Breaking News

BERITA Terima Aduan ABK, BP2MI Akan Laporkan 375 Kasus Dugaan Eksploitasi ke Mabes Polri 10 May 2020 18:35

Article image
Warga Negara Indonesia (WNI) yang menjadi Anak Buah Kapal (ABK) Long Xing 629 tiba di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten. (Foto: ANTARA)
Benny Rhamdani mengakui, sampai saat ini belum ada peraturan pemerintah yang mengatur hal tersebut.

JAKARTA, IndonesiaSatu.co -- Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) akan melaporkan 375 kasus aduan yang masuk dari Anak Buah Kapal (ABK) ke Mabes Polri.

"Minggu depan saya akan memimpin langsung melaporkan 375 kasus pengaduan ABK ini ke Mabes Polri," kata
Kepala BP2MI, Benny Rhamdhani di Jakarta, Sabtu (9/5/2020) seperti dilansir Tempo.co.

Meski demikian, Benny tidak menjelaskan detail jenis-jenis laporan pengaduan yang masuk ke BP2MI dari para ABK yang bekerja di perairan luar negeri tersebut.

Benny Rhamdani mengakui hal tersebut menjadi persoalan. Sampai saat ini, belum ada peraturan pemerintah yang mengatur hal tersebut.

"Peraturan pemerintah itu masih tahap harmonisasi. Karena kita masih dalam tahap transisi," ujarnya.

Nasib para ABK belakangan menjadi sorotan setelah ramainya kasus dugaan perbudakan dan eksploitasi terhadap para ABK di kapal ikan berbendera China baru-baru ini.

Sementara Direktur Eksekutif Migrant Care, Wahyu Susilo mengatakan bahwa kerentanan pekerja migran Indonesia di sektor kelautan dan perikanan memang bukan hal yang baru.

Global Slavery Index yang dikeluarkan Walk Free tahun 2014-2016 juga menempatkan pekerja migran di sektor kelautan dan perikanan (terutama ABK di kapal pencari ikan) sebagai praktek perbudakan modern yang terburuk.

Wahyu mengatakan, dalam pemeringkatan itu terhitung ada ratusan ribu ABK Indonesia di kapal-kapal penangkap ikan berada dalam perangkap perbudakan modern.

“Jika kondisi tersebut masih berlangsung sampai sekarang, maka situasi memang belum berubah dan ini tentu sangat menyedihkan,” ujar Wahyu dalam keterangannya, Jumat (8/5/2020).

Pemerintah Indonesia pernah terlibat dalam upaya memerangi perbudakan di sektor kelautan, terutama pada masa Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.

Namun, kata Wahyu, inisiatif tersebut lebih banyak menyangkut soal praktik di perairan Indonesia, dipicu kasus perbudakan di kapal ikan di perairan Benjina, kepulauan Maluku.

Menurut Wahyu, kerentanan para pekerja migran Indonesia di sektor kelautan dan perikanan juga dipicu oleh ketiadaan instrumen perlindungan yang memadai sebagai payung perlindungan bagi mereka.

"Meskipun UU Nomor 18 tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia mengamanatkan adanya aturan khusus mengenai Pelindungan Pekerja Migran Di sektor Kelautan dan Perikanan, namun hingga saat ini aturan turunan tersebut belum terbit," kata Wahyu.

--- Guche Montero

Komentar