Breaking News

POLITIK Jelang Pilpres 2019, Nama Gatot Nurmantyo Kian Melejit 05 Apr 2018 07:57

Article image
Mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo. (Foto: merdeka.com)
Menurut survei, Gatot dinilai sebagai figur yang paling tepat mendampingi Joko Widodo pada Pemilu Presiden 2019.

JAKARTA, IndonesiaSatu.co – Nama mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo terus menjadi perbincangan di jagat politik tanah air. Selain Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang bakal menjadi calon petahana dalam Pilpres 2019 yang didukung koalisi partai-partai besar dan Prabowo Subianto yang belum mengumumkan pencalonan dirinya sebagai capres, popularitas Gatot kian melejit.

Berbagai survei dan analisis politik menempatkan Gatot sebagai figur kuat, baik sebagai cawapres dan capres. Gatot disebut bakal membuat posisi Jokowi sebagai capres petahana sulit dikalahkan karena pasangan ini merupakan kombinasi antara sipil-militer dan nasionalis-Islam.

Gatot juga patut diperhitungkan menjadi lawan terkuat Jokowi bila maju sebagai capres. Hal ini terjadi karena sejauh ini Probowo Subianto belum resmi mengumumkan dirinya sebagai capres melawan Jokowi. Bahkan oleh sebagian kalangan, Prabowo dinilai sedang galau. Kegalauan ini terlihat dari berbagai pernyataan dan ucapannya yang secara vulgar menyerang lawan-lawan politik akhir-akhir ini.

Kecocokan Gatot untuk berpasangan dengan Jokowi diperkuat hasil survei yang dilakukan Poltracking Indonesia. Menurut survei tersebut,  Gatot dinilai sebagai figur yang paling tepat mendampingi Joko Widodo pada Pemilu Presiden 2019.

Menurut PARA Syndicate, Gatot adalah salah satu calon kuat pendamping Prabowo Subianto. Direktur Eksekutif PARA Syndicate Ari Nurcahyo menyebut beberapa faktor yang membuat nama Gatot menjadi tokoh fenomenal akhir-akhir ini.

Pertama, tidak seperti mantan-mantan panglima sebelumnya yang langsung meredup ketika memasuki pensiun. Gatot sebaliknya memiliki passion yang kuat untuk terjun di dunia politik sejak hari pertama masa pensiunnya. Gatot secara terbuka menyatakan dirinya memiliki hak untuk memilih dan dipilih.

"Secara personal Gatot Nurmantyo punya ambisi politik untuk maju sebagai capres atau cawapres," kata Ari.

Kedua, peluang politik. Menurut Ari, tak bisa dipungkiri saat ini ada kerinduan di tengah masyarakat pada terciptanya stabilitas politik dan keamanan yang kondusif. Sejak awal masa Pemerintahan Presiden Joko Widodo, masyarakat disesaki berbagai kegaduhan politik.

Nama Gatot mulai ramai dibicarakan sejak kemunculannya dengan kopiah putih saat mengamankan aksi protes terhadap mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama pada 2 Desember 2016 yang dikenal dengan sebutan Aksi 212. Pilihan Gatot mengenakan kopiah putih saat itu menjadi perbincangan di media. Pasalnya, warna putih saat itu identik dengan atribut peserta aksi. Sementara itu, rombongan Presiden Joko Widodo beserta Wakil Presiden Jusuf Kalla justru mengenakan peci hitam. Dalam rombongan tersebut, hanya Gatot selaku pejabat negara yang mengenakan kopiah putih, yang juga banyak dikenakan peserta aksi.

"Memang di publik ada kerinduan pada terciptanya 'stabilitas politik' dan keamanan yang kondusif. Masa pemerintahan Jokowi sejak awal disesaki kegaduhan politik yang seakan tanpa henti. Sosok Gatot muncul sebagai mantan panglima TNI dengan branding politik 'dekat dgn kelompok Islam' dan punya asosiasi dengan 'Islam politik'," tuturnya. "Fakta ini menjanjikan untuk peluang Gatot," kata Ari sebagaimana dilansir kompas.com (4/42018).

Faktor lain, lanjut Ari, Gatot dinilai memiliki sumber daya finansial politik yang kuat. Gatot diketahui dekat dengan sejumlah petinggi partai politik. Mantan Kepala Staf TNI AD itu juga mengaku pernah bertemu Prabowo dan ditawari bergabung dengan Gerindra. Namun permintaan itu ditolak sebab ia masih aktif sebagai prajurit TNI.

"Gatot punya support finansial politik yang kuat dan kabarnya sudah menawarkan diri ke Partai Gerindra," ujar Ari.

Keuntungan

Secara terpisah, peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes menilai jabatan sebelumnya sebagai Panglima TNI juga memberikan keuntungan secara politik bagi Gatot. Arya berpendapat Gatot memiliki kekuatan politik yang kuat saat menjabat panglima TNI.

"Ya dia kan pernah menjadi panglima TNI. Sebagai panglima TNI pasti memiliki kekuatan politik yang kuat," ujar Arya.

Persoalannya saat ini, lanjut Arya, bagaimana upaya Gatot untuk mendekati atau menarik perhatian partai. Jika tak berhasil, besar kemungkinan Gatot tak memiliki peluang menjadi capres ataupun cawapres di Pilpres 2019.

"Kalau dia tidak mampu menarik atau mendekati satu partai, saya kira peluangnya di dunia politik akan tertutup. Sekarang kalau dia (Gatot) ke Prabowo bagaimana caranya meyakinkam Gerindra dan PKS. Kalau ke Jokowi bagaimana dia meyakinkan parpol pendukung. Kalau ia tidak mampu meyakinkan ya susah juga," kata Arya.

--- Simon Leya

Komentar