Breaking News

OPINI Setelah Jozeph Zhang Di-DPO dan Jadi Tersangka, Publik Tunggu Yahya Waloni, Rizieq DKK Diproses Hukum 21 Apr 2021 16:57

Article image
Jozeph Paul Zhang, tersangka tindak pidana penodaan agama. (Foto: AyoSemarang.com))
Pola tebang pilih atau pola di mana Polri baru bertindak ketika ada tekanan opini dan tekanan massa, akan berdampak negatif bagi penegakan hukum kita.

Oleh Petrus Selestinus


GEBRAKAN Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo, tanpa tedeng aling-aling menetapkan Jozeph Paul Zhang sebagai tersangka dan memasukannya dalam Daftar Pencarian Orang (DPO), karena diduga telah melakukan tindak pidana penodaan agama, bisa jadi akan berdampak negatif dalam penegakan hukum kita, manakala tindakan kepolisian ini hanya berhenti pada sosok pelaku Jozeph Paul Zhang.

Kapolri harus menjadikan kebijakan penegakan hukum serupa "terhadap setiap pelaku kejahatan penistaan atau penodaan agama", seperti pada kasus Jozeph Paul Zhang, menjadi sebuah kebijakan yang permanen dan berlaku terhadap siapapun  yang melakukan kejahatan penodaan agama dan terhadap agama manapun juga yang jadi korban. Ini sangat urgen dalam rangka negara mewujudkan tujuan nasional, yaitu merawat kebhinekaan.

Jika tindakan kepolisian ini hanya bersifat sporadis dan insidentil, maka langkah Polri hanya akan menjadi sebuah tindakan yang bersifat politis dan kontra produktif yang tampak sebagai politik diskriminasi dalam penegakan hukum, di mana Polri hanya mengejar pelaku penodaan agama tertentu, itupun hanya karena tekanan opini publik dan tekanan massa, sementara pelaku lain yang ada di depan mata dibiarkan tanpa ada tindakan apapun.

Ke mana Riziek dan Yahya Waloni dkk

Sudah lama publik menanti, apa kebijakan permanen dari pimpinan Polri terhadap pelaku kejahatan penodaan agama dan ujaran kebencian yang semakin marak dan berpotensi mengganggu harmonisasi kehidupan beragama, berbudaya dan berbangsa dalam merawat kebhinekaan sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat dalam negara hukum.

Dalam kasus penodaan agama, sikap Polri seakan-akan negeri ini tidak ada hukum dan tidak ada polisi, karena kenyataannya sejumlah orang yang selama ini terus menerus melakukan perbuatan yang diduga menista agama Islam, Kristen, Hindu, Budha dan lain-lain seperti Jozeph Paul Zhang, Uztads Yahya Waloni, Rizieq Shihab dan lain-lain tanpa dilakukan penindakan, sebelum ada tekanan massa dan opini publik.

Padahal di dalam KUHP dan UU ITE yang merupakan sarana hukum dan/atau hukum positif, bisa diterapkan, sebagaimana Polri pernah menerapkan pasal 156a KUHP dan pasal 28 ayat (2) UU ITE terhadap kasus penodaan agama yang dituduhkan kepada Ahok, dan sekarang terhadap Jozeph Paul Zhang, tetapi tidak terhadap Yahya Waloni, Rizieq Shihab, dan lain-lain. 

Hentikan diskriminasi

Pola tebang pilih, atau pola di mana Polri baru bertindak ketika ada tekanan opini dan tekanan massa, akan berdampak negatif bagi penegakan hukum kita, karena Polri dinilai tengah membangun budaya penegakan hukum dalam kasus penistaan agama, setelah ada tekanan opini dan tekanan massa, tentu dengan membeda-bedakan pelakunya dari agama mana dan agama apa yang dihina.

Penjelasan Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Mabes Polri Brigadir Jenderal Rusdi Hartono, bahwa Jozeph Paul Zhang sudah ditetapkan menjadi tersangka "penodaan agama" ketika Polri memasukkan Jozeph Paul Zhang ke dalam daftar pencarian orang (DPO), patut kita apresiasi dengan harapan agar segera ditangkap, namun publik juga berharap agar Polri kejar terduga pelaku penodaan agama yang lainnya (Yahya Waloni, Rizieq Shihab dan lain-lain).

Namun demikian langkah bertindak Polri yang cepat dan tepat, terhadap pelaku penodaan agama Jozeph Paul Zhang akan menjadi sia-sia dan tidak berdampak merawat kebhinekaan, manakala Polri hanya berhenti pada mentersangkakan Jozeph Paul Zhang dan tidak mengejar terduga pelaku lain seperti Yahya Waloni, Rizieq Shihab dan lain-lain yang kasusnya sudah lama dilaporkan ke pihak Polri, tetapi belum ada penindakan. 

Penulis adalah  Ketua Tim Task Force Forum Advokat Pengawal Pancasila (FAPP) & Advokat Peradi

Komentar