Breaking News

HUKUM KPK Apresiasi Jokowi Keluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 2018 10 Oct 2018 07:28

Article image
Kabiro Humas KPK Febri Diansyah. (Foto: Ist)
Pelapor informasi dugaan korupsi kepada penegak hukum bakal diberikan penghargaan dalam bentuk piagam serta mendapatkan premi yang besarannya maksimal Rp 200 juta.

JAKARTA, IndonesiaSatu.co -- Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 2018. Aturan itu memuat tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat dan pemberian penghargaan dalam pencegahan serta pemberantasan tindak pidana korupsi.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengapresiasi PP tersebut yang salah satunya menegaskan bahwa pelapor informasi dugaan korupsi kepada penegak hukum bakal diberikan penghargaan dalam bentuk piagam serta mendapatkan premi yang besarannya maksimal Rp 200 juta.

“Saya kira positif kalau memang ada peningkatkan kompensasi terhadap pelapor," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah di Gedung KPK Jakarta, Selasa (9/10/2018) malam.

Febri mengatakan meski belum membaca secara lengkap peraturan tersebut, lembaganya berharap kehadiran PP tersebut menjadi salah satu upaya untuk memperkuat pemberantasan korupsi di Indonesia. Ia berharap masyarakat semakin banyak melaporkan kasus korupsi. 

“Ketika kasus korupsi itu dilaporkan tentu saja artinya pengawasan di sekitar lingkungan pelapor tersebut daerah itu akan lebih maksimal nantinya,” ujarnya.  

Febri menambahkan, KPK sejak awal terlibat dalam proses penyusunan aturan ini. Ia mengatakan, prinsip dasarnya, KPK sangat mendukung agar setiap pelapor dugaan korupsi  mendapat penghargaan yang patut dari segi jumlah maupun cara pemberian penghargaan. 

Ia menjelaskan tata cara pemberian penghargaan, misalnya, tidak dilakukan dengan terbuka, melainkan memperhatikan aspek-aspek perlindungan terhadap pelapor tersebut.

“Patut dari segi jumlah dan segi cara sebagai penghargaan bagi para pelapor,” katanya.  

Di sisi lain, KPK mengingatkan masih terdapat sejumlah pekerjaan rumah untuk memaksimalkan upaya pemberantasan korupsi. Salah satunya terkait perlindungan pelapor, saksi dan ahli. 

Dalam hal perlindungan ahli, Febri mencontohkan, gugatan yang dilayangkan untuk ahli perhitungan kerugian lingkungan, Basuki Wasis. Basuki merupakan saksi ahli yang menghitung kerugian negara Rp 2,7 triliun akibat kegiatan pertambangan nikel yang dilakukan PT Anugrah Harisma Barakah (AHB) di Pulau Kabaena, Sulawesi Tenggara.

Ia mengatakan Basuki  digugat perdata sebesar Rp 1 triliun oleh mantan gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam di Pengadilan Negeri Cibinong.

"Ini tentu berisiko menimbulkan rasa takut kepada ahli yang sedang didugat sekarang di PN Cibinong,” paparnya.

Pada kasus itu, ia mengatakan, KPK juga akhirnya memutuskan untuk ikut mengajukan gugatan sebagai pihak ketiga yang kepentingannya terganggu.

“Nah kami harap pengadilan juga punya concern yang sama untuk perlindungan pelapor, saksi, dan ahli tersebut agar pemberantasan korupsi lebih maksimal," ujar Febri.

PP tersebut tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 17 dalam PP Nomor 43 Tahun 2018 itu mengamanatkan sejumlah hal.

Pertama bahwa dalam hal penilaian sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 disepakati untuk memberikan penghargaan berupa premi. Besaran premi diberikan sebesar 2 persen dari jumlah kerugian keuangan negara yang dapat dikembalikan kepada negara.

Kedua, besaran premi yang diberikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling banyak Rp 200 juta. Ketiga, dalam hal tindak pidana korupsi berupa suap, besaran premi diberikan sebesar dua persen dari nilai uang suap dan/atau uang dari hasil lelang barang rampasan.

Keempat, besaran premi yang diberikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling banyak Rp 10 juta. 

--- Redem Kono

Komentar