Breaking News

NASIONAL Permintaan Pembatalan Capim KPK oleh ICW Dinilai Tanpa Dasar Hukum 03 Sep 2019 11:12

Article image
Pansel Capim KPK saat mengumumkan 10 nama Capim KPK yang akan diserahkan ke Presiden Jokowi. (Foto: CNBC Indonesia)
ICW seharusnya menyiapkan diri untuk memantau proses 'fit and proper test' di DPR RI dalam waktu dekat.

JAKARTA, IndinesiaSatu.co-- Permintaan lembaga swadaya masyarakat, Indonesia Corruption Watch (ICW) untuk membatalkan keputusan Panitia Seleksi Calon Pimpinan (Pansel Capim) KPK dinilai sebagai langkah politisasi tendensius yang tidak memiliki dasar hukum.

Penilaian itu diutarakan mantan Komisioner Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN), Petrus Selestinus melalui pernyataan tertulisnya di Jakarta, Senin (2/9/19) menanggapi pernyataan aktivis ICW yang meminta Pansel Capim KPK untuk membatalkan atau meninjau kembali keputusan yakni memilih 10 nama dari 20 nama Capim KPK.

Sebagaimana diketahui, Pansel Capim KPK telah menyerahkan 10 nama hasil seleksi Capim KPK kepada Presiden Joko Widodo untuk selanjutnya disampaikan oleh Presiden ke DPR RI untuk dilakukan 'fit and proper test'.

Menurut Petrus, Pansel Capim KPK adalah panitia yang dibentuk oleh Presiden berdasarkan Keputusan Presiden dan dalam melakukan seleksi Capim KPK telah bekerja sesuai amanah UU KPK.

"Mereka bekerja untuk dan atas nama Presiden dalam melakukan seleksi guna mendapatkan 10 nama Capim KPK periode 2019-2023, untuk kemudian diserahkan kepada Presiden dan diteruskan ke DPR RI yang kemudian memilih dan menetapkan lima nama pimpinan KPK periode 2019-2023," katanya.

Keputusan Mengikat

Advokat PERADI ini menegaskan, dengan demikian keputusan Pansel Capim KPK yang telah menetapkan 10 nama Capim KPK, secara hukum mengikat Presiden sehingga Presiden tidak dapat membatalkan atau meninjau kembali Keputusan Pansel Capim KPK tersebut.

"Karena legal standing Pansel Capim KPK adalah perpanjangan tangan Presiden, maka keputusan Pansel merupakan yang mengikat Presiden," katanya.

Kewenangan DPR

Menurut Petrus, kewenangan untuk menentukan seleksi lebih lanjut ada di DPR RI melalui 'fit and proper test' sehingga 10 nama Capim KPK itu akan diseleksi dan dipilih menjadi lima nama pimpinan KPK.

Petrus menegaskan, permintaan ICW agar Presiden membatalkan atau meninjau kembali Keputusan Pansel Capim KPK terhadap 10 nama yang telah diserahkan kepada Presiden Jokowi sebagai langkah politisasi tendensius dan tidak memiliki dasar hukum.

"ICW seharusnya menyiapkan diri untuk memantau proses 'fit and proper test' di DPR RI dalam waktu dekat," katanya.

Petrus menyayangkan sikap ICW yang seakan-akan lebih tahu dari Pansel Capim KPK.

"ICW seolah-olah ingin menggurui Pansel Capim KPK yang merupakan praktisi hukum dan tokoh senior di kampus serta mantan pejabat karir di kementerian terkait, yang memiliki integritas dan kredibilitas tinggi. Sikap ICW ibarat 'mengajari ikan berenang,'" timpalnya.

Sementara Ketua Pansel Capim KPK, Yenti Ganarsih pun mengungkap 10 nama yang diserahkan pansel kepada Jokowi. Berikut perincian nama-nama yang sudah berada di tangan Jokowi:

Alexander Marwata (Komisioner KPK)
Firli Bauri (Anggota Polri)
I Nyoman Wara (Auditor)
Johanes Tanak (Jaksa)
Lili Pintauli Siregar (Advokat)
Luthfi Jayadi (Dosen/Akademisi)
Nawawi Pomolango (Hakim)
Nurul Ghufron, (Dosen/Akademisi)
Roby Arya (PNS Sekretariat Kabinet)
Sigit Danang Joyo (PNS Kementerian Keuangan).

"Komposisinya 1 komisioner KPK, 1 polisi, 1 jaksa, 1 auditor, 1 advokat, 2 dosen, 1 hakim, 2 PNS," kata Yenti dalam konferensi pers di Kantor Presiden, Jakarta seperti dilansir CNBC Indonesia.

Nama-nama yang kini berada di tangan Jokowi pun akan mengerucut menjadi 5 orang. Namun, belum diketahui berapa nama yang akan diajukan kepala negara kepada parlemen.

 

 

 

 

--- Guche Montero

Komentar