Breaking News

HUKUM Sebut 'Wartawan Sakit Jiwa', PADMA Indonesia: Bupati Malaka Lecehkan Profesi Wartawan dan Kemerdekaan Pers 23 Sep 2019 10:27

Article image
Direktur Lembaga Hukum dan HAM, Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian (PADMA) Indonesia, Gabriel Goa. (Foto: Dokpri GS)
"Jika mengandung unsur pidana sesuai UU Pers, maka proses hukum harus ditegakkan," tandas Gabriel.

JAKARTA, IndonesiaSatu.co-- Direktur  Lembaga Hukum dan HAM, Pelayanan Advokasi untuk Keadilan  dan  Perdamaian (PADMA) Indonesia, Gabriel Goa menyebut kekerasan dan pelecehan terhadap jurnalis seringkali terjadi akibat ketidaksukaan atas pemberitaan media dengan alasan yang beragam.

Hal itu dikemukakan Gabriel ketika menanggapi pernyataan Bupati Malaka, dr. Stefanus Bria Seran, kepada wartawan pada acara konferensi pers di kantor DPC PDI Perjuangan Malaka, yang diduga mengandung unsur pelecehan dan ancaman atas kebebasan berekspresi dan kemerdekaan pers yang dilindungi Undang-Undang.

Gabriel menjelaskan bahwa di dalam Pasal 18 ayat (1) Undang Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, dimungkinkan adanya sanksi atas tindakan pelecehan terhadap profesi wartawan tersebut.

"Wartawan atau jurnalis adalah komponen penting demokrasi dan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM), sehingga keberadaannya harus dihormati oleh semua pihak. Harus diakui bahwa kekerasan (verbal, red) terhadap jurnalis seringkali terjadi sehingga menghalangi-halangi aktivitas jurnalisme. Ini  jelas-jelas mengancam pilar demokrasi," tegas Gabriel kepada media ini, Senin (23/9/19).

Menurutnya, penghinaan terhadap wartawan atau penghalangan terhadap aktivitas jurnalis juga menghalangi publik untuk menerima informasi yang utuh terhadap situasi atau suatu peristiwa.

Ia menegaskan bahwa semua pihak harus menghargai dan menghormati pemberitaan media sebagai bagian dari iklim demokratis. Karena jika tidak setuju dengan konten atau materi pemberitaan, setiap orang diberikan hak untuk membantah atau meluruskannya dengan prosedur yang telah disediakan.

"Seperti menggunakan hak jawab, meminta koreksi, hingga melalui Dewan Pers atau Komisi Penyiaran Indonesia. Prosedur ini yang seharusnya digunakan oleh setiap pihak untuk menyampaikan keluhan atas apa yang diberitakan oleh media massa dan tidak memilih cara penyelesaian sendiri, apalagi dengan kekerasan verbal yang mengandung pelecehan," terangnya.

Karena itu, menurut Gabriel, dalam situasi demikian daerah atau negara melalui perangkat penegakan hukum harus memastikan setiap awak media di lapangan, dapat bekerja secara aman, tanpa ada kekerasan dari pihak manapun sebagai bagian dari hak yang dijamin melalui konstitusi dan Undang-Undang.

Sebelumnya, terjadi pelecehan dan penghinaan terhadap beberapa wartawan yang bertugas di Kabupaten Malaka. Bupati Malaka, diduga telah melakukan pelecehan terhadap profesi wartawan yang menyebutkan bahwa wartawan yang hanya tulis berita negatif adalah 'wartawan sakit jiwa'.

Pernyataan tersebut disampaikan oleh Bupati Malaka, dr. Stefanus Bria Seran, ketika melakukan konferensi pers usai mendaftarkan diri ke Kantor DPC PDI Perjuangan Malaka, Jumat (20/9/19), sebagai Bakal Calon Bupati Malaka pada pilkada 2020 mendatang.

Menurut pengakuan Seldy Berek, wartawan Sergap.id yang bertugas di Kabupaten Malaka, wartawan tidak pernah menulis berita negatif, namun hanya melaksanakan fungsi kontrol terhadap penyelenggaraan pemerintahan sesuai fakta dan data.

Menurutnya, dalam dunia jurnalistik, yang ada hanya penyampaian informasi publik sesuai kaidah-kaidah jurnalistik.

"Sebagai pekerja pers, pernyataan Bupati Malaka ini sudah melanggar ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Pers Nomor 40  Tahun 2009, apalagi Bupati membuat pernyataan di depan publik bahwa wartawan yang sering atau membuat berita negatif itu 'wartawan sakit jiwa'," kutip Seldy Berek.

Dalam konferensi pers, Bupati mengatakan, ada wartawan yang melihat dan menulis dari posisi negatif-negatif saja, tidak pernah melihat dari sisi positif, itu tidak fair dan itu sakit jiwa, orang seperti begitu orang sakit jiwa, hanya melihat dari sisi negatif saja.

Orang seperti itu orang sakit jiwa, lihat jalan yang sedikit terbongkar ribut, kenapa tidak lihat jalan yang lain, itu pikiran sempit, kenapa tidak melihat jalan yang lain, seperti jalan Halilulik-Kupang. Di dunia ini tidak ada yang sempurna, kenapa tiap hari harus melihat hal-hal yang negatif saja, memangnya kau sempurna sekali," kata Seldy Berek mengulangi pernyataan Bupati Malaka.

Terkait pernyataan Bupati Malaka, Seldy Berek akan mendalami pernyataan Bupati Malaka dan akan segera melaporkan ke pihak kepolisian.

"Ini ada unsur pelecehan terhadap pers, apalagi Bupati sebut wartawan yang tulis berita negatif adalah wartawan yang sakit jiwa," imbuh Seldy.

"Kita akan dalami pernyataan Bupati dan akan laporkan ke Polres Belu atau Polda NTT, sehingga para pejabat publik bisa lebih menghargai para pekerja pers. Kita berharap agar kasus ini dapat memberi efek jera bagi pelaku atau para pejabat publik," lanjutnya.

Seldy menilai, pernyataan Bupati Malaka tidak hanya menyinggung dan melecehkan reporter media cetak, online dan televisi yang sedang meliput atau bertugas di Kabupaten Malaka, akan tetapi menyebut wartawan secara umum, artinya wartawan seluruh Indonesia "sakit jiwa".

Dukung Proses Hukum

Menanggapi hal itu, Gabriel Goa mengaku mendukung upaya proses hukum yang akan dilakukan oleh Seldy Berek, wartawan yang bertugas di kabupaten Malaka.

"Pada prinsipnya, kita mendukung upaya proses hukum jika ada unsur pelecehan, penghinaan dan ancaman terhadap profesi dan kebebasan pers. Sebagai pejabat publik, tidak perlu merasa alergi dengan para jurnalis, melainkan menjadi mitra dalam mengontrol setiap kebijakan publik di kabupaten Malaka," sentil Gabriel.

Gabriel menduga, pernyataan dalam momentum saat pendaftaran sebagai Balon Bupati Malaka tersebut, justru menegaskan elektabilitas dan kredibilitas Bupati Malaka yang terkesan alergi dengan pemberitaan media.

"Jika pemberitaan terkait hal-hal negatif, justru ada ruang klarifikasi. Jadikan pemberitaan media sebagai ruang otokritik dan evaluasi, bukan sebaliknya membuat pernyataan bernada melecehkan dan menghina. Jika mengandung unsur pidana sesuai UU Pers, maka proses hukum harus ditegakkan," tandas Gabriel.

 

 

 

 

--- Guche Montero

Komentar