Breaking News

REGIONAL Ketua DPD PSI Bogor Kecam Tindakan Intoleransi Bupati Bogor 12 Feb 2020 13:14

Article image
Ketua DPD PSI Kota Bogor dan Advokat Peradi, Sugeng Teguh Santoso. (Foto: Dok. STS)
"Mendesak Bupati Bogor untuk menarik dan mencabut kembali Surat Pelarangan kegiatan JAI tersebut yang bukan kewenangannya," desak Sugeng.

BOGOR, IndonesiaSatu.co-- Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Bogor, Sugeng Teguh Santoso mengeluarkan siaran pers terkait larangan kegiatan Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) di Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Sugeng menyebutkan bahwa kegiatan keagamaan JAI secara konstitusi dilindungi UU dan bahkan juga tidak bertentangan dengan SKB Menteri nomor 3 Tahun 2008.

Dalam siaran pers tersebut dijelaskan bahwa melalui suratnya Nomor 450/721 tertanggal 27 Januari 2020, Bupati Bogor, Hj. Ade Munawaroh Yasin melakukan pelarangan kegiatan Jemaat Ahmadiyah di wilayah Bogor.

Bahwa pada bagian menimbang SKB Menteri Nomor 3 Tahun 2008 menyebutkan bahwa hak beragama adalah Hak Asasi Manusia (HAM) yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. Karena setiap orang bebas untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu, negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu.

Bahwa dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib menghormati hak asasi orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan Undang-undang. Sehingga masyarakat diwajibkan untuk menjaga dan memelihara kerukunan umat beragama dalam menciptakan ketenteraman dan ketertiban kehidupan bermasyarakat demi terwujudnya persatuan dan kesatuan nasional.

Bagian keempat SKB juga memberikan perlindungan secara tegas kepada JAI yakni dengan memberi peringatan dan memerintahkan kepada warga masyarakat untuk menjaga dan memelihara kerukunan umat beragama serta ketenteraman dan ketertiban kehidupan bermasyarakat dengan tidak melakukan perbuatan dan/atau tindakan melawan hukum terhadap penganut, anggota, dan/atau anggota pengurus JAI.

Sugeng menilai, justru perbuatan dan tindakan Bupati Bogor dengan menerbitkan Surat Pelarangan tersebut adalah tindakan yang intoleran yang tidak memelihara kerukunan umat beragama serta ketentraman masyarakat di desa Kemang.

"Secara sosiologis, di kecamatan Kemang masyarakat sudah hidup rukun dan saling menghargai perbedaan sebagaimana disampaikan Kyai Ahmad Suhadi, Ketua Forum Kebangsaan Bogor Raya (FKBR) melalui keterangan resminya yang dikirim ke awak media pada Minggu (9/2/20) seperti dilansir chronosdaily.com.

Advokat Peradi ini beralasan, melalui pelarangan tersebut, Bupati Bogor telah melanggar Hak Konstitusi Warga Negara Republik Indonesia dalam pasal Pasal 28 E ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.

"Bahwa tindakan Bupati Bogor tersebut bertentangan dengan kewajibannya untuk memastikan terpenuhinya kebebasan beragama dan berkeyakinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 UUD1945 jo pasal 22 UU HAM yaitu Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu,” sorot Sugeng.

Sekjend DPN Peradi ini juga menilai Bupati Bogor telah melakukan perbutan melawan hukum.

"Dengan melakukan pelarangan dan menghalangi warga negara Indonesia untuk beribadah, secara hukum hal itu bertentangan dengan Pasal 4 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM yang berbunyi: hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut, adalah Hak Asasi Manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun,” tegasnya.

Menurut Sugeng, konsideran dari Surat Pelarangan oleh Bupati Bogor tersebut pada nomor 4 dan 5 yang dirujuk adalah konsideran yang ngawur karena menabrak dan bertentangan dengan SKB Menteri tentang JAI serta ketentuan di dalam Konstitusi dan juga UU HAM. Sedangkan konsideran nomor 6 tidak mempunyai kekuatan mengikat karena dibuat dalam kondisi tekanan, ancaman dan pengrusakan, sehingga menjadi tidak sah.

Selain itu, kata Sugeng, hal ini adalah sehubungan dengan pengaturan bidang keagamaan yang merujuk pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat 1 UU Nomor 23 Tahun 2014, merupakan urusan pemerintah absolut yang berdasarkan ketentuan pasal 9 ayat 2 menjadi kewenangan dari Pemerintah Pusat, bukan kewenangan dari Pemerintah Provinsi atau Kabupaten atau Kota.

"Dengan demikian, Bupati Bogor tidak memiliki kewenangan untuk menerbitkan Surat Pelarangan tersebut," kecam Sugeng.

Bupati Bogor, kata Sugeng, telah bertindak intoleran, di mana dengan mengeluarkan Surat Pelarangan tersebut tidak terdapat alasan sosiologis, karena tokoh-tokoh agama dan pemuka agama di Kemang tidak mempermasalahkan JAI.

"Justru Surat Pelarangan Bupati Bogor yang memicu konflik horizontal. Dan jika terjadi konflik horizontal, maka Bupati Bogorlah yang harus dimintai pertanggungjawaban," katanya.

Pernyataan Sikap

Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, maka DPD PSI Kota Bogor menyatakan sikap sebagai berikut;

Pertama, mengecam keras perbuatan Bupati Bogor yang menerbitkan Surat Pelarangan kegiatan JAI, karena perbuatan tersebut adalah pelanggaran Konstitusi dan perbuatan pelanggaran HAM, juga bertentangan dengan SKB nomor 3 Tahun 2008.

Kedua, bahwa hak dan kebebasan beragama serta berkeyakinan tidak dapat direduksi dengan sekedar Surat Pelarangan Bupati Bogor tersebut yang hanya menambah deretan kegagalan pemerintah dalam melindungi kebebasan beragama dan kerkeyakinan.

Ketiga, bahwa kebebasan beragama dan berkeyakinan tidak dapat dikurangi dalam kondisi apapun, karena hak tersebut masuk ke dalam Non Derogable Rights, yang mana hal tersebut dianut dan diakui dalam UUD 1945 Pasal 281 yang menyebutkan bahwa Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum.

Keempat, mendesak Bupati Bogor untuk menarik dan mencabut kembali Surat Pelarangan kegiatan JAI tersebut yang bukan kewenangannya.

--- Guche Montero

Komentar