Breaking News

POLITIK Tim Pemenangan Ahok-Djarot: Kompetisi Pilkada, Kompetisi Rekam Jejak 07 Nov 2016 09:51

Article image
Juru Bicara tim pemenangan Ahok-Djarot, Ansy Lema. (Foto: Ist)
Kampanye Pilkada sebaiknya bukan semata kompetisi visi, misi dan program kerja, tapi mestinya didorong lebih maju menjadi ajang kompetisi rekam jejak (track record) antar-kandidat.

JAKARTA, IndonesiaSatu.co -- Kemajuan demokrasi Indonesia dapat diukur dengan cara menilai kualitas pelaksanaan Pilkada DKI Jakarta. Agar dinilai baik, kontestasi elektoral di DKI Jakarta mesti dijalankan secara bermartabat dalam segala aspek, sehingga bisa menjadi role model atau panutan pembelajaran bagi pilkada daerah lain di Indonesia, demikian rilis Juru Bicara Tim Pemenangan Ahok-Djarot, Ansy Lema. 

Dalam rilis yang diterima media IndonesiaSatu.co, Ansy Lema menandaskan bahwa sebagai ibu kota negara dan barometer politik nasional, tentu banyak mata tertuju mengamati Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta. Rakyat dari Aceh hingga Papua, bahkan dunia internasional menaruh perhatian pada Pilkada Jakarta.  Untuk itu Pilkada DKI Jakarta seharusnya menjadi tolak ukur dan panutan dalam berdemokrasi.

Dalam hal kampanye, misalnya, sebagai kota megapolitan yang dihuni manusia kosmopolitan, Ansy mendorong agar kampanye pasangan calon menampilkan bobot demokrasi yang lebih maju ketimbang daerah lain. Itu berarti, kampanye harus sungguh menjadi ajang kompetisi gagasan cerdas-bernas untuk menghadirkan visi, konsepsi dan implementasi pembangunan Jakarta ke arah lebih baik. Mewujudkan Jakarta sebagai kota bertaraf internasional (world class city) membutuhkan gagasan visioner dan kemampuan kepala daerah untuk menjalankannya.

"Pemimpin Jakarta dituntut memiliki visi pembangunan yang jelas, mampu menjalankan visi secara meyakinkan serta berani mendobrak segala halangan yang menghambat kemajuan", jelas Ansy.

Kampanye adalah proses diskursus yang mengutamakan perdebatan programatik, kontes ide, festival gagasan, adu cerdas membangun Jakarta, bukan adu buas-beringas dengan mengeksploitasi sentimen SARA.

"Tanpa diskursus, bukan demokrasi namanya. Demokrasi niscaya memerlukan proses dialektis", ujar Ansy.

Kampanye yang baik juga bukan dengan terus menunjukkan kekurangan rival, melainkan mestinya lebih menonjolkan kelebihan calon. Kampanye sehat bukan dengan cara mempersalahkan rival, tapi dengan menyampaikan gagasan bagaimana membangun Jakarta. Mestinya bukan fokus mengumbar minus rival, melainkan menjelaskan prestasi dan rekam jejak calon untuk memberi tahu publik tentang prestasi-prestasi yang pernah dicapai dan diraih kandidat.

 "Keliru jika berharap publik memilih kandidat bukan karena program, prestasi dan reputasi calon, melainkan karena membuka kelemahan pesaing", ujarnya.

Ansy mengilustrasikan, ibarat pertandingan sepak bola, Barcelona menang atas Madrid, misalnya, bukan karena  Barcelona menunjukkan kelemahan lawan, melainkan karena menonjolkan strategi Tiki Taka dan kerja sama tim yang apik menawan. Ada estetika, etika dan logika dalam bermain sepak bola dan penonton dipuaskan oleh aksi pemainnya. Politik perlu belajar dari sepak bola Eropa. Demikian pula halnya dengan kampanye Pilkada. Selain itu, kampanye Pilkada juga memegang prinsip iklan produk. Suatu produk akan laku karena menonjolkan kelebihan produk tersebut, bukan karena menyerang kelemahan produk lain. Kelemahan produk lain hanya perlu diketahui agar lebih kreatif-inovatif menciptakan produk baru dengan keunggulan kompetitif.

Lebih jauh Ansy juga berharap, kampanye Pilkada sebaiknya  bukan semata kompetisi visi, misi dan program kerja, tapi mestinya didorong lebih maju menjadi ajang kompetisi rekam jejak (track record) antar-kandidat. Mengutip Presiden ke-16 Abraham Lincoln, Analis Politik ini menyatakan, untuk mengukur kualitas dan karakter kepemimpinan seseorang, maka beri ia kekuasaan.

 "Semua pihak bisa merumuskan program kerja secara brilian, tetapi belum tentu bisa menjalankannya dengan baik. Merumuskan program satu hal, menjalankannya hal lain. Untuk itu pemilih wajib memeriksa rekam jejak masing-masing calon, bukan sekedar menilai visi di atas kertas,"pungkas Dosen FISIP Universitas Nasional, Jakarta ini.

--- Redem Kono

Komentar