Breaking News

HUKUM Terkait Korupsi, Jimly Ashiddiqie: Kedepankan Pencegahan 06 Mar 2018 06:10

Article image
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Prof. Dr. Jimly Ashiddiqie, SH. (Foto: Ist)
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Prof. Dr. Jimly Ashiddiqie, SH mengatakan, terkait korupsi, pencegahan itu penting sekali. Ia mengingatkan, Negara harus mengedepankan pencegahan, tidak hanya penindakan.

JAKARTA, IndonesiaSatu.co -- Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Prof. Dr. Jimly Ashiddiqie, SH mengatakan, terkait korupsi, pencegahan itu penting sekali. Ia mengingatkan, Negara harus mengedepankan pencegahan, tidak hanya penindakan.

Hal ini disampaikan Jimly saat diundang sebagai salah satu tokoh lntas komunitas oleh Kepala Staf Kepresidenan (KSP) di Bina Graha, Jakarta, Jumat (2/3/2018) lalu. Tokoh-tokoh yang terlibat dalam diskusi itu antara lain Prof. Dr. Jimly Ashiddiqie, S.H. (mantan Ketua Mahkamah Konstitusi), Dr. Bivitri Susanti (Dosen Universitas Indonesia), Sri Wahyuningsih (Kementerian Dalam Negeri), Prahesti Pandanwangi (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional), dan pejabat dari Kementerian Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

”Penindakan adalah alat negara yang baru digunakan jika pencegahan sudah tidak bisa dilakukan,” ucap Prof. Jimly.

Namun diingatkan Jimly, pencegahan tidak dapat dilakukan sendiri-sendiri. Harus ada kolaborasi dari semua pihak. Ia menunjuk contoh, pemimpin harus siap ikut bertanggung jawab apabila bawahannya ada yang korupsi.

Sementara itu Bivitri Susanti menjelaskan, kolaborasi antara KPK dengan Pemerintah perlu mempertimbangkan posisi KPK yang independen. Namun independensi ini, lanjut Bivitri, bukan berarti KPK tidak bisa berkolaborasi dengan Pemerintah dalam hal pencegahan korupsi.

Oleh karena itu, perlu payung hukum yang tepat supaya bisa mengakomodasi kolaborasi pencegahan korupsi antara KPK dengan Pemerintah, yang berfungsi untuk memastikan kolaborasi yang lebih efektif tanpa mengurangi independensi KPK,” tutur Bivitri seraya menambahkan, payung hukum yang ideal adalah Peraturan Pemerintah.

Di dalam diskusi tersebut, Sri Wahyuningsih, Inspektur Jenderal, Kemendagri, melihat, upaya pencegahan belum efektif lebih pada masalah implementasi. Bukan programnya.

Ia mencontohkan peran inspektorat di daerah yang belum bisa berperan optimal, karena inspektorat tidak memiliki kewenangan yang cukup untuk melakukan koordinasi dengan dinas-dinas yang lain.

Di sisi lain, KemenPAN-RB menemukan banyaknya penggunaan aplikasi pengawasan yang sering tumpang tindih antarkementerian.

Adapun Prahesti Pandanwangi, Direktur Hukum dan Regulasi, Bappenas, mengemukakan, bahwa Bappenas sedang merevisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional Pemberantasan dan Pencegahan Korupsi.

”Revisi dari Perpres 55/2012 dapat mengakomodasi kolaborasi yang lebih efektif. Upaya peningkatan kolaborasi sudah masuk dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2017 sebagai salah satu kegiatan prioritas Pemerintah di tahun 2017,” ucap Prahesti.

--- Redem Kono

Komentar