Breaking News

REGIONAL Kemenakertrans RI Gelar Pelatihan Tata Kelola Perlindungan Pekerja Migran di Sikka 14 Dec 2018 14:21

Article image
Peserta pelatihan tata kelola perlindungan pekerja migran Indonesia yang dilaksanakan Kemenakertrans RI di Maumere. (Foto: Ebed de Rosary)
“Dengan komitmen dan tanggung jawab bersama dalam merealisasikan amanat UU ini, maka ada peningkatan jaminan terhadap hak pekerja migran Indonesia,” kata Yuli Adi.

MAUMERE, IndonesiaSatu.co-- Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) RI sangat  mendukung program yang dicanangkan oleh pemerintah tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia sesuai amanat UU Nomor 18 Tahun 2017.

Hal itu diwujudkan dengan menggelar sosialisasikan dan pelatihan Tata Kelola Perlindungan Pekerja MIgran Indonesia bertemoat di Maumere, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT), Rabu (12/12/18).

Kepala Sub Direktorat Perlindungan TKI Kemenakertrans, Yuli Adi Ratna mengatakan bahwa pemerintah Desa atau Kelurahan sangat berperan penting dalam memberikan informasi yang benar terkait perlindungan dan segala persyaratan, untuk menjadi pekerja migran sesuai ketentuan UU tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Menurutnya, spirit UU bertujuan untuk mendekatkan pelayanan serta memberikan tanggung jawab dan mandat kepada pemerintah desa dan daerah.

“Pemerintah Desa atau Kelurahan mempunyai peran dalam memberikan perlindungan dan informasi terkait pekerja migran yang diberikan oleh pemerintah kabupaten melalui dinas tenaga kerja dan badan-badan yang terotorisasi,” kata Yuli seperti dilansir cendananews.com

Ia menilai, melalui spirit yang sama akan semakin mendorong kinerja dan komitmen para aparat desa dan stakeholders terkait  tentang isi Undang-Undang No.18/2017.

“Dengan komitmen dan tanggung jawab bersama dalam merealisasikan amanat UU ini, maka ada peningkatan jaminan terhadap hak pekerja migran Indonesia,” terangnya.

Ia menegaskan bahwa Kemenakertrans sangat mendukung adanya program-program pemerintah daerah untuk bekerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan sehingga hak pekerja migran lebih terjamin dan terlindungi.

“Provinsi NTT sebagai salah satu daerah dengan jumlah buruh migrannya sangat banyak, harus diperbaiki dari sisi prosedur kerja ke luar negeri. Kita harus lengkapi dokumen dan memudahkan pelayanan sesuai peraturan perudang-undangan yang berlaku. Selain itu, kita dapat memberikan hal baru dalam proses perlindungan kepada pekerja migran,” ungkapnya.

Yuli berpandangan bahwa setiap pekerja migran dari NTT termasuk Kabupaten Sikka, memiliki potensi dan harus diberikan pelatihan khusus.

“Bila hendak ke luar negeri, setiap pekerja harus dibekali dengan SDM dan keterampilan agar dapat melindungi dirinya sendiri dan dapat bersaing di dunia kerja dengan potensi yang baik. Di Kabupaten Sikka, pekerja migran cukup banyak. Hal itu menjadi ‘Pekerjaan Rumah’ bagi Kemenakertrans untuk bisa bekerja sama dengan lembaga terkait, seperti pihak swasta, CSO, ILO. Ini bisa memperbaiki dan memberikan layanan terbaik, agar para pekerja kita memiliki dapat bersaing dan dijamin dengan dokumen yang resmi,” imbuhnya.

Yuli menambahkan bahwa pemerintah dan seluruh elemen terkait harus menyiapkan sarana yang ada, juga jaminan yang layak bagi para calon pekerja migrant sehingga memberikan rasa aman saat berada dan bekerja di luar negeri.

“Solusi yang di tawarkan saat ini yakni Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA). Ini menjadi salah satu kunci penting untuk kemudahan layanan supaya terpadu dalam dalam satu tempat. Ini juga dapat memudahkan para pekerja migran untuk mengurus kelengkapan dokumen. Jadi, LTSA  menjadi kunci penting dalam proses perlindungan pekerja migran Indonesia. Apalagi, di NTT dan kabupaten Sikka cukup banyak pekerja migrannya,” tandasnya.

Sementara Sinthia Harkrisnowo dari International Labour Organization (ILO), menyebutkan bahwa NTT termasuk dalam kategori darurat perdagangan manusia (human trafficking). Menurutnya, hali itu bukan hanya menjadi perhatian dari CSO, tetapi harus mendapat perhatian lebih dari pemerintah pusat, termasuk lembaga-lembaga internasianal, seperti ILO dan International Organization for Migration (IOM).

“Provinsi NTT juga akan dijadikan pilot programm untuk perlindungan terhadap pekerja migran, baik yang prosedural maupun  nonprosedural. Ini penting, karena berkaitan dengan manusia. Orang akan bepergian ke luar negeri untuk mencari nafkah, karena tidak memperoleh pekerjaan di NTT. Ini menjadi tantangan bagi pemerintah provinsi NTT dalam memperbaiki penyediaan lapangan kerja, serta jaminan perlindungan yang resmi terhadap para pekerja migran,” tutupya.

Hadir dalam pelatihan tersebut, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Dinas Sosial dan Kesehatan Kabupaten Sikka, LSM, para Kepala Desa, serta undangan.

--- Guche Montero

Komentar