Breaking News

NASIONAL Menteri ATR/BPN: 13,8 Juta Bidang Tanah Telah Bersertifikat 19 Oct 2018 10:36

Article image
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Sofyan Djalil (Foto: Ist)
“Undang-Undang pengadaan tanah bagi kepentingan umum dan berbagai langkah inovatif dan strategis lainnya telah memperlancar pembangunan jalan tol, bandara, bendungan, embung dan infrastruktur lainnya seperti pembangunan tiga runway untuk Bandara Internas

 

JAKARTA, IndonesiaSatu.co-- Selama empat tahun kinerja pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla, telah melegalisasi 13,8 juta bidang tanah atau tepatnya 13.792.6875 bidang tanah di seluruh Indonesia.

Menteri Agraria dan Tata Ruang dan Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Sofyan Djalil menuturkan bahwa pada tahun ini tanah yang sudah bersertifikat hingga Oktober seluas 6.192.875 bidang dari target total 7 juta bidang.

"Sementara selama tiga tahun terakhir seluas 7,6 juta bidang. Jadi dalam empat tahun terakhir sudah 13,8 juta bidang. Tahun depan kami targetkan 9 juta bidang. Sampai akhir pemerintahan Jokowi bakal seluas 23 juta bidang yang bersertifikat," jelas Sofyan di Jakarta, Kamis (18/10/18) seperti dilansir Kompas.com.

Menteri Sofyan menerangkan bahwa secara keseluruhan, tanah yang tercatat di BPN seluas 126 juta bidang. Dari total itu, yang sudah legal hingga akhir Oktober 2018 seluas 57.192.875 bidang.

"Tahun 2018 ini target 7 juta bidang. Ini berarti masih ada 68 juta bidang lagi yang harus disertifikasi. Ini yang akan kami kejar, mudah-mudahan bisa selesai sampai 2025. Sertifikasi lahan merupakan salah satu komitmen Pemerintah dalam menata persoalan agrarian,” terangnya.

Meski demikian, sertifikat tanah selama ini dinilai masyarakat sulit, lama, dan mahal untuk mendapatkannya. Oleh karena itu, Pemerintah melakukan percepatan sertipikasi tanah di seluruh Indonesia melalui Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).

Keseriusan pemerintah melaksanaan penataan agraria ditegaskan dengan ditandatanginya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 86 tahun 2018 tentang Reforma Agraria pada 24 September 2018 lalu. Terbitnya peraturan ini merupakan wujud Pemerintah untuk menjamin pemerataan struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah.

Menurutnya, reforma Agraria dimaknai sebagai penataan aset (asset reform) dan penataan akses (access reform). Penataan aset dalam hal ini adalah pada pemberian tanda bukti kepemilikan atas tanahnya (sertifikasi hak atas tanah). Sedangkan penataan akses adalah penyediaan dukungan atau sarana-prasarana dalam bentuk penyediaan infrastruktur, dukungan pasar, permodalan, teknologi, dan pendampingan lainnya sehingga subyek Reforma Agraria dapat mengembangkan kapasitasnya.

“Selama ini ada masyarakat yang tinggal di daerah kampung, tapi tidak bisa diberikan hak apa pun karena masih dalam kawasan hutan. Presiden memerintahkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk mengeluarkan dari Kawasan hutan. KLHK telah memberikan kepada Kementerian ATR/BPN lebih dari 994.000 hektar kawasan hutan untuk bisa diberikan kepada masyarakat. Kemudian untuk tanah terlantar dan transmigrasi yang selama ini belum bersertifikat akan disertifikatkan, dan hak guna usaha (HGU) yang ditelantarkan kita ambil alih dan dibagikan kepada masyarakat,” papar Sofyan.

Sementara Direktur Jenderal Penataan Agraria Kementerian ATR/BPN, M Ikhsan menambahkan bahwa lahirnya Perpres Nomor 88 Tahun 2017 Tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan, sejalan dengan pelepasan 994.000 hektar Kawasan hutan yang nantinya akan dilakukan redistribusi tanah.

"Di lapangan sedang dilakukan inventarisasi. Ini harus jelas jangan sampai dimanfaatkan lagi oleh orang-orang tertentu sehingga harus benar-benar profesional dan selektif terhadap subjek Reforma Agraria yang memang diperuntukkan untuk masyarakat kurang mampu,” kata Ikhsan.

Hal lain yang tidak kalah penting selain mendaftarkan bidang tanah di seluruh Indonesia dan melaksanakan agenda reforma agraria, Kementerian ATR/BPN tetap mengutamakan pelayanan publik, termasuk menyelesaikan sengketa tanah. Saat ini, sedang disiapkan Rancangan Undang-Undang pertanahan untuk mencegah sengketa di masa yang akan datang.

“Kalau anda punya sertifikat, maka negara akan menjamin sertifikat ini. Tidak akan mungkin lagi sertifikat ini diganggu gugat, jika diganggu gugat dan ternyata salah maka negara yang akan bayar. Itu akan kita masukan ke dalam undang-undang pertanahan tersebut,” tambah Sofyan.

Menurutnya, keberhasilan pembangunan infrastruktur juga tidak terlepas dari pengadaan dan sertifikasi tanah.

“Undang-Undang pengadaan tanah bagi kepentingan umum dan berbagai langkah inovatif dan strategis lainnya telah memperlancar pembangunan jalan tol, bandara, bendungan, embung dan infrastruktur lainnya seperti pembangunan tiga runway untuk Bandara Internasional Soekarno Hatta,” tutupnya.

--- Guche Montero

Komentar