Breaking News

HUKUM Praktisi Hukum: DPR Wajib Dengar Masukan dari Pimpinan KPK 11 Sep 2019 18:45

Article image
Advokat Peradi, Petrus Selestinus saat jumpa pers di depan gedung MK. (Foto: Dok. FAPP)
Selama ini yang diberantas oleh KPK justru hanya kejahatan korupsi, sementara kejahatan nepotisme dan kolusi tidak pernah disentuh oleh KPK.

JAKARTA, IndonesiaSatu.co-- "Sebagai Pelaksana Undang-Undang, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memiliki tugas utama yakni mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi hingga lembaga pemerintah yang menangani tindak pidana korupsi berfungsi secara efektif dan efisien. Oleh karena itu, DPR wajib mendengar masukan pimpinan KPK sebagai pelaksana UU KPK."

Hal itu dikemukakan praktisi hukum, Petrus Selestinus dalam keterangan rilis kepada media ini, Selasa (10/9/19).

Advokat Peradi ini mengatakan, dengan keberadaan lembaga KPK yang sudah 15 tahun usianya, maka KPK lebih paham mana yang menjadi kelemahan, kendala dan kelebihan UU Nomor 30 Tahun 2002 Tentang KPK sehingga pemberantasan korupsi belum berhasil optimal, termasuk Pemerintah belum berhasil membangun suatu sistem pemberantasan korupsi yang efektif dan efisien.

"Indikator suksesnya pemberantasan korupsi terletak pada apakah di kalangan Penyelenggara Negara sudah menjadikan perilaku hidup Bersih dan Bebas dari KKN sebagai bagian dari gaya hidup. Selama masyarakat (penyelengara negara, red) masih menjadikan KKN sebagai bagian dari gaya hidup, maka pemerintah dianggap gagal menciptakan ASN yang bebas dari KKN," nilai Petrus. 

Ia menegaskan bahwa selama ini yang diberantas oleh KPK justru hanya kejahatan korupsi, sementara kejahatan nepotisme dan kolusi tidak pernah disentuh oleh KPK.

Dukungan Lembaga Penegak Hukum

Mantan komisioner Komisi Pemeriksa Keuangan Penyelengaara Negara (KPKPN) sebelum lahirnya lembaga KPK ini menerangkan bahwa kegagalan pemberantasan korupsi tidak hanya dibebankan kepada KPK, tetapi juga karena kurangnya dukungan dari Polri dan Kejaksaan dalam mencegah dan memberantas korupsi. 

"Di Kepolisian ada bidang pemberantasan korupsi yakni direksi tindak pidana korupsi (Dirtipikor), demikian juga di Kejaksaan Agung ada Jampidsus yang membawahi Direktur Penyidikan Tipikor. Namun demikian, lembaga Tipkor di Polri dan Kejaksaan minim prestasi bahkan menjadi bagian dari korupsi itu sendiri," sentil Petrus.

Oleh karena itu, kata Petrus, dengan perjalanan usia KPK yang sudah 15 tahun, maka pengalaman dan pemahaman tentang pencegahan dan pemberantasan korupsi, terutama terkait fungsi dan tugas KPK harus dioptimalkan dalam melakukan monitor sehingga berwenang melakukan pengkajian terhadap sistem pengelolaan adminitrasi di semua lembaga negara (termasuk DPR) dan pemerintah jika berpotensi korupsi.

Petrus beralasan, atas dasar kewenangan KPK sesuai ketentuan pasal 14 UU Nomor 30 Tahun 2002, Tentang KPK yaitu kewenangan "monitor", maka terkait proses legislasi di DPR menyangkut revisi UU KPK, tidak ada alasan bagi DPR dan Pemerintah untuk tidak mendengar langsung dari pimpinan KPK segala hal ikhwal tentang revisi UU KPK.

"Apalagi terkait revisi ini, mulai terjadi polarisasi di tengah masyarakat antara yang pro-revisi dan yang kontra-revisi UU KPK. Jiwa besar DPR dan KPK dituntut untuk duduk bersama dan saling mendengarkan sehingga tidak ada dusta," tandasnya.

 

--- Guche Montero

Komentar