Breaking News

HUKUM Migrant CARE dan PADMA Indonesia Desak Perlindungan Pekerja Migran dan Korban TPPO oleh Perusahaan IClean Services di Malaysia 19 Feb 2020 10:58

Article image
Pertemuan Konsolidasi Advokasi lintas elemen terkait TPPO di Indonesia. (Foto: GS)
"Seharusnya, KBRI Kuala Lumpur mengupayakan mereka untuk diberikan bantuan hukum yang maksimal dengan memindahkan mereka dari Tahanan Imigrasi ke Shelter KBRI Kuala Lumpur," tulis Migrant CARE.

JAKARTA, IndonesiaSatu.co-- Sebanyak 8 Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang diduga menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) oleh Perusahaan IClean Services Sdn Bhd di Malaysia, akhirnya dipulangkan pada 13 Februari 2020 pukul 19.25 waktu setempat.

Pemulangan paksa (deportasi) dilakukan setelah sekitar satu bulan para pekerja ditahan di Tahanan Imigrasi Semenyih Malaysia.

Demikian keterangan itu dibeberkan oleh Migrant Care Indonesia melalui keterangan pers dan sumber berita migrantcare.net.

Dijelaskan, sebelum ditahan, 4 di antara 8 PMI tersebut telah melapor ke KBRI Kuala Lumpur pada 11 dan 17 November 2019. Kemudian upaya mediasi dilaksanakan pada 20 November 2019 antara 2 PMI dan pihak Perusahaan Iclean Services yang difasilitasi oleh KBRI Kuala Lumpur. Namun mediasi tersebut lebih menguntungkan perusahaan karena tidak seluruh tuntutan mereka dipenuhi.

Kemudian, 4 PMI tersebut meminta pendampingan dari pihak Migrant CARE pada 23 November 2019 dan bertambah menjadi 8 PMI pada 28 November 2019.

Pemenuhan Hak dan Keadilan

Dalam upaya pemenuhan hak-haknya, para korban didampingi Migrant CARE melaporkan Perusahaan IClean Services Sdn Bhd ke Majelis Anti Pemerdagangan Orang dan Anti Penyelundupan Migran (MAPO) pada tanggal 25 November 2019 lalu. Pada 11 Desember 2019, membuat laporan ke Jabatan Tenaga Kerja Semenanjung Malaysia dan Suruhan Jaya Pencegahan Rasuah Malaysia.

Upaya tersebut dilakukan dengan harapan untuk mendapatkan keadilan dan terpenuhi hak-haknya sebagai pekerja. Beberapa dugaan TPPO dan pelanggaran kontrak kerja yang dilakukan oleh Perusahaan IClean Services Sdn Bhd, antara lain penempatan kerja, pembayaran, dan besaran gaji yang tidak sesuai dengan kontrak kerja, tidak adanya penggantian uang kerja lewat jam kerja (uang lembur), terjadi penahanan dokumen dan pembatasan akses komunikasi, terbatasnya peralatan keselamatan kerja dan terjadinya kekerasan. Bahkan, ditemukan dugaan praktik penempatan pekerja anak di bawah umur terhadap salah satu pekerja migran yang diberangkatkan saat berusia 16 tahun.

Sementara, Perusahaan IClean Services Sdn Bhd sebagai pelanggar hukum tidak mendapatkan sanksi apapun sedangkan para korban justru dikriminalisasi sehingga pihak Imigresen menahan mereka pada tanggal 7 Januari 2020.

Berdasarkan informasi dari Pejabat Tenaga Kerja Pelabuhan Klang, bahwa mereka ditahan karena kabur dari Perusahaan Iclean Services Sdn Bhd. Padahal, alasan mereka melarikan diri karena menuntut hak gaji dan melapor ke KBRI Kuala Lumpur.

"Seharusnya, KBRI Kuala Lumpur mengupayakan mereka untuk diberikan bantuan hukum yang maksimal dengan memindahkan mereka dari Tahanan Imigrasi ke Shelter KBRI Kuala Lumpur," tulis Migrant Care.

Atas pelaporan dan aduan 8 PMI, demikian rilis, seharusnya Aparat Penegak Hukum baik di Malaysia dan Indonesia, memproses dugaan TPPO dan dugaan pelanggaran hak-hak pekerja migran yang dilakukan oleh Perusahaan IClean Services Sdn Bhd (PT. Bukit Mayak Asri dan PT Millenium Muda Makmur turut melakukan perbuatan) secara menyeluruh dan mendengarkan keterangan para pekerja sebagai korban serta menelusur hingga ke jejaringnya.

"Hingga saat ini belum ada proses penyelidikan mengenai keterlibatan perusahaan perekrutnya yang bisa meloloskan pekerja migran yang masih berusia 16 tahun," tulis Migrant Care.

Saat ditahan, pada tanggal 13 Januari 2020 telah dilakukan mediasi yang diinisasi dan difasilitasi oleh Jabatan Tenaga Kerja Malaysia, dihadiri oleh Perwakilan KBRI Kuala Lumpur serta perwakilan dari Perusahaan IClean Services Sdn Bhd. Hasilnya, Perusahaan IClean Services Sdn Bhd menyepakati untuk memberikan uang gaji dan kompensasi sebesar RM 85.100,19 (tuntutan awal sebesar RM 122.500) kepada 8 PMI yang menjadi korban. Pembayaran dilakukan dalam dua tahap.

Tahap pertama sebesar RM 65.000,00 dibayarkan secara tunai pada hari yang sama kepada perwakilan kedutaan yang disaksikan oleh para pekerja. Tahap kedua, sebesar RM 20.100,19 dibayarkan langsung ke Kantor Kedutaan Indonesia di Kuala Lumpur pada 7 Februari 2020. 

Berdasarkan keterangan korban, jumlah pemenuhan hak gaji dan kompensasi yang diwakili oleh KBRI Kuala Lumpur tidak sesuai dengan tuntutan korban. Migrant CARE sebagai penerima kuasa korban menilai kurangnya transparansi atas upaya-upaya yang dilakukan oleh KBRI Kuala Lumpur kepada para korban.

Diskriminasi Hukum dan Kriminalisasi

Sebelum dipulangkan ke Indonesia, pada 13 Februari 2020 di Bandara KLIA, Migrant CARE Kuala Lumpur mendampingi dan menemukan bahwa 8 PMI dalam kondisi tangan diborgol, diperlakukan seperti pelaku kejahatan. Mereka juga menceritakan bahwa selama ditahan, mereka mengalami kekerasan verbal, fisik dan psikologis yang dilakukan oleh Petugas Imigrasi Malaysia. Pemenuhan kebutuhan dasar seperti air, makanan, tempat tidur, pembalut dan obat tidak terpenuhi dengan layak.

Berdasarkan uraian atas situasi proses deportasi 8 PMI tersebut, penahanan yang mengkriminalisasi korban, tindakan kekerasan selama ditahan serta pemborgolan saat proses pulang, membuat mereka menanggung beban trauma yang sangat mendalam. Upaya memperjuangkan hak-hak sebagai pekerja justru menimbulkan diskriminasi hukum, kriminalisasi serta menjauhkan korban dari akses keadilan.

Tuntutan Sikap

Berkaitan dengan hal tersebut, Migrant CARE menyatakan sikap sebagai berikut;

Pertama, mendesak Rumah Perlindungan Trauma Center (RPTC) Kementerian Sosial RI, untuk memfasilitasi layanan medis, konseling dan rehabilitasi.

Kedua, mendesak Kementerian Luar Negeri RI untuk berkoordinasi dengan Bareskrim Mabes POLRI terkait indikasi Tindak Pidana Perdagangan Orang yang dilakukan oleh PT. Bukit Mayak Asri dan PT Millenium Muda Makmur yang menempatkan 8 PMI bekerja di Perusahaan IClean Services Sdn Bhd di Malaysia.

Ketiga, mendesak Atase Ketenagakerjaan KBRI Kuala Lumpur untuk memberikan sanksi black-list terhadap Perusahaan IClean Services Sdn Bhd.

Keempat, mendesak Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri RI untuk melakukan protes keras terhadap tindakan Pemerintah Malaysia yang melakukan diskriminasi hukum terhadap 8 Pekerja Migran Indonesia.

Kelima, mendesak KBRI Kuala Lumpur untuk memperbaiki tata kelola perlindungan pekerja migran Indonesia sesuai dengan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.

Keenam, mendesak Pemerintah Indonesia untuk melakukan evaluasi terhadap kinerja KBRI Kuala Lumpur dalam melakukan pelindungan pekerja migran Indonesia.

Ketujuh, mendesak Pemerintah Indonesia untuk melakukan evaluasi terhadap Nota Kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) kerja sama penempatan pekerja migran Indonesia di Malaysia yang telah kadaluarsa sejak tahun 2016 dan belum diperbaharui.

Adapun pernyataan dan tuntutan sikap resmi tersebut melampirkan pihak-pihak penanggung jawab yakni Direktur Eksekutif Migrant CARE, Wahyu Susilo; Kepala Pusat Studi dan Kajian Migrasi Migrant CARE, Anis Hidayah; Alex Ong selaku Country Representative Migrant CARE Kuala Lumpur dan Nurharsono selaku Koordinator Bantuan Hukum Migrant CARE serta Direktur PADMA Indonesia, Gabriel Sola.

--- Guche Montero

Komentar