Breaking News

NASIONAL Tiga Jenazah ABK Indonesia Dihanyutkan Ke Laut dari Kapal China, PADMA Indonesia: Pelanggaran HAM! 09 May 2020 21:47

Article image
Detik-detik jenasah tiga ABK Indonesia dihanyutkan ke laut dari kapal China seperti yang disiarkan stasiun TV Korea Selatan, MBC News. (Foto: MBC News)
"Ini jelas pelanggaran HAM terhadap nasib para pekerja Indonesia, bahkan peristiwa pelarungan jenazah yang dilakukan secara sepihak," kecam Gabriel.

JAKARTA, IndonesiaSatu.co-- Duta Besar RI untuk Korea Selatan, Umar Hadi, mengatakan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) dan aparat penegak hukum Korea Selatan saat ini tengah melakukan investigasi terhadap dugaan penyiksaan terhadap 18 Anak Buah Kapal (ABK) asal Indonesia yang bekerja di kapal China, Long Xing 629.

Selain itu, KBRI juga menyelidiki apakah pelarungan atau penghanyutan tiga ABK Indonesia yang meninggal di atas kapal itu sudah memenuhi ketentuan internasional atau tidak.

“Pelarungan di laut ada syarat-syaratnya,” ujar Umar Hadi.

Terkait bagaimana dengan kapten kapal China yang diduga bertanggung jawab atas penyiksaan itu, Umar mengatakan bahwa kapal itu masih melaut, namun KBRI sudah memiliki data perusahaan yang mempekerjakan ABK.

“Kita tahu perusahaannya, kaptennya siapa, datanya lengkap,” tegasnya.

Sebelumnya, 14 ABK Indonesia melaporkan dugaan penyiksaan yang dilakukan otoritas kapal Long Xing 629.

Kementrian Luar Negeri Indonesia menyatakan akan memanggil Duta Besar China untuk meminta penjelasan tentang alasan pelarungan atau penghanyutan tiga jenazah ABK Indonesia dan dugaan eksploitasi terhadap ABK di kapal itu.

Para ABK mengklaim kondisi kerja mereka sangat buruk, bahkan ketika teman mereka yang meninggal di kapal, jasadnya dihanyutkan ke laut.

BBC Korea Selatan melaporkan belasan ABK memutuskan meninggalkan kapal karena eksploitasi yang mereka alami di kapal.

Mereka menumpang kapal lain dan kemudian berlabuh di Busan, Korea Selatan, hingga menjalani karantina selama dua pekan terakhir ini.

Informasi tentang pelarungan jenazah WNI dan dugaan eksploitasi terhadap para ABK semula diberitakan oleh stasiun televisi Korsel, MBC Nees. Berita ini kemudian diulas lagi oleh YouTuber, Jang Hansol di kanalnya, Rabu (6/5/20), yang kemudian viral dan menjadi sorotan pengguna media sosial di Indonesia.

Dalam keterangan tertulisnya, Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia (PWNI) Kementerian Luar Negeri, Judha Nugraha, mengatakan bahwa pihaknya telah mengkonfirmasi kematian tiga ABK Indonesia saat kapal sedang berlayar di Samudera Pasifik.

Menurut laporan stasiun televisi Korea Selatan MBC NEWS, para ABK Indonesia dipekerjakan dengan sangat tidak manusiawi. Mereka dihadapkan dengan dua pilihan, bertahan hidup atau mati lantas dibuang ke laut.

Bertahan hidup bukan perkara gampang bagi para ABK. Sebab dalam sehari mereka diperkajakan secara tidak wajar. Menurut salah satu ABK yang selamat, dirinya bisa bekerja hingga 18 jam per hari atau lebih.

“Bahkan kadang-kadang saya harus bekerja hingga 30 jam. Saya tidak boleh istirahat maupun duduk kecuali ketika nasi keluar setiap 6 jam,” ujar sang ABK seperti dikutip dari MBC News, Rabu (7/5/20).

Perlakuan yang tak wajar, menurut MBC News, tak ayal berujung pada tewasnya tiga ABK asal Indonesia, yakni A (24), Al (19), dan S (24). Sadisnya lagi, ketiga jenazah ini dihanyutkan ke laut.

Sebelum dihanyutkan, prosesi yang dilakukan sangat sederhana. Jenazah hanya dibungkus terpal warna merah, diperciki alkohol, dan diasapi dengan dupa.

Pelanggaran HAM

Menyikapi peristiwa Pelarungan ABK Indonesia tersebut, Lembaga Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian (PADMA) Indonesia, dengan tegas menyebut hal itu sebagai pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) kepada pekerja Indonesia oleh otoritas kapal Long Xing 629.

"Ini jelas pelanggaran HAM terhadap nasib para pekerja Indonesia, bahkan peristiwa pelarungan jenazah yang dilakukan secara sepihak. Ini sebagai bentuk keprihatinan dan perhatian pemerintah Indonesia sejauh belum adanya Perlindungan terhadap Pekerja Indonesia di sektor maritim," kata Direktur PDMA Indonesia, Gabriel Goa, dalam keterangan kepada media ini, Jumat (8/5/20).

Menurut Gabriel, peristiwa tragis yang dialami para pekerja Indonesia wajib menjadi atensi Negara dalam pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) yang menjadikan Poros Maritim sebagai  program unggulan dan sekaligus menjadi Prioritas Menko Kemaritiman, Kemenhub serta Kementerian Kelautan dan Perikanan, guna mengimplementasikan turunan UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI).

Seruan dan Tuntutan Sikap PADMA Indonesia

Terhadap hal itu, kata Gabriel, pihaknya merekomendasikan beberapa tuntutan dan pernyataan sikap sebagai komitmen PADMA Indonesia terhadap persoalan PMI.

Pertama, meminta Presiden Jokowi untuk segera memerintahkan Menko Kemaritiman, Menhub, Menteri Kelautan dan Perikanan, Menlu, Menaker, Menhukham dan BP2MI guna memberikan perlindungan terhadap PMI di Sektor Kelautan melalui peraturan turunan dari UU Nomor 18 Tahun 2017.

Kedua, mendesak Bareskrim Mabes Polri untuk mengusut dan memproses hukum jaringan mafiosi PMI di sektor Kelautan terutama ABK kapal-kapal penangkap ikan, baik dalam negeri maupun luar gegeri.

Ketiga, mendesak BP2MI agar proaktif bekerjasama dengan semua stakeholder dalam upaya mencegah jaringan perdagangan manusia (Human  Trafficking) mulai dari Desa, menyiapkan kapasitas dan kompetensi PMI melalui Balai Latihan Kerja (BLK) serta pengurusan kerja secara resmi melalui Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA) serta jaminan perlindungan hukum dan bantuan sosial bagi PMI dan keluarganya, sebagai dampak kebijakan Lockdown akibat pandemi Covid-19.

Keempat, mendukung langkah Kemenlu RI, memanggil Duta Besar China untuk Indonesia sekaligus memulangkan Pekerja Indonesia yang bekerja  bersama korban dari Busan, Korea Selatan.

Kelima, mendesak Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Perdagangan Orang agar meminta keterangan Pekerja di Kapal Ikan Tiongkok yang pulang dari Busan jika diduga kuat bersama Korban yang dibuang ke laut sebagai korban Human Trafficking, sehingga diusut dan diproses hukum pelaku dan aktor Intelektual.

Keenam, mendesak pemerintah melalui kementrian terkait termasuk BP2MI, agar  segera menerbitkan turunan UU Nomor 18 Tahun 2017 khusus untuk PMI di sektor Maritim. Alasannya, sejak tahun 1961, Indonesia menjadi Anggota aktif International Maritime Organization (IMO)  dan telah meratifikasi Konvensi Internasional di Sektor Maririm seperti  International Convention for Safety of Life  at Sea (SOLAS), The International Convention on Standards of Training, Certification and Watch keeping for Seafarers (STCW) dan Maritime Labour  Convention (MLC) menjadi UU Nomor 15 Tahun 2016.

--- Guche Montero

Komentar