Breaking News

REGIONAL Peduli Perdagangan Manusia di NTT, KWI Gelar Pastoral Migran 18 Jan 2018 02:13

Article image
Dari kiri-Kanan: Uskup Atambua, Mgr Dominikus Saku, Uskup Timika, Mgr John Saklil, dan Uskup Merauke, Mgr Nicolaus Adi Saputra (Foto: Ist)
Kegiatan pastoral migran tersebut sebagai bentuk tanggapan serius Gereja Katolik setempat dalam menyikapi persoalan buruh migran terutama perdagangan manusia (human trafficking) yang terus terjadi di daerah Nusa Tenggara Timur (NTT).

LABUAN BAJO, IndonesiaSatu.co-- Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) menggelar lokakarya bertajuk “Mengembangkan Pastoral Migran Yang Terintegritas” bertempat di Hotel Prundi, Labuan Bajo, kabupaten Manggarai Barat sejak 15-19 Januari 2018.

Kegiatan pastoral migran tersebut sebagai bentuk tanggapan serius Gereja Katolik setempat dalam menyikapi persoalan buruh migran terutama perdagangan manusia  (human trafficking) yang terus terjadi di daerah Nusa Tenggara Timur (NTT).

Ketiga Uskup beserta perwakilan semua keuskupan di wilayah NTT dan Keuskupan Denpasar (Nusra) hadir dalam kegiatan tersebut. Ketiga Uskup yang hadir yakni Uskup Atambua, Mgr. Dominikus Saku yang juga Ketua Komisi Keadilan, Perdamaian dan Pastoral Migran Perantau (KKPMP), Uskup Timika, Mgr John Saklil selaku Ketua Komisi Pemberdayaan Sosial Ekonomi (PSE) dan Uskup Merauke, Mgr Nicolaus Adi Seputra yang juga menjabat Ketua Sekertariat Gender dan Pemberdayaan Perempuan.

Sebelum membuka kegiatan lokakarya, ketiga Uskup memimpin perayaan ekaristi didampingi Vikjen Keuskupan Ruteng, RD Alfons Segar dan Vikep Labuan Bajo, RD Robert Pelita.

Ketua KKPMP Keuskupan Ruteng, RD Marten Jenarut dalam sambutannya mengatakan, pada bulan Oktober tahun lalu di Mataloko, Ngada, pernah digelar pertemuan yang membahas masalah migrant yang dihadiri perwakilan dari tiga keuskupan di Malaysia Timur sebagai daerah tujuan para buruh migran, perwakilan dari Keuskupan Tanjung Selor sebagai daerah transit dan dari seluruh keuskupan di Nusa Tenggara (Nusra).

“Pada pertemuan sebelumnya, ada desakan agar ditemukan pola pendekatan pastoral yang lebih serius dan tepat sasar demi menyelesaikan akar masalah migran yang terjadi selama ini. Menurut catatan 3 keuskupan di Malaysia Timur, ada begitu banyak buruh migran yang hidup di kamp-kamp dan kebanyakan dari mereka illegal. Hal inilah yang menjadi masalah karena para buruh migran selalu dalam kejaran polisi,” ungkapnya seperti dilansir Floresa.co

Ia menambahkan bahwa umumnya kaum laki-laki yang sudah berkeluarga di daerah asalnya dan menjadi buruh migrant, kemudian memilih hidup bersama secara tidak sah dengan perempuan lain di kamp-kamp perkebunan yang juga terdapat lodging house.

Lodging house indentik dengan rumah-rumah lokalisasi untuk memenuhi dan melayani kaum migran yang bekerja di perkebunan-perkebunan itu. Ini sebabnya, banyak migran terjangkit penyakit HIV/ AIDS,” lanjutnya.

Ia mengharapkan agar kegiatan pastoral migrant melalui lokakarya, dapat menghasilkan program kerja yang akan menjadi gerakan bersama untuk menangani isu buruh migrant, perantaun dan perdagangan manusia (human trafficking).

“Diharapkan kegiatan ini menghasilkan rekomendasi dan program kerja terpadu dan terintegrasi. Juga diharapkan akan terbentuk migrant desk di setiap keuskupan yang berfungsi sebagai penghubung antara keuskupan tujuan, keuskupan transit dan keuskupan asal jika terjadi masalah yang menimpa buruh migrant,” tandasnya.

 

--- Guche Montero

Komentar