Breaking News

REGIONAL Larang Wartawan Liput Pembahasan Anggaran, FCW Kecam Sikap Wakil Ketua DPRD Malaka 23 Nov 2019 15:56

Article image
Koordinator Flobamora Corruption Watch (FCW) wilayah NTT, Herman Seran. (Foto: Timordaily.com)
Anggaran merupakan amanah yang diberikan warga yang harus dikelola secara benar dan transparan oleh pemerintahan daerah, yang meliputi eksekutif dan legislatif.

MALAKA, IndonesiaSatu.co-- "Flobamora Corruption Watch (FCW) menyesalkan sikap salah satu Wakil Ketua DPRD Kabupaten Malaka, yang beberapa hari lalu melarang para wartawan melakukan peliputan proses pembahasan anggaran Kabupaten Malaka Tahun 2020."

Demikian disampaikan Koordinator FCW wilayah NTT, Herman Seran kepada awak media, Jumat (22/11/19) seperti dilansir Timordaily.com.

Menurut Herman, sikap Wakil Ketua DPRD Malaka patut dicurigai sebagai tindakan pembungkaman dan pelarangan terhadap kebebasan pers dengan tidak menunjukkan adanya itikad baik dalam mendorong keterbukaan informasi terhadap kebijakan anggaran di kabupaten Malaka.

“Rendahnya itikad untuk membuka informasi anggaran kepada publik, jelas-jelas bertentangan dengan prinsip-prinsip good governance. Hal ini juga mengindikasikan belum berubahnya mindset dan perilaku legislatif daerah. Padahal seyogyanya, lembaga legislatif sebagai lembaga perwakilan rakyat adalah wadah yang tepat untuk menguji apakah kebijakan alokasi anggaran yang diajukan oleh pihak eksekutif sesuai dengan kebutuhan dan juga sumber daya yang tersedia di daerah,” sorot Herman.

Ia menjelaskan bahwa implementansi prinsip-prinsip penganggaran partisipatif (participatory budgeting) yang menempatkan warga masyarakat (kelompok, golongan, jenis kelamin, usia maupun tingkat pendidikan) untuk terlibat dalam seluruh tahapan anggaran; mulai perencanaan, pembahasan/penetapan, pelaksanaan hingga evaluasi  atau audit laporan.

“Ini merupakan pengejawantahan fungsi anggaran (budgeting) secara lebih akuntabel, karena mengikut-sertakan masyarakat termasuk insan pers dalam semua tahapan anggaran,” kata Herman.

Herman menerangkan bahwa dalam konteks pengelolaan anggaran publik baik APBN maupun APBD, terdapat tiga hak warga negara atas anggaran.

Pertama, hak politik; yaitu hak warga masyarakat untuk terlibat dalam proses anggaran dimulai dari proses perencanaan, pengesahan, implementaasi dan audit.

Kedua, hak informatif; yakni hak warga masyarakat untuk mengakses dan mengetahui dokumen publik (data dan informasi) tentang penyelenggaraan pemerintahan, termasuk di dalamnya data dan informasi tentang penyusunan dan pengelolaan anggaran.

Ketiga, hak alokatif; yaitu hak warga masyarakat (sektoral atau teritorial) untuk mendapatkan alokasi dana dari anggaran.

Dia menegaskan, hak untuk mendapatkan informasi dijamin secara lebih kuat lagi melalui Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

"Undang-Undang ini secara khusus menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik," imbuhnya.

Ia beralasan, kebijakan anggaran merupakan salah satu informasi publik yang paling penting, karena anggaran merupakan alat kebijakan pemerintah yang menyediakan pernyataan yang paling jelas tentang kebijakan prioritas dan program-program pembangunan serta skema pembiayaannya, baik antar sektoral maupun intra-sektoral.

"Anggaran daerah merupakan alokasi penerimaan dan belanja daerah yang dilaksanakan untuk tujuan menciptakan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, masyarakat berhak mengetahui profil anggaran daerah, baik dari sisi penerimaan maupun belanja," tegasnya.

Menurutnya, sebagian besar sumber penerimaan negara dan/atau berasal dari pajak dan retribusi yang dikumpulkan dari warga negara/masyarakat.

Oleh karena itu, kata dia, masyarakat berhak mengetahui bagaimana dana-dana tersebut dikelola dan untuk kegiatan apa saja dana-dana tersebut digunakan, karena pada dasarnya anggaran merupakan amanah yang diberikan warga yang harus dikelola secara benar dan transparan oleh pemerintahan daerah, yang meliputi eksekutif dan legislatif.

Sehubungan dengan itu, Flobamora Corruption Watch (FCW) menyatakan sikap sebagai berikut:

Pertama, mengecam pernyataan dan tindakan saudara Devin Ndolu, selaku salah satu Wakil Ketua DPRD Kabupaten Malaka, yang telah melarang para wartawan melakukan peliputan proses pembahasan APBD Kabupaten Malaka 2020.

Kedua, meminta Pimpinan maupun seluruh anggora DPRD Kabupaten Malaka agar tidak membatasi proses peliputan seluruh tahapan pembahasan anggaran di legislatif, hingga penetapan Perda tentang APBD Kabupaten Malaka Tahun 2020.

Ketiga, mendesak pemerintahan Kabupaten Malaka untuk menerapkan prinsip-prinsip transparansi, partisipasi dan akuntabilitas pengelolaan anggaran Kabupaten Malaka, karena sejatinya anggaran tersebut bukan milik pemerintah melainkan anggaran publik yang bersumber dari rakyat Kabupaten Malaka.

--- Guche Montero

Komentar