Breaking News

ENERGI Lima Pulau Berpotensi Tenaga Surya di NTT Layak Dikembangkan 22 Feb 2018 11:52

Article image
Ilustrasi Pembangkit Listik Tenaga Surya (Foto: Ist)
“Ini adalah peluang besar di tengah rasio elektrifikasi di NTT yang masih rendah yakni sekitar 60 persen. Kami sangat terbuka bagi investor dan akan mendukung sepenuhnya. Secara keseluruhan, hasil studi menunjukkan bahwa potensi tenaga surya di NTT layak

JAKARTA, IndonesiaSatu.co-- Hasil studi kelayakan yang dilakukan oleh Global Green Growth International (GGGI) dengan dukungan pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) pada delapan lokasi di lima pulau yakni pulau Flores, Sumba, Alor, Rote dan Timor, menunjukkan bahwa potensi tenaga surya di wilayah tersebut mencapai 21 Megawatt.

Asisten II bidang ekonomi dan pembangunan pemerintah provinsi NTT, Alexander Sena, dalam pemaparan hasil studi di Jakarta, Rabu (21/2/18) mengatakan bahwa pemanfaatan tenaga surya dapat menggantikan tenaga diesel sehingga menciptakan efisiensi. Menurutnya, dua perusahaan swasta siap mengucurkan dana hingga 20 juta Dollar AS untuk pengembangan potensi tersebut.

“Ini adalah peluang besar di tengah rasio elektrifikasi di NTT yang masih rendah yakni sekitar 60 persen. Kami sangat terbuka bagi investor dan akan mendukung sepenuhnya. Secara keseluruhan, hasil studi menunjukkan bahwa potensi tenaga surya di NTT layak dikembangkan baik dari sisi pendanaan maupun efisiensi pemakaian solar,” ungkap Alexander.

Ia menerangkan bahwa bauran energi primer pembangkit listrik di NTT, 86 persen menggunakan solar sebagai bahan bakar Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD). Sementara, tariff listrik di NTT rata-rata 17,5 sen Dollar AS per kilowatt (kWh).

“Hasil studi menunjukkan, pemakaian tenaga surya untuk listrik di NTT akan mampu menekan tariff listrik menjadi 11,2 hingga 14,9 sen Dollar AS per kWh,” terangnya.

Sementara GGGI Indonesia Representative, Marcel Silvius mengatakan, di semaping besarnya potensi tenaga surya di NTT, pengembangan tenaga surya juga menghadapi kendala terkait kondisi geografis berupa kepulauan. Menurutnya, hal itu berdampak pada membengkaknya biaya distribusi.

“Penggunaan tenaga surya untuk listrik, selain lebih ramah lingkungan, juga dapat mengurangi konsumsi solar antara 5-7 juta liter per tahun,” ujarnya.

Ia menjelaskan bahwa dua perusahaan telah membentuk usaha konsorsium untuk pengembangan potensi tenaga surya tersebut. Kedua perusahaan dimaksud yakni Engie Asia Pacific Co Ltd (Engie) dan PT Arya Watala Capital.

“Kendati ada potensi lain di NTT seperti tenaga panas bumi dan tenaga bayu, namun potensi tenaga surya lebih mudah dikembangkan. Setidaknya, perlu dana 15 hingga 20 juta Dollar AS untuk pembiayaan pengembangan potensi tenaga surya tersebut,” kata CEO PT Arya Watala Capital, Arya Witoelar.

Sementara itu, Kepala Perwakilan Engie untuk Indonesia, Johan de Saeger mengatakan, dukungan pemerintah sangat dibutuhkan. Dukungan yang diharapkan tersebut berupa insentif fiskal dan pinjaman lunak. Menurutnya, kedua jenis insentif tersebut dapat menaikkan tingkat pengembalian investasi yang dikeluarkan oleh investor.

Mengurangi emisi

Berdasarkan hasil studi, pengembangan tenaga surya untuk listrik di NTT dapat mengurangi emisi gas karbodioksida (CO2) hingga 31. 000 ton dalam setahun. Hal itu sejalan dengan penghematan konsumsi solar untuk PLTD yang dioperasikan di NTt sebanyak 5-7 juta liter per tahun.

Mengacu pada Undang-Undang nomor 16 tahun 2016 tentang Pengesahan Persetujuan Paris atas Konversi Kerangka Kerja PBB mengenai perubahan iklim, Indonesia menargetkan penurunan emisi gas CO2 sebanyak 36 juta ton pada 2018. Ada pun realisasi pengurangan emisi pada 2017 sebanyak 33,9 juta ton.

Dalam kebijakan energy nasional, kontribusi energy terbarukan dalam bauran energi nasional pada 2025 ditargetkan sedikitnya 23 persen. Hingga saat ini, kontribusi energi terbarukan masih kurang dari 10 persen.

--- Guche Montero

Komentar