Breaking News

REGIONAL Terkait Gedung DPRD Nagekeo, MA Akan Kirim Salinan Putusan Perkara 31 Dec 2017 14:06

Article image
Gedung DPRD Nagekeo (Foto: Ist)
“Kita akan segera kirim salinan putusan perkara dengan Nomor 1574/PDT/2017 tertanggal 19 September 2017 kepada Pengadilan Negeri (PN) Bajawa yang berisi penolakan terhadap permohonan kasasi tergugat Bupati Nagekeo, Elias Djo."

JAKARTA, IndonesiaSatu.co-- Ketua Mahkamah Agung (MA), Muhammad Hatta Ali mengatakan akan segera mengirim salinan putusan perkara gedung DPRD Nagekeo.

“Kita akan segera kirim salinan putusan perkara dengan Nomor 1574/PDT/2017 tertanggal 19 September 2017 kepada Pengadilan Negeri (PN) Bajawa yang berisi penolakan permohonan kasasi tergugat Bupati Nagekeo, Elias Djo, yang meminta MA agar perkara gedung DPRD Nagekeo tidak dieksekusi. Dengan salinan putusan ini diharapkan agar kasus tersebut segera dieksekusi,” kata Hatta Ali sebagaimana dilansir BeritaSatu.com.

Guru besar dari Universitas Airlangga Surabaya mengatakan hal itu dalam acara konferensi pers dengan tema “Refleksi Akhir Tahun Kinerja MA 2017: Menyongsong Tahun 2018 dengan Semangat Pelayanan yang Berkualitas Menuju Badan Peradilan yang Agung” yang diselenggarakan di Gedung MA, Jakarta, Kamis (28/12/2017).

“Kalau baru diputus September 2017, sebenarnya masih belum lama. Namun karena Anda menanyakan ini dan (minta) agar perkaranya segera dieksekusi, kita akan segera kirim supaya kasusnya segera dieksekusi,” kata dia.

Ketika ditanya mengenai pernyataan pihak PN Bajawa bahwa eksekusi gedung DPRD Nagekeo menunggu petunjuk dari MA, Hatta Ali menegaskan, soal eksekusi tidak ada petunjuk dari MA.

“Jika memakai petunjuk, itu sama saja MA intervensi. Untuk mengeksekusi perkara yang sudah inkracht itu wewenang sepenuhnya pada Ketua Pengadilan Negeri setempat. Demikian juga dengan perkara gedung DPRD Nagekeo, wewenang untuk mengeksekusi ada pada PN Bajawa,” jelasnya.

Sebelumnya, ratusan masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Pemberantasan Korupsi (Kompak) dan Aliansi Masyarakat Nasional (Amman) Flobamora Nusa Tenggara Timur (NTT) berunjuk rasa di depan gedung MA di Jalan Merdeka Utara, Jakarta, Jumat (15/12/2017).

Kompak dan Amman mendesak MA agar: pertama, segera mengirim salinan putusan perkara Nomor 1574/PDT/2017 tertanggal 19 September 2017 kepada PN Bajawa yang berisi penolakan terhadap permohonan kasasi tergugat, Bupati Nagekeo Elias Djo, yang meminta MA agar perkara gedung DPRD Nagekeo tidak dieksekusi. Kedua, MA harus memerintahkan Ketua Pengadilan Negeri Bajawa agar segera melaksanakan eksekusi perkara gedung DPRD Nagekeo yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht).

Ketua Kompak NTT, Gabriel Sola, dalam rilisnya mengatakan, tidak segera diekseksekusinya gedung DPRD Nagekeo, Bupati Elias Djo dan wakilnya Paul Nuwa Veto menjadi pihak yang paling bertanggungjawab atas kasus tersebut karena sebagai pihak tergugat dalam perkara itu dengan pun percaya diri untuk maju sebagai calon Bupati Nagekeo periode 2018–20123.

“Dengan inkracht-nya perkara tersebut maka dua orang ini harus bertanggung jawab secara pidana. Karena keputusan Elias Djo dan Paul Nuwa Veto (sebagai Ketua DPRD Nakegeo waktu itu) menyebabkan negara dirugikan sebesar Rp 10,3 miliar untuk membangun gedung DPRD Nagekeo itu. Jumlah tersebut belum termasuk uang membeli lahan terkait pada orang yang salah,” kata dia.

Pengunjuk rasa juga mengatakan, belum dieksekusinya gedung tersebut maka kemanfaatan hukum serta kepastian hukum tidak ada.

“Kami mendesak MA segera perintahkan Ketua PN Bajawa agar segera eksekusi gedung DPRD Nagekeo. Jika gedung DPRD Nagekeo belum juga dieksekusi maka citra pengadilan semakin rusak. Wibawa pengadilan juga rusak. Masa putusan yang sudah inkracht belum juga dieksekusi. Belum dieksekusinya gedung DPRD Nagekeo juga menimbulkan dugaan masyarakat bahwa pihak PN Bajawa menerima sogokan Elias Djo yang muara sogokan itu di MA. Agar anggapan seperti ini tidak ada, segera eksekusi,” tandas Gabriel.

Kronologi

Sebagaimana diketahui, Gedung DPRD Nagekeo dibangun di atas lahan sengketa. Penggugat adalah Remi Konradus yang bertindak atas nama pemegang hak ulayat Suku Lape, Nagekeo. Tergugat atau termohon adalah Efraim Fao sebagai tergugat I, Bupati Nagekeo sebagai tergugat II, dan DPRD Nagekeo sebagai tergugat III.

Tanah sengketa seluas 15.000 meter persegi atau 1,5 hektare dan di atas lahan itu sudah dibangun gedung DPRD senilai Rp 10,3 miliar. Akan tetapi pembagunan gedung itu belum selesai dan hingga saat ini masih disegel oleh pihak penggugat.

Perkara sudah melewati tingkat Pengadilan Negeri (PN) Bajawa, Pengadilan Tinggi Kupang, dan Mahkamah Agung (MA) untuk kasasi dan peninjauan kembali. Semuanya dimenangkan penggugat. Karena putusan MA hanya bersifat declaratoir, maka pengguat mengajukan gugatan baru ke PN Bajawa agar putusan bisa dieksekusi (condemnatoir). PN Bajawa mengabulkan permohonan penggugat.

Tidak menerima putusan PN Bajawa yang mengubah perkara declatratoir (hanya mengumumkan saja, tidak bisa dieksekusi) menjadi condemnatoir (bisa dieksekusi), tergugat mengajukan kasasi. Namun, MA pada putusannya tanggal 19 September 2017 menolak permohonan kasasi tergugat yang meminta MA agar perkara itu tidak dieksekusi. Dengan demikian, perkara tersebut harus dieksekusi.

Karena merasa tidak ada jalan lain lagi dalam jalur hukum, tergugat meminta jalan damai dengan menitipkan uang konsinyasi di PN Bajawa sebesar Rp 2,5 miliar, namun PN Bajawa menolak permohonan tergugat.

Jalan damai buntu. Penggugat tidak mau lagi berdamai karena perjalanan perkara sudah terlalu panjang dan melelahkan. Setiap tahapan, penggugat selalu meminta untuk menempuh jalan damai namun pihak tergugat tidak pernah mengacuhkan. Dengan demikian, eksekusi gedung DPRD Nagekeo harus segera dilaksanakan.

 

--- Guche Montero

Komentar