Breaking News

HUKUM Susana Sarumaha Ungkap Tiga Pola dan Peran Perempuan dalam Kejahatan Korupsi 21 Apr 2018 17:07

Article image
Kepala Bagian Humas Dharma Wanita Persatuan Pusat Susana Suryani Sarumaha. (Foto: Ist)
Karena itu, keterlibatan perempuan dalam kasus korupsi tidak hanya melakukan kejahatan korupsi (by commission), tetapi membiarkan kejahatan korupsi dilakukan (by admission

JAKARTA, IndonesiaSatu,co -- Indonesia Corupption Watch (ICW) mencatat selama 2010-2017 tak kurang dari 215 kepala daerah menjadi tersangka korupsi, baik yang ditangani KPK, Kejaksaan maupun Kepolisian. Perkara yang melibatkan kepala daerah terjadi dengan berbagai macam modus, mulai dari permainan anggaran proyek, suap, hingga korupsi pengadaan barang dan jasa.

“Belum genap 35 hari di awal 2018, KPK menjerat lima kepala daerah sebagai tersangka. Sebagian diantaranya dijerat dengan operasi tangkap tangan,” ungkap Kepala Bagian Humas Dharma Wanita Persatuan Pusat Susana Suryani Sarumaha ketika menjadi pembicara dalam Seminar bertajuk “Peran perempuan dalam memerangi korupsi” yang dirangkaikan dengan “Festival Budaya Nusantara” pada Jumat, (20/4/2018) bertempat di Auditorium Kampus IBM-ASMI, Jl. Pacuan Kuda No. 1-5, Pulomas, Jakarta Pusat.

Menurut Susan, meskipun praktik korupsi yang dilakukan perempuan lebih sedikit daripada laki-laki di Indonesia, tetapi terdapat pola dan peran perempuan dalam melakukan kejahatan korupsi.

Pertama, sebagai pelaku utama korupsi. Perempuan dalam posisinya (eksekutif, legislatif, yudikatif) melakukan korupsi.

“Misalnya, perempuan kepala daerah melakukan korupsi seperti penyuapan, pemerasan, dan penggelapan uang,” kata Binsasi.

Kedua, sebagai pendukung korupsi. Perempuan dimanfaatkan/digunakan/dimanipulasi dalam melakukan tindakan korupsi. Misalnya, praktik pemberian hadiah (gratifikasi), memakai jasa perempuan sebagai penghubung antar pihak yang melakukan korupsi, cuci uang dari para koruptor, penggelapan.

Ketiga, pembiaran praktik kejahatan korupsi. Perempuan mendiamkan kejahatan korupsi yang diketahui tanpa melakukan upaya apapun.

Karena itu, keterlibatan perempuan dalam kasus korupsi tidak hanya melakukan kejahatan korupsi (by commission), tetapi juga membiarkan kejahatan korupsi dilakukan (by admission),” papar Waketum VOX POINT INDONESIA itu.

Peran Perempuan

Sebagai solusi, Susana menekankan peran perempuan sebagai ibu, istri, pergaulan dalam komunitas atau rekan kerja sebegaia kekuatan dominan dalam hal pemberantasan korupsi.

“Tapi melihat dari perspektif gender dan gerakan antikorupsi, peran perempuan bukan hanya sebatas pencegahan tindakan korupsi di level mikro keluarganya, akan tetapi juga bisa berperan di komunitas dan lingkup kerjanya,” sambungnya.

Susana menjelaskan tiga ruang peran perempuan dalam pemberantasan korupsi. Dalam keluarga, perempuan sebagai istri, ibu, dan orangtua dapat bertindak (teladan) kejujuran bagi suami dan anak-anak, teliti dan cermat terhadap detail pekerjaan suami dan anak-anak.

“Selain itu, perempuan dapat mendidik dan membiasakan budaya antikorupsi. Melalui pendidikan karakter dan  pola hidup sederhana dalam keluarga,” ujar Susana.

Selain itu, perempuan dapat memberantas korupsi dalam pastisipasi aktif di lingkungan kerja. Cara-cara yang dapat dilakukan seperti membiasakan cara hidup bersih, transparan, profesional, pola hidup teratur, sederhana, disiplin dan lingkungan kerja yang saling mengingatkan (korektif).

--- Redem Kono

Komentar