Breaking News

TRANSPORTASI Puing Pesawat Sriwijaya Air Ditemukan 10 Jan 2021 14:44

Article image
Personel TNI AL memperlihatkan sisa-sisa pesawat Sriwijaya Air penerbangan SJ182 yang jatuh ke laut Kepulauan Seribu (10/1/2021). (Foto: Antara via TODAUonline)
Maskapai ini memiliki catatan keselamatan yang solid, dengan tidak ada korban dalam empat insiden yang tercatat di database Jaringan Keselamatan Penerbangan.

JAKARTA, IndonesiaSatu.co -- Indonesia pada Minggu mendeteksi sinyal yang mungkin berasal dari perekam penerbangan jet Sriwijaya Air yang jatuh ke laut segera setelah lepas landas dari ibu kota Jakarta, ketika bagian tubuh manusia dan bagian yang diduga dari pesawat telah ditemukan.

Boeing 737-500 dengan 62 penumpang dan awak itu menuju ke Pontianak di Kalimantan Barat sebelum menghilang pada hari Sabtu dari layar radar empat menit setelah lepas landas.

Kecelakaan itu merupakan insiden maskapai besar pertama di Indonesia sejak kecelakaan pesawat Lion Air Boeing 737 Max pada 2018 yang menewaskan 189 penumpang dan awak pesawat. Pesawat itu juga terjun ke Laut Jawa sesaat setelah lepas landas dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta.

“Kami telah mendeteksi sinyal di dua titik. Ini bisa menjadi kotak hitam, ”Bagus Puruhito, kepala Badan SAR Indonesia, mengatakan kepada wartawan di atas kapal militer sebagaimana dilaporkan Reuters.

Pejabat Angkatan Laut Indonesia Wahyudin Arif mengatakan kepada iNEWS bahwa mereka telah menemukan potongan badan pesawat yang dicurigai berukuran sekitar satu meter (tiga kaki), bagian dari ban dan bagian tubuh manusia.

Laporan media mengatakan bagian tubuh telah dibawa ke rumah sakit Polri untuk diidentifikasi.

Penerbangan SJ 182 memiliki 12 awak dan 50 penumpang, semuanya warga negara Indonesia dan termasuk tujuh anak dan tiga bayi.

“Saya optimis kita akan segera menemukan (pesawat itu),” kata Henri Alfiandi, Asisten Kepala Staf TNI Angkatan Udara, dalam jumpa pers.

Presiden Joko Widodo, yang berbicara di Istana Bogor, menyatakan “belasungkawa yang dalam” atas bencana tersebut dan mengimbau masyarakat untuk berdoa agar orang-orang yang hilang dapat ditemukan.

Pencarian difokuskan pada lingkar luar pulau Laki dan Lancang di lepas pantai Jakarta. Laut di daerah ini memiliki kedalaman sekitar 20 hingga 23 meter (65-75 kaki).

Dengan misi pencarian dan penyelamatan besar-besaran yang sedang berlangsung, tidak ada petunjuk langsung tentang apa yang mungkin menyebabkan jet itu turun tiba-tiba. Pakar keselamatan menekankan bahwa sebagian besar kecelakaan udara disebabkan oleh berbagai faktor yang perlu waktu berbulan-bulan untuk ditetapkan.

Layanan pelacakan Flightradar24 mengatakan pesawat lepas landas pada pukul 14:36. waktu setempat (0736 GMT) dan naik hingga mencapai 10.900 kaki dalam waktu empat menit. Kemudian mulai menurun tajam dan berhenti mengirimkan data 21 detik kemudian.

Seorang juru bicara Kementerian PerhubunganRI  mengatakan kontrol lalu lintas udara telah bertanya kepada pilot mengapa pesawat itu menuju barat laut alih-alih pada jalur penerbangan yang diharapkan hanya beberapa detik sebelum menghilang.

Pilot berpengalaman

Pilot pesawat naas memiliki pengalaman puluhan tahun dan co-pilotnya telah berada di Sriwijaya Air sejak 2013.

Pesawat Sriwijaya Air yang jatuh adalah Boeing 737-500 yang berusia hampir 27 tahun, jauh lebih tua dari model Boeing 737 MAX yang bermasalah. Model 737 yang lebih lama banyak diterbangkan dan tidak memiliki sistem pencegahan stall.

“Kami berhubungan dengan pelanggan maskapai kami dan siap untuk mendukung mereka selama masa sulit ini,” kata Boeing dalam sebuah pernyataan.

"Pikiran kami tertuju pada kru, penumpang, dan keluarga mereka."

Kerabat yang putus asa menunggu di Pontianak sekitar 740 km (460 mil) dari Jakarta untuk mendapatkan kabar tentang orang yang mereka cintai. Di bandara utama Jakarta, Crisis Center didirikan untuk keluarga.

"Kami merasa tidak berdaya, kami hanya bisa menunggu dan berharap segera mendapat informasi," kata Irfan, yang memiliki lima kerabat dalam penerbangan itu, kepada wartawan.

Didirikan pada tahun 2003, grup Sriwijaya Air yang berbasis di Jakarta terbang sebagian besar di dalam kepulauan Indonesia yang luas. Maskapai ini memiliki catatan keselamatan yang solid, dengan tidak ada korban dalam empat insiden yang tercatat di database Jaringan Keselamatan Penerbangan.

Pada tahun 2007, Uni Eropa melarang semua maskapai penerbangan Indonesia menyusul serangkaian kecelakaan dan laporan tentang penurunan pengawasan dan pemeliharaan sejak deregulasi pada akhir 1990-an. Pembatasan tersebut sepenuhnya dicabut pada tahun 2018.

--- Simon Leya

Komentar