Breaking News

HUKUM Kasus Korupsi NTT Fair, KOMPAK Indonesia: Hukum Tak Boleh Pandang Bulu 16 Jun 2019 12:51

Article image
Peembangunan gedung NTT Fair yang berbuntut Tindak Pidana Korupsi. (Foto: Ist.)
Maka, penegakan hukum tak boleh pandang bulu. Semua sama di mata hukum dengan tetap menjunjung tinggi asas keadilan.

JAKARTA, IndonesiaSatu.co-- Kepala Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur (Kejati NTT), Febrie Ardiansyah, melalui Kepala Seksi Penyidikan (Kasi Dik), Wijaya, Senin (10/6/19) telah menetapkan enam orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pembangunan gedung NTT Fair di Kupang.

Wijaya menyebut, keenam orang yang ditetapkan tersangka yakni YA, DT, HP, LL, BY dan FP.

Dijelaskan, masing-masing dari enam tersangka tersebut, DT merupakan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan YA selaku Pengguna Anggaran (PA). Sedangkan HP dan LL sebagai Kontraktor. Sedangkan BY dan FB sebagai Konsultan Pengawas.

Menyikapi perkembangan kasus tersebut, Ketua Koalisi Masyarakat Pemberantasan Korupsi (KOMPAK) Indonesia, Gabriel Goa dalam rilis yang diterima IndonesiaSatu.co, Sabtu (15/6/2019), menyatakan profisiat atas kinerja penegak hukum beserta tuntutan sikap.

"Proficiat atas penegakan hukum Tindak Pidana Korupsi yang terus berkomitmen mengungkap kasus korupsi proyek pembabgunan gedung NTT Fair dan Monumen Pancasila," ungkap Gabriel mengapresiasi.

Meski demikian, kata Gabriel, status hukum penetapan tersangka harus dijadikan justice collaborator guna mengungkap pejabat tinggi dan pimpinan lembaga yang notabene memiliki wewenang terhadap kebijakan pembangunan bermasalah tersebut.

"Kami berkomitmen untuk mendukung upaya penegakan hukum dan mengawal ketat proses hukum di tingkat Kejati NTT, sehingga tidak hanya selesai dengan status hukum tersangka terhadap PPK, pengawas proyek maupun Pengusaha (kontraktor). Sebab, diduga kuat kasus ini juga menyeret pejabat tinggi (pimpinan) dan lembaga DPRD NTT," singgung Gabriel.

Ia menerangkan, berdasarkan fakta pendampingan KOMPAK Indonesia dan KPK RI dalam menangani kasus korupsi, ditemukan bahwa PPK, Pengawas Proyek, Kadis dan Pengusaha, selalu dijadikan korban hukum dan "sapi perahan."

"Maka, penegakan hukum tak boleh pandang bulu. Semua sama di mata hukum dengan tetap menjunjung tinggi asas keadilan. Tentu ada pejabat tinggi dan pimpinan lembaga yang memiliki wewenang terhadap setiap kebijakan pembangunan. Publik tentu menantikan kinerja penegak hukum (kejati) dalam mengungkap tuntas dan menetapkan status hukum terhadap para koruptor, bahkan hinggga vonis hukuman sesuai UU Tipikor," tegas Gabriel.

Gabriel juga mengharapkan agar kasus tersebut harus menjadi atensi serius berbagai pihak karena menyangkut martabat hukum di wilayah NTT.

"Kami mengharapkan agar lembaga KPK RI, lembaga Agama, segenap elemen penggiat Anti Korupsi, insan pers, serta publik NTT untuk mengawal ketat penanganan perkara-perkara Tindak Pidana Korupsi di NTT baik yang ditangani pihak Kejaksaan maupun Kepolisian. Jangan lagi 'petieskan' kasus-kasus hukum apalagi soal korupai di wilayah hukum NTT," pungkas Gabriel.

 

--- Guche Montero

Komentar