Breaking News

PARIWISATA Mengintip Pesona Alam ‘Tiwu Kea’ 22 Jun 2018 10:46

Article image
Tim Orang Muda Katolik (OMK) Paroki Wolowaru saat bertualang ke 'Tiwu Kea' (Foto: Guche)
"Alam juga bisa membawa dampak bagi manusia jika terus dilestarikan dan dimanfaatkan secara baik,” kesan Reina.

ENDE, IndonesiaSatu.co-- Pulau Flores yang sering dikenal dengan Pulau Bunga (nusa bunga), memiliki keindahan alam dan pesona pantai yang selalu memikat hati.

Dari ujung barat Labuan Bajo Manggarai Barat, pulau Komodo dan pulau Rinca menjadi destinati wisata favorit bagi para wisatawan, domestik maupun Asing. Kampung adat Bena di Bajawa, kabupaten Ngada, menjadi salah satu destinasi wisata yang sarat dengan nilai kultural dan kearifan lokal.

Danau ‘tiga warna’ Kelimutu di kabupaten Ende juga menjadi salah satu icon wisata yang sering dikunjungi para wisatawan. Demikian pula kabupaten Sikka dengan keindahan pantai Koka, Kota ‘Reinha’ Flores Timur dengan pesona laut dan gugusan pulau, hingga kabupaten Lembata, lautan teduh tempat bernaung ikan Paus.

Beragam pusat destinasi wisata yang sudah sering didatangi para wisatawan, tidak mesti mengabaikan kandungan potensi alam lain yang juga butuh sentuhan dan atensi pemerintah daerah setempat melalui dinas terkait, agar segala potensi yang ada dapat membuka akses kepada publik (wisatawan) terutama masyarakat di sekitarnya.

Sebuah petualang kecil, Minggu (17/6/18) bermula dari rasa penasaran dan niat bersama, juga sekadar refreshing Hari Minggu. Sekitar setengah jam dari pusat kota Wolowaru, belasan Orang Muda Katolik (OMK) Wolowaru menempuh perjalanan ke arah Utara tepatnya di Kampung Pero, desa Mbuli Waralau Utara, kecamatan Wolowaru, kabupaten Ende.

Tanpa petunjuk yang jelas menuju ‘tiwu Kea’, beberapa jalur alternatif menjadi pilihan untuk dilalui. Berbekal semangat dan nekat, tim kecil ini harus melewati jalan terjal, berbatu-batu bahkan jalan buntu. Tak terasa, hampir satu jam tim masih ‘tersesat’ sambil terus berjalan mendekati bunyi aliran air sungai.

Dengan tenaga yang cukup terkuras menuruni jurang, sekitar pukul 14.30 Wita, kami menemui sungai. Namun tak satu pun dari anggota tim tersebut yang mengetahui persis letak ‘Tiwu Kea’ meski sudah terbantu dengan foto hasil postingan di media sosial, Facebook.

Karena penasaran, tim sepakat untuk mengikuti aliran air. Sayang, satu jam perjalanan tidak membuahkan hasil. Ternyata salah arah!

Berbekal petunjuk Bapak Wesu Alli yang sedang melihat ternaknya di sekitar sungai tersebut, tim nekat berbalik arah. Waktu sudah menunjukkan pukul 16.15 Wita.

“Karena sudah sore, sebaiknya kalian cukup sampai di gua saja. Karena kalau mau sampai ke ‘Tiwu Kea’ harus datang dari pagi. Letaknya memang hanya beberapa meter dari gua, namun waktu sudah tidak memungkinkan,” nasihat Bapak tersebut sambil mengingatkan agar selalu berhati-hati dan harus rebut jika memasuki area tersebut.

Konon, ‘Tiwu Kea’ yang dalam bahasa daerah setempat berarti ‘Danau Ribut’ dalam keyakinan masyarakat setempat, apabila hendak ke tempat itu, tim atau rombongan harus ribut dan berteriak layaknya keramaian. Jika tidak demikian, diyakini, air yang mengalir akan semakin tinggi dan menutupi para pengunjung tempat itu.

Hampir setengah jam melewati batu-batu licin, tim akhirnya tiba di tempat yang dimaksudkan dengan gua tersebut. Uniknya, batu-batu cadas yang mengapiti air terjun menyerupai gua. Terdapat danau kecil setinggi 1,5 meter, tempat para pengunjung dapat berenang atau berpose.

Terjebak waktu yang sudah hampir magrib, tim akhirnya kembali melalui jalan pulang sesuai petunjuk Bapak Alli. Ekspresi puas dan senang terbersit dari wajah para petualang kecil yang sebelumnya juga mengunjungi ‘Tiwu Sora’ di kecamatan Kotabaru.

Mengakrabi Alam

Di balik cerita petualang sederhana, tersirat kerinduan untuk lebih dekat mengenal alam, bersahabat dengan alam.

“Selain dikenal dengan keindahan dan pesona alam yang luar biasa, pulau Flores juga berpotensi menjadi tempat investasi para pemodal yang bisa saja mengeksplotasi kekayaan alam untuk tujuan bisnis. Maka, tidak heran jika bencana alam masih sering terjadi karena segelintir orang mulai merusak alam lingkungan. Alam menjadi tidak ramah,” ungkap Poll yang berkomitmen mengajak anak muda di Wolowaru untuk ikut melestarikan alam.

Kesan senada disampaikan Reina yang mengaku bangga dengan potensi alam, selain sebagai wahana refreshing juga dapat menarik para wisatawan untuk berkunjung dan mengenal Flores termasuk potensi alam di kabupaten Ende.

“Ternyata banyak potensi alam yang unik dan masih natural selain danau Kelimutu. Sekarang arus informasi dan teknologi sudah semakin terbuka terutama melalu media massa dan media sosial. Perlu upaya untuk mempromosikan potensi alam yang ada sambil berharap pemerintah setempat dapat membuka akses infrastruktur dan menyiapkan fasilitas. Alam juga bisa membawa dampak bagi manusia jika terus dilestarikan dan dimanfaatkan secara baik,” kesan Reina yang mengaku suka bertualang ini.

Di akhir cerita petualangan kecil tersebut, Pater Rukhe Woda memberi motivasi dan semangat agar kaum muda perlu mengisi waktu dengan hal-hal produktif termasuk menggali kearifan lokal, budaya, kekayaan alam serta kegiatan positif lainnya.

“Saya yakin, melalui hal-hal positif seperti ini akan membentuk karakter diri, daya juang, kemauan dan relasi kita baik dengan alam semesta maupun dengan sesama. Ada saatnya kita serius bekerja, namun ada saat kita perlu melepaskan segala kesibukan melalui pengalaman dan cerita inspiratif yang mungkin saja terjadi sekali seumur hidup. Kita tidak perlu menghabiskan waktu menjadi pengagum, melainkan terutama harus bisa menjadi penikmat,” Pastor muda ini memotivasi.  

--- Guche Montero

Komentar