Breaking News

HUKUM Terkait ‘Kesepakatan Damai’ Oknum Polres Sikka, TPDI; Polri Jangan 'Barter' Kekuasaan Negara dengan Sikap Maaf dari Korban 23 Apr 2020 23:11

Article image
Koordinator TPDI dan Advokat PERADI, Petrus Selestinus. (Foto: Ist)
“Ini jelas pelanggaran. Karena itu, Kapolres Sikka, AKBP Sajimin harus bertanggung jawab dengan membuka penyidikan dan memproses hukum oknum anggota Polisi Polres Sikka sebagai pelaku penganiayaan terhadap korban Marianus," desak Petrus.

MAUMERE, IndonesiaSatu.co-- Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) mengecam Surat Pernyataan yang berisi ‘Kesepakatan Damai’ antara Marianus Manis (Marianus), selaku korban dan disebut sebagai Pihak I dengan Siprianus Raja sebagai pelaku (Polri) dan selanjutnya disebut sebagai Pihak II, yang menerangkan bahwa Pihak I dan Pihak II sepakat untuk menyelesaikan perkara Penganiayaan secara kekeluargaan pada tanggal 17 April 2020.

“Kepolisian Republik Indonesia (Polri) sebagai institusi penegak hukum dan alat kekuasaan negara, tidak boleh ‘membarter’ kekuasaan negara untuk menegakkan hukum dengan sikap (maaf) dari korban kekerasan dan penganiayaan,” kecam Koordinator TPDI, Petrus Selestinus, dalam rilis kepada media ini, Kamis (23/4/20).

Petrus mengatakan bahwa TPDI telah menerima kiriman foto copy Surat Pernyataan yang dibuat pada tanggal 17 April 2020 antara Marianus selaku korban penganiayaan asal Kloanglagot, Kecamatan Kewapanter, dengan Siprianus Raja selaku Anggota Polri pada Polres Sikka sebagai pelaku penganiayaan.

Adapun point inti dari kesepakatan yang telah dicapai yakni bahwa Pihak II selaku Pengendali Kegiatan Patroli Percepatan Penanggulangan Virus Corona Kabupaten Sikka, meminta maaf kepada Pihak I atas kejadian penganiayaan yang dilakukan Sabtu (11/4/20), dan selanjutnya Pihak I menyatakan memaafkan Anggota Polri yang melakukan Penganiayaan tersebut.

Namun Petrus menyebut, ada satu paragraf pada butir keempat dari Surat Pernyataan penyelesaian secara musyawarah tersebut yang dianggap sebagai ‘noda hitam’ dalam konteks penegakan hukum di Kabupaten Sikka, NTT.

“Noda hitam yang dimaksudkan yakni mereduksi narasi kesepakatan untuk saling memaafkan, menjadi kesimpulan bahwa perkara dianggap telah selesai dan tidak akan dilanjutkan ke ranah pidana. Padahal, niat baik korban (Marianus) mau berdamai yakni untuk menghilangkan permusuhan dan dendam antar-pribadi. Artinya, tindakan memafkan oleh korban tidak serta-merta menghentikan proses hukum (pidana) terhadap pelaku,” sorotnya.

Beritikad Tidak Baik

Petrus mengatakan bahwa narasi ‘tidak membawa ke ranah pidana’ karena tindakan saling memaafkan antara korban dan pelaku, merupakan tindakan ‘membarter’ kekuasaan negara untuk menghindari pertanggungjawaban pidana terhadap oknum yang telah melakukan tindak kriminal (penganiayaan), karena diduga berlindung di balik korps institusi (Polri, red).

“Ini tidak dibenarkan dan berakibat penyelesaian damai batal demi hukum. Hukum positif kita mengharuskan negara menindak siapapun pelaku tindak pidana guna dimintai pertanggunjawaban pidana. Kecuali dalam delik aduan (klacht delict), sebuah perkara bisa ditutup karena korban mencabut pengaduannya karena perdamaian atau karena sebab lain. Dalam kasus ini, Kapolres Sikka telah bertindak tidak sportif, beritikad tidak baik dan memperdaya korban, sekedar untuk mendapatkan pernyataan maaf. Sangat miris jika model penegakan hukum seperti ini terus dibiarkan oleh Pimpinan Polri (Kapolri),” ujar Petrus.

Padahal, lanjut dia, jika pelaku maupun pihak Polres Sikka ingin kesepakatan damai dan saling memaafkan, seharusnya diselesaikan secara adat dan budaya Sikka, bukan dengan meminta korban menandatangani Surat Pernyataan Damai dan perkara selesai.

“Ini jelas pelanggaran. Karena itu, Kapolres Sikka, AKBP Sajimin harus bertanggung jawab dengan membuka penyidikan dan memproses hukum oknum anggota Polisi Polres Sikka sebagai pelaku penganiayaan terhadap korban Marianus. Dengan demikian, narasi ‘tidak membawa persoalan ke ranah pidana’ telah berimplikasi hukum, bahwa keseluruhan isi Surat Pernyataan Perdamaian menjadi batal demi hukum,” desak Petrus.

--- Guche Montero

Komentar