Breaking News

REGIONAL Padma Indonesia Desak Penuntasan Kasus TPPO di Polda NTT 15 Nov 2018 10:32

Article image
Padma Indonesia saat mengadvokasi korban TPPO asal NTT (Foto: Dok. Padma)
“Jangan sampai ada indikasi konspirasi di lingkup penegak hukum (Polda NTT) dengan Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PJTKIS) yang sudah tersangkut masalah hukum," nilai Gabriel.

JAKARTA, IndonesiaSatu.co-- Lembaga Hukum dan HAM, Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian (Padma) Indonesia kembali mendesak penuntasan kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang sekarang masih dalam penanganan Polda Nusa Tenggara Timur (NTT).

Direktur Padma Indonesia, Gabriel Goa melalui keterangan pers yang diterima media ini, Kamis (15/11/18) menegaskan bahwa desakan tersebut seiring dengan terus meningkatnya jumlah tenaga kerja asal NTT yang meninggal di luar negeri.

“Tercatat, sejak Januari hingga 12 November 2018, sudah ada 94 peti mati yang dikirim dari Malayasia. Korban berasal dari NTT. Persoalan ini sudah seperti gunung es, sehingga dituntut keseriusan dan sinergitas antar-lembaga untuk mencegah dan mengatasi hal ini. Secara khusus, lembaga penegak hukum lingkup Polda NTT harus segera menuntaskan kasus TPPO yang hingga kini belum menunjukkan kejelasan dan kepastian hukum,” ungkap Gabriel.

Padma Indonesia, lanjut Gabriel, secara khusus mendesak Polda NTT untuk segera memproses hukum pimpinan PT. Malindo Mitra Perkasa (MMP) yang hingga kini baru petugas lapangan saja yang diproses hukum. Desakan yang sama juga untuk Polres Sumba Timur dan Polres Ngada agar segera menangkap dan memproses hukum pelaku dan sindikat Human Trafficking.

“Jangan sampai ada indikasi konspirasi di lingkup penegak hukum (Polda NTT) dengan Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PJTKIS) yang sudah tersangkut masalah hukum. Kebijakan moratorium tenaga kerja asal NTT oleh Pemprov NTT harus didukung dengan pengawasan dan penegakan hukum yang kredibel dan profesional agar masalah perdagangan manusia (human trafficking) sungguh menjadi atensi semua pihak,” nilainya.

Gabriel menilai, terkait penegakan hukum terhadap TPPO di NTT, apresiasi dan penghargaan perlu diberikan oleh institusi terkait kepada para penyidik TPPO, baik Polda maupun Polres yang sungguh-sungguh bekerja secara profesional guna mengungkap dan memproses hukum para pelaku dan aktor intelektual di balik TPPO.

“Salah satu Polres yang patut mendapatkan apresiasi yakni Polres Sumba Barat karena tercatat ada 11 perkara TPPO yang langsung diproses dan sudah ada putusannya. Tinggal satu perkara TPPO yang proses hukumnya sementara berjalan di Pengadilan Negeri (PN) Waikabubak. Para penyidik TPPO diharapkan mendapat penghargaan maupun promosi jabatan atas kinerja mereka dalam mengungkap TPPO di NTT,” nilainya.

Sementara juru bicara Kelompok Kerja Menentang Perdagangan Manusia (Pokja MPM), Greg Odang mengatakan bahwa para pegiat dan relawan kemanusiaan selalu terpanggil untuk mencapai cita-cita Zero Human Trafficking terutama di NTT yang sudah masuk kategori darurat.

“Untuk mencapai cita-cita Zero Human Trafficking, harus ada komitmen bersama antar-lembaga dan institusi untuk mencegah dan mengatasi persoalan akut ini. Juga, dibutuhkan solidaritas publik untuk mengawal setiap proses hukum, secara khusu proses persidangan TPPO yang sedang berlangsung di PN Waikabubak, PN Soe dan PN Kefamenanu. Penegakan hukum belum menjadi tolok ukur, justru sebaliknya mengendapkan kasus dan pelaku tanpa ada kepastian hukum,” tanda Advokat HAM ini.

--- Guche Montero

Komentar