksi bom, kini bisa bangkit seperti sedia kala?

Mengutip pendapat Richter (1992), banyak negara berkembang tidak memasukkan beberapa faktor yang dapat menyebabkan atau menimbulkan ketidakamanan (insecurity), antara lain yakni:

1. Wabah penyakit, misalnya demam berdarah, malaria, muntaber.

2. Bencana alam, seperti gempa bumi, banjir, lahar gunung berapi.

3. Kecerobohan manusia yang menimbulkan bencana dan kecelakaan, misalnya kebakaran hutan.

4. Kriminalitas, seperti perampokan, perkosaan, penodongan.

5. Kesenjangan sosial-ekonomi masyarakat sekitar daerah tujuan wisata yang menimbulkan kecemburuan sosial terhadap pengusaha pariwisata dan wisatawan, yang diungkapkan melalui perbuatan-perbuatan kriminal (penjarahan, pencurian, pengrusakan, aksi demo).

6. Pelanggaran norma-norma atau nilai-nilai budaya setempat oleh para wisatawan, yang menimbulkan konflik antara wisatawan dengan penduduk setempat.

7. Instabilitas politik (political instability) yang menimbulkan huru-hara, kerusuhan, kekerasan, pembunuhan.

"Keamanan dan ketahanan menjadi salah satu tolok ukur maju-mundurnya pariwisata. Maka, pariwisata harus menjadi tanggung jawab segenap stakeholders terutama menciptakan pariwisata yang ramah, aman dan kondusif bagi setiap wisatawan baik domestik, nasional maupun internasional. Flores, NTT harus menjadi rumah wisata bagi semua sebagaimana inspirasi nilai-nilai luhur Pancasila yang digali oleh Bung Karno di bumi Ende, Flores, NTT," simpul VDS usai kegiatan Seminar.

Selain VDS, Narasumber lain yang hadir dalam Seminar tersebut yakni Alexander Leda (Kepala Balai Wilayah Sungai Papua Barat, Kementerian PUPR), Mansuatus Gare (Dosen Fakultas Teknik Universitas Flores), dan Adrianus Pala (Direktur LBH PP PMKRI).

Jalannya Seminar dimoderatori oleh Komda PMKRI Regio Flores, Benediktus Tiwu.

--- Guche Montero

Komentar