Breaking News

REGIONAL Hendak Dikirim ke Malaysia, Polda Kepri Selamatkan 21 Pekerja Migran Ilegal asal NTT 19 Jun 2019 10:49

Article image
Kabid Humas Polda Kepri, Kombes Pol Erlangga saat meninjau 21 PMI Ilegal yang diamankan di pendopo Mapolda Kepri. (Foto: ANTARA)
Puluhan migran yang berasal dari NTT ini akan diberangkatkan ke Malaysia tanpa dokumen yang lengkap melalui pelabuhan yang tidak resmi.

BATAM, IndonesiaSatu.co-- Jajaran Subdit IV Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Kepri menyelamatkan 21 pekerja migran ilegal yang akan diberangkatkan untuk bekerja di Malaysia.

Puluhan migran yang berasal dari Nusa Tenggara Timur (NTT) ini akan diberangkatkan ke Malaysia tanpa dokumen yang lengkap (ilegal) melalui pelabuhan yang tidak resmi.

Kabid Humas Polda Kepri, Kombes S Erlangga mengatakan, terungkapnya kasus ini berawal pada Sabtu (15/6/2019) sekitar pukul 21.00 WIB, anggota Subdit IV Ditreskrimum Polda Kepri melakukan penyelidikan terhadap informasi dari masyarakat bahwa diduga adanya calon PMI ilegal yang datang dari NTT.

Para PMI ini tiba di Batam melalui jalur laut dengan memanfaatkan arus balik Lebaran untuk tujuan dapat menjadi PMI ilegal di Malaysia.

Di Batam, mereka ditampung di rumah Mursalin yang berperan sebagai pengurus atau penampung PMI ilegal di Batubesar, Nongsa, Batam.

"PMI tersebut tidak memiliki dokumen yang lengkap untuk persyaratan sebagai PMI yang resmi," kata Erlangga, saat memberikan keterangan pers di Polda Kepri, Senin (17/6/19).

Dari penyelidikan tersebut, 1 orang diduga sebagai pelaku yang mengurus atau menampung 21 PMI ilegal tersebut, dibawa ke kantor Subdit IV Ditreskrimum Polda Kepri guna proses penyidikan lebih lanjut.

Dari 21 orang PMI asal NTT ini, 15 orang di antaranya laki-laki dan 6 orang perempuan.

Mereka berasal dari Kabupaten Malaka 14 orang, Kabupaten Belu 6 orang dan 1 orang dari Kabupaten Kupang.

"Kemudian untuk PMI ini kami koordinasi dengan pihak BPN3TKI untuk tindak lanjut pemulangan mereka ke daerah asal," ujar Erlangga.

Saat ini penyidik masih melakukan pengembangan dan pendalaman terhadap tersangka Mursalin yang merupakan jaringan tindak pidana penempatan PMI secara ilegal.

Dari pasal yang dilanggar yakni Pasal 80, 81, dan 83 UU RI No18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) dengan ancaman paling lama 10 tahun penjara.

Sementara itu Kasubdit IV Ditreskrimum Polda Kepri, AKBP Dhani Catra Nugraha menambahkan, dari hasil pemeriksaan dan keterangan saksi korban, mereka dimintai biaya yang jumlahnya bervariasi antara Rp 2 juta sampai Rp 3 juta per orang.

"Dari 21 orang PMI ilegal yang kami amankan, ada dua orang yang masih di bawah umur. Semuanya berasal dari NTT," kata Dhani.

Dari hasil penyelidikan, tersangka Mursalin sudah melakukan aksinya selama 1 tahun. Tersangka adalah pengurus dan juga penampung PMI ilegal setelah tiba di Batam.

"Untuk perekrut masih dalam penyidikan dan namanya sudah kami kantongi, baik perekrut maupun yang akan mengirimkan para PMI ilegal ini ke Malaysia dengan catatan menggunakan transportasi yang dia miliki," ujar dia.

Selain 21 PMI yang menjadi korban dan 1 tersangka, Subdit IV Ditreskrimum juga berhasil mengamankan sejumlah barang bukti, di antaranya 1 unit Mobil Innova warna silver, 1 unit ponsel merk Strawberry warna merah serta 1 unit ponsel merk vivo warna merah kombinasi biru.

Komitmen Moratoriun Pemprov NTT

Masifnya pengiriman pekerja migran dan calon tenaga kerja ilegal asal NTT berbanding terbalik dengan komitmen moratorium oleh Pemprov NTT beberapa waktu lalu.

Direktur PADMA Indonesia, Gabriel Goa justru menyayangkan komitmen pengawasan terhadap kebijakan moratorium tersebut.

"Pasca moratorium pengiriman calon TKI asal NTT, sama sekali tidak memberikan efek jera bahkan solusi konkrit. Sebaliknya, pengiriman calon tenaga kerja semakin masif. Apakah ini terkesan sindiran kepada Gubernur dan Pemprov NTT yang sempat mengancam akan mematahkan kaki dan tangan para pelaku HumanTrafficking?" ungkap Gabriel.

Gabriel meminta agar Gubernur NTT harus tampil terdepan dengan memimpin langsung  Gugus Tugas Pencegahan dan Pemberantasan  Human Trafficking bersama Kapolda, Kapolrea, Danrem, Dandim dan Bupati/Walikota se-NTT dengan bekerjasama lintas Lembaga Agama, Ormas, LSM dan Pers lewat aksi-aksi nyata.

"Selain gugus tugas dan kerjasama lintas elemen, juga segera mengoptimalkan Layanan  Terpadu Satu Atap (LTSA), Balai Latihan Kerja (BLK) profesional di Tambolaka, Kupang dan  di Maumere guna menjamin dan melayani calon tenaga kerja sebelum dikirim berkerja ke luar negeri," tegas Gabriel.

Hal utama yang ditandaskan Gabriel yakni mendorong Pemprov NTT untuk menyiapkan lapangan pekerjaan di NTT guna membendung arus tenaga kerja ke luar daerah atau ke luar negeri. 

--- Guche Montero

Komentar