Breaking News

REGIONAL Meninggal di Malaysia, TKI Asal Ende Berhasil Dipulangkan 14 Mar 2018 23:44

Article image
Jenazah TKI asal Ende yang meninggal di Malaysia berhasil dipulangkan (Foto: Dok. P4TKI Sikka)
“Bukannya melarang untuk tidak ke luar negeri (Malaysia), namun harus disertai dengan proses yang legal dan dilengkapi dengan dokumen resmi sehingga ada tanggung jawab dan mendapat jaminan sebagai pekerja. Ini soal pemahaman, kesadaran dan pelajaran berh

ENDE, IndonesiaSatu.co-- Belum genap sebulan setelah kematian Adelina Sau, Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal kecamatan Oenino, kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur (NTT) yang meninggal Malaysia, satu lagi korban TKI asal Desa Aelipo, Kecamatan Wewaria, Kabupaten Ende, Timo Marso Rafel Endai dengan nama sebenarnya Simon Marsel (38) diberitakan meninggal dunia di Ladang Terusan, Lawas Malaysia.

Jenazah Simon yang tercatat sebagai TKI yang tidak memiliki dokumen resmi (illegal) akhirnya berhasil dipulangkan dari Malaysia dan tiba di Aelipo pada Minggu, (11/3/18) untuk dimakamkan di kampung halamannya.

Koordinator Koalisi Insan Migran dan Perantauan NTT, Irminus Deni kepada awak media di Wisma Emaus Ende, Rabu (14/03/18)menjelaskan bahwa korban yang bekerja di Malaysia sejak tahun 2014 itu meninggal dunia karena sakit. Deni menerangakan bahwa karena korban berangkat ke Malaysia tidak melalui prosedur yang legal, maka guna memulangkan jenazah Simon, pihaknya berkoordinasi dengan Pemerintah daerah setempat untuk mengurus sejumlah dokumen pemulangan.

“Yang bersangkutan (korban, red) berangkat ke Malaysia tanpa ada dokumen resmi, sehingga sedikit kesulitan untuk mengurus dokumen pemulangan. Namun, setelah berkoordinasi dengan pihak pemerintah daerah setempat dan melengkapi segala dokumen, maka jenazah korban akhirnya bisa dipulangkan ke kampung halamannya di kecamatan Wewaria, Ende,” kata Irminus.

Sementara petugas P4TKI Maumere, Rafael Rada mengatakan bahwa mayoritas tenaga kerja yang meninggal di Malaysia melalui jalur illegal oleh para perekrut (calo) baik pada saat perekrutan maupun keberangkatan.

“Karena keberangakatan secara non-prosedural (illegal), maka hal itu menyebabkan para tenaga kerja tidak mendapatkan jaminan selama bekerja bahkan saat mengalami kecelakaan kerja atau bahkan meninggal dunia. Banyak kesulitan yang dialami termasuk saat mengurus dokumen pemulangan. Untuk mengurus dokumen pemulangan jenazah Simon, dibutuhkan waktu yang cukup lama karena tidak mengantongi dokumen resmi dari pemerintah. Mayoritas korban yang meninggal di Malaysia tidak memiliki dokumen resmi,” bebernya.

Rafael menegaskan bahwa dengan banyaknya korban TKI yang tidak memiliki dokumen resmi (illegal), pihaknya berharap agar pemerintah daerah dan berbagai elemen terkait untuk ikut mengawasi setiap calon tenaga kerja termasuk aktivitas para perekrut (calo) sehingga dapat dicegah bahkan dapat dilaporkan kepada pihak yang berwenang.

“Bukannya melarang untuk tidak ke luar negeri (Malaysia), namun harus disertai dengan proses yang legal dan dilengkapi dengan dokumen resmi sehingga ada tanggung jawab dan mendapat jaminan sebagai pekerja. Ini soal pemahaman, kesadaran dan pelajaran berharga bagi setiap calon tenaga kerja agar tidak menempuh jalur illegal melalui para calo atau perusahaan yang juga tidak bertanggung jawab,” tandasnya.

Menanggapi peristiwa ini, tokoh muda kecamatan Wewaria, Dion Rangga kepada media ini mengharapkan agar ada upaya pencegahan konkrit dari pemerintah desa, kecamatan, tokoh adat, pemuka agama dan elemen masyarakat serta para penegak hukum untuk bersama-sama mengawasi aktivitas perekrutan dan pengiriman calon tenaga kerja yang dilakukan secara illegal.

“Ini harus menjadi gerakan bersama semua elemen. Jika calon tenaga tidak mengantongi dokumen resmi, maka hal itu perlu ditindak tegas untuk kepentingan bersama. Ini soal dampak sosial yang ditimbulkan dan bukan hanya dianggap sebagai urusan personal melalui jaminan uang ‘sirih pinang’ oleh para calo. Harus ada upaya pencegahan konkrit mulai dari desa bahkan dari rumah ke rumah,” tandas Dion yang mengaku perlu ada peraturan desa (perdes) terkait hal ini.

--- Guche Montero

Komentar