Breaking News

HUKUM Kuasa Hukum Minta Polri dan Menaker Beri Perlindungan Hukum bagi Buruh asal NTT yang Dizolimi Dua PT di Kaltim 21 Jan 2020 09:20

Article image
Ratusan karyawan asal NTT pada perusahaan perkebunan kelapa sawit di Kaltim saat melakukan aksi mogok kerja menuntut hak-hak mereka. (Foto: Timordaily.com)
"Negara wajib melindungi dan menjamin hak setiap warga negara termasuk hak-hak para karyawan asal NTT. Hentikan diskriminasi dan kesewenang-wenangan terhadap hak para karyawan. Negara wajib hadir dalam memberi jaminan hak serta perlindungan hukum," tanda

JAKARTA, IndonesiaSatu.co-- Kuasa Hukum, Petrus Selestinus meminta Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dan Menteri Tenaga Kerja (Menaker) RI harus memberi perlindungan hukum kepada para buruh asal Nusa Tenggara Timur (NTT) yang dizolimi oleh PT. Triputra Argo Persada dan PT. Yudha Wahana Abadi di Kalimantan Timur (Kaltim).

Dalam rilisnya kepada media ini, Senin (20/1/20), Petrus menerangkan bahwa sekitar 780 karyawan PT. Yudha Wahana Abadi, asal NTT, pada saat ini melakukan mogok kerja secara massal guna menuntut hak-hak mereka karena sebagian besar tidak dibayarkan oleh

PT. Yudha Wahana Abadi, sebuah Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit yang berlokasi di Desa Marapun, Kecamatan Kelay, Kabupaten Bereau, Provinsi Kaltim. Sedangkan Kantor Pusatnya berada di Menara The East, Lt. 23, Jln. Dr. Ide Gede Agung Anak Agung, Kav.12, No. 1, Kuningan Timur, Setia Budi, Jakarta Selatan.

Kronologi

Hubungan para karyawan dengan 

PT. Yudha Wahana Abadi dimulai sejak tahun 2014, selanjutnya Perkebunan Kelapa Sawit milik PT. Yudha Wahana Abadi perlahan-lahan diambil alih saham dan managemennya oleh PT. Triputra Argo Persada, tepatnya pada tanggal 31 Desember 2017. Sejak itu, PT. Triputra Argo Persada resmi mendeklarasikan dirinya sebagai satu-satunya pemilik Perkebunam Kelapa Sawit di Desa Marapun, Kelay, Bereau.

Selain manajemen berubah, hak-hak atas upah dan tunjangan karyawan, seperti upah bulanan atau harian, pelayanan kesehatan, pendidikan bagi anak-anak, jenis dan status kerja dan pekerjaan pun ikut berubah.

Perubahan tersebut lebih condong menghilangkan hak-hak atas upah bagi para karyawan sesuai dengan standar yang diatur di dalam peraturan perundang-undangan.

Permasalahan perselisihan antara para karyawan dengan PT. Triputra Argo Persada (perselisihan perburuhan) tersebut akhirnya dibawa ke Bupati Bereau, DPRD Kabupaten Bereau untuk dimediasi dan mencari penyelesaian secara damai. Namun, baik pihak Pemda dan DPRD setempat maupun pihak PT. Triputra Argo Persada hanya memberikan janji tanpa ada realisasi hingga saat ini. 

Oleh karena itu, para karyawan menggunakan hak mogoknya untuk menunjang tuntutan atas hak-hak normatif mereka yang diabaikan oleh Majikannya.

Mogok pertama dilakukan oleh para karyawan di depan Kantor PT. Triputra Argo Persada, namun ada potensi terjadi insiden horizontal dengan masyarakat lokal, di mana pihak Perusahan dan Kepolisian setempat seolah-olah membiarkan warga lokal masuk ke dalam areal Perusahaan, merusak tenda, tempat berlindung karyawan saat mogok terjadi. 

Meskipun demikian, para Karyawan masih terus membuka diri untuk melakukan dialog , dan pada tanggal 16 Januari 2020, bertempat di Pabrik Pengolahan Minyak Kelapa Sawit milik

PT. Triputra Argo Persada, sekitar 780 Karyawan dari total 1300 Karyawan 

PT. Triputra Argo Persada yang mayoritas berasal dari Maumere, Flores, NTT, melakukan mogok kerja, sehingga membuat produksi minyak Kelapa Sawit lumpuh total. 

Adapun Tuntutan Karyawan yakni

Pertama, memulihkan kembali hak-hak normatif Karyawan yang sebelumnya pernah ada ketika masih di bawah managemen PT. Yudha Wahana Abadi, namun sejak tahun 2017, ketika perusahan diambil alih oleh PT. Triputra Argo Persada, kebijakan upah dan hak-hak normatif karyawan justru dihilangkan secara sewenang-wenang.

Kedua, memastikan bahwa karyawan berada di bawah naungan 

PT. Yudha Wahana Abadi atau PT. Triputra Argo Persada, karena sejak tahun 2014 tidak ada kepastian sehingga mempengaruhi kebijakan upah buruh dan sistim kerja, yang secara jelas merugikan hak-hak normatif karyawan. 

Ketiga, status karyawan diubah secara sepihak oleh managemen PT. Triputra Argo Persada, dari semula Karyawan Harian Lepas (KHL) menjadi Karyawan Kontrak Kerja (KKK), agar dikembalikan kepada status Karyawan Tetap.

Keempat, karyawan bekerja bertahun-tahun, dengan jenis pekerjaan yang sifatnya permanen, akan tetapi tidak pernah diangkat menjadi karyawan tetap. Justru diubah menjadi Karyawan Kontrak, supaya dikembalikan sesuai dengan sistem peraturan yang berlaku.

Kelima, BPJS Kesehatan dibayar, akan tetapi ketika berobat, Karyawan harus membayar sendiri. Hal ini diminta agar diperbaki sistim BPJS dan jaminan kesehatan.

Keenam, karyawan yang sudah bekerja bertahun-tahun, namun tidak memiliki BPJS, sehingga diminta agar BPJS diberikan.

Ketujuh, cuti hamil dan melahirkan, tidak ada, Pajak dipungut, akan tetapi karyawan tidak memiliki NPWP dan pelayanan kesehatan di lokasi perusahan tidak memadai.

Atas kondisi dan tuntutan para karyawan tersebut, selaku kuasa hukum Petrus mendesak agar pihak Polri dan Menaker RI harus segera memberikan respon perlindungan hukum bagi para karyawan asal NTT dan jaminan ketenagakerjaan sebagaimana kondisi yang mereka alami dan aspirasi yang mereka utarakan.

"Negara wajib melindungi dan menjamin hak setiap warga negara termasuk hak-hak para karyawan asal NTT. Hentikan diskriminasi dan kesewenang-wenangan terhadap hak para karyawan. Negara wajib hadir dalam memberi jaminan hak serta perlindungan hukum," tandas Advokat Peradi dan Koordinator TPDI ini.

--- Guche Montero

Komentar