Breaking News

REGIONAL Sidak Bupati Sikka Pada Proyek Puskesmas Waigete, TPDI: Itu Sandiwara di Balik Proyek Besar di Sikka 06 Jan 2020 18:10

Article image
Anggota DPRD Sikka, Wenslaus Wege merobohkan tembok ruang rawat jalan puskesmas Waigete yang baru saja selesai dikerjakan. (Foto: Kompas.com)
Petrus menilai sidak oleh Bupati Robby Idong pada proyek Puskesmas Waigete sebagai sebuah sandiwara guna menutup-nutupi ijonisasi proyek-proyek besar di Sikka.

MAUMERE, IndonesiaSatu.co-- "Rendahnya mutu bangunan gedung pemerintah di setiap daerah Kabupaten/Kota yang dikerjakan oleh Kontraktor pemenang tender atau karena penunjukan langsung, lebih disebabkan oleh karena soal mental kontraktor yang ingin mendapatkan keuntungan besar dengan menghalalkan segala cara atau karena faktor karakter serakah si penentu kebijakan di daerah di mana keuntungan yang seharusnya didapat oleh Kontraktor 'disunat' terlebih dahulu sebagai dana wajib setor setiap kontraktor yang menjadi kroninya kepala daerah."

Demikian sorotan itu diutarakan Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Selestinus dalam rilis tertulis kepada media ini, Senin (6/1/20).

Hal itu disentil Petrus menanggapi kasus yang menghebohkan jagat media sosial (medsos) di kabupaten Sikka pada akhir 2019 dan awal 2020, yaitu runtuhnya tembok bangunan Puskesmas Waigete, akibat rendahnya mutu pekerjaan proyek tersebut.

"Proyek ini (puskesmas, red) adalah contoh nyata dari sekian banyak proyek yang dikerjakan oleh kontraktor 'nakal dan serakah' yang hanya ingin mendapat keuntungan besar atau Kontraktor yang karena kehilangan keuntungan yang diharapkan dari proyek yang dikerjakan, akibat praktek ijonisasi, di mana kontraktor harus menyetorkan upeti terlebih dahulu untuk bisa memenangkan tender," sorot Petrus.

Budaya 'Mengijonkan' Proyek

Advokat Peradi ini menilai, banyak Kontraktor seenaknya mengerjakan bangunan proyek pemerintah, dengan prinsip asal jadi tanpa memikirkan kelayakan mutu sesuai dengan standar yang sudah ditentukan di dalam bestek.

"Banyak (proyek) pemerintah yang kualitas fisik bangunan dapat dilihat, seperti jalan yang dikerjakan dengan sistem rabat, baru seumur jagung sudah hancur. Juga bangunan gedung sekolah yang baru beberapa tahun dibangun, sudah rubuh dan hancur tanpa ada pertanggungjawaban secara hukum karena pemerintahpun diam," lanjutnya.

Petrus beranggapan, ketika Kontraktor mengerjakan proyek bangunan di luar kriteria yang ditentukan dalam bestek yang sudah diikat dengan perjanjian kerja pasca-tender, maka di situlah pelanggaran hukum secara pidana dan perdata terjadi.

"Dalam kasus bangunan Puskesmas Waigete, Polres Sikka atau Kejaksaan Negeri Maumere seharusnya pro-aktif memasang Police Line, pertanda bahwa di lokasi tembok yang runtuh itu merupakan Tempat Kejadian Perkara (TKP) sekaligus melarang orang untuk melintasi atau memasuki TKP demi mengamankan barang bukti dan olah TKP. Namun tindakan kepolisian seperti memasang Police Line tidak pernah terjadi," katanya heran.

Sesepuh asal Sikka ini menilai para pemangku kepentingan di Sikka seolah-olah sudah saling tahu sama tahu, saling menyandera untuk saling melindungi satu sama lain.

"Yang menarik dan tidak elok dipandang mata oleh publik adalah reaksi Bupati Sikka, Robby Idong entah pura-pura marah atau secara spontan marah sambil menegur dengan gaya tolak pinggang disertai gerakan hendak menendang pengawas proyek. Mestinya gaya tolak pinggang dan gerakan hendak menendang Bupati Robby itu ditujukan kepada si Cukong pemilik proyek, bukan kepada pengawas proyek yang tidak tahu-menahu tentang bestek dan kong kalingkong di balik itu," sentilnya.

Petrus menilai sidak oleh Bupati Robby Idong pada proyek Puskesmas Waigete sebagai sebuah sandiwara guna menutup-nutupi ijonisasi proyek-proyek besar di Sikka.

"Di situlah aneh dan terkesan sandiwaranya, karena belum nampak dan terdengar bahwa Bupati Robby telah memanggil dan menghardik si Cukong pemilik dan penanggung jawab proyek agar segera memperbaiki pekerjaan bangunan tembok sesuai dengan bestek. Bupati Robby seharusnya meminta Kapolres atau Kajari Sikka untuk menindaklanjuti temuannya itu dengan suatu tindakan kepolisian dalam rangka proses hukum atas dugaan tindak pidana korupsi, karena bagaimanapun peristiwa yang diduga sebagai tindak pidananya, sudah terjadi dan merugikan pemerintah dan masyarakat Sikka," dalilnya.

Desak Audit Forensik Menyeluruh

Hingga saat ini belum terdengar informasi atau pemberitaan media bahwa Bupati Robby memanggil pemilik Perusahaan Kontraktor yang meraup keuntungan dengan cara menurunkan kualitas bahan bangunan dan teknik pekerjaan bangun tembok.

Sebaliknya, yang nampak dan diekspose ke media adalah sikap arogan dan marah-marah Bupati Robby dengan gaya hendak menendang pengawas bangunan yang hanya pegawai kecil, yang tidak paham dengan apa yang dikerjakan oleh kontraktor. 

"Sebuah kabar yang masih harus dikonfirmasi kembali, menginformasikan bahwa untuk proyek pembangunan Puskesmas Waigete bahkan proyek-proyek besar lainnya terjadi praktek suap atau setor di muka sejumlah uang entah gratifikasi atau suap kepada petinggi-petinggi di Sikka (termasuk Bupati Sikka). Karena itu, mereka bahkan tertawa sinis melihat Bupati Robby mencak-mencak hendak menendang pengawas bangunan yang adalah pegawai kecil dan tidak tahu apa-apa.

"Bupati Robby seharusnya bergaya tolak pinggang dan hendak menendang si pemenang tender dan Cukong yang ada di belakang CV pemenang tender seraya meminta Kajari atau Kapolres mengusut Cukong pemilik proyek seharga Rp 4 miliar rupiah tersebut. Bahkan, termasuk sejumlah proyek bermasalah selain Puskesmas Waigete yakni jembatan Oje Ubi di Desa Rokirole, Palue, Jembatan Napun Munet, dan proyek bermasalah lainnya," imbuhnya.

Petrus berasumsi, jangan-jangan hentakan Bupati Robby yang hendak menendang pengawas bangunan itu hanyalah gerakan tipu muslihat untuk mengalihkan perhatian media dan penegak hukum demi melindungi otak dan pemilik proyek yang sesungguhnya yang merasa nyaman karena sudah mengijonkan proyek-proyek besar di Sikka lalu merasa kebal hukum karena menjadi orang dekat Bupati.

"Oleh karena itu, desaknya, diperlukan Audit Forensik terhadap mutu pekerjaan bangunan bagi kepentingan umum di Sikka secara menyeluruh untuk menilai dan memastikan berapa jumlah bangunan yan dikerjakan asal jadi dan berapa kerugian negara yang ditimbulkan. Praktek mengijonkan proyek-proyek besar harus dihentikan agar kontraktor lokal bisa tumbuh dan berkembang serta bisa menikmati keuntungan yang menjadi haknya," tegasnya.

Praktek mengijonkan proyek-proyek besar, tandasnya, yang diduga dilakukan oleh beberapa kontraktor, adalah praktek menghisap darah dan keringat orang lain. 

"Praktek ijonisasi ini hanya terjadi dalam kepemimpinan yang feodal dan aji mumpung, yang secara tanpa hak memotong hak-hak kontraktor lokal yang hanya mendapatkan tetelan-tetelan. Sedangkan daging dan lemaknya diambil Cukong besar, Bupati atau SKPD sebagaimana rumor yang beredar di masyarakat," pungkasnya.

--- Guche Montero

Komentar