Breaking News

OPINI Kekerasan, Legacy Kepemimpinan VBL 03 Dec 2021 09:36

Article image
Konsistensi pada tugas konstitusional seorang Gubernur, bebas KKN, akselerasi perubahan dan pembangunan NTT, merupakan antitesis dari kekerasan verbal yang diungkapkan.

Oleh: Drs. GF Didinong Say*

 

Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), Viktor Bungtilu Laiskodat (VBL) dalam sebuah acara kampanye Pemilihan Gubernus (Pilgub) di Maumere, Kabupaten Sikka pada tahun 2018 lalu, dengan berapi-api mengatakan bahwa ia ingin dikenang sebagai pemimpin yang berbudi luhur. Ini konten orasi yang sungguh cerdas sekaligus mampu menembus barikade psikologis masyarakat.

Harapan sekaligus itikad transformatif VBL ini ternyata mendapat simpati luar biasa dari masyarakat, terutama di antara kalangan yang mengenal latar belakang kehidupan VBL sebelumnya. Apalagi pasangan Viktor Laiskodat-Josef Nae Soi (Paket Viktory-Joss) kala itu maju dengan logistik berlimpah, artis-artis top ibukota, sejumlah janji bombastis sertap dukungan Gereja.

Masyarakat di masa proses pilgub NTT tersebut terpukau memandang paket Viktory-Joss itu. Bak "messiah" pembawa perubahan dan peningkatan kesejahteraan.

Provinsi NTT adalah sebuah wilayah yang kerap dinilai sarat dengan kekerasan. Alam yang keras, rawan bencana, sebagian besar wilayah tandus tak terjamah, melahirkan manusia hitam, keriting, membentuk komunitas berkultur keras.

Secara teologis dan biblis, masyarakat di wilayah yang mayoritas Kristiani ini juga sesungguhnya akrab dengan ajaran kekerasan. Tuhan dalam kitab Perjanjian Lama adalah juga Sang Hakim yang kejam dan pencemburu kepada umat pilihan yang tegar tengkuk. Yesus mengobrak-abrik lapak pedagang merpati di serambi Bait Allah, merupakan sebuah bukti kekerasan. Walau pada akhirnya Yesus memilih opsi antitesis nilai kepemimpinan dan kekuasaan dalam pelayanan dan pengorbanan sehebat-hebatnya sebagai ekspresi cinta dan penyelamatan kepada umat-Nya.

Legacy Pemimpin

Legacy seorang pemimpin itu berhubungan dengan persepsi atau kristalisasi nilai dalam memori kolektif rakyat tentang sikap (perilaku), tutur kata kebijakan, didukung berbagai pencapaian signifikan sang pemimpin dalam proses perubahan dan pembangunan.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) misalnya, kelak akan dikenang rakyat dari Sabang-Merauke karena begitu banyak hal seperti blusukan, bebas korup, sederhana dan bijak, infrastruktur, akselerasi pembangunan Indonesia Timur, Ibukota negara yang baru, dikagumi pemimpin dunia, demokratis, mampu meredam radikalisme, dan lain sebagainya.

Bagaimana dengan legacy gubernur VBL sejauh ini bila dikonfrontir dengan pernyataannya sendiri di awal tulisan ini?

Sejumlah catatan kekerasan verbal VBL terhadap rakyat NTT selama berkuasa, terserak digital. Yang terakhir umpatan "monyet" di Sumba Timur dalam sebuah video perdebatan yang tersebar luas di media sosial.

Hemat Penulis, gaya kepemimpinan VBL ini walau nampak bertentangan dengan itikad transformatif yang pernah ia ungkapkan di Maumere saat kampanye Pilgub lalu, namun masih bersifat opsional.

Memang betul bahwa kekerasan verbal yang ia tunjukkan tersebut bersesuaian dengan karakter, situasi dan kondisi. Betul bahwa VBL terkenal temperamental. Tetapi justru berdasarkan atas pengamatan kepribadian itu pula, publik masih berharap bahwa pada akhirnya VBL akan mampu melayani dan berkorban dengan sebaik-baiknya bagi rakyat NTT.

Konsistensi pada tugas konstitusional seorang Gubernur, bebas KKN, akselerasi perubahan dan pembangunan NTT, merupakan antitesis dari kekerasan verbal yang diungkapkan.

* Penulis adalah pengamat sosial politik budaya, tinggal di Jakarta.

--- Guche Montero

Komentar