Breaking News

OPINI TOMAS AQUINAS: Doctor Angelicum 30 Jan 2017 09:52

Article image
Lukisan salah seorag filsuf dan teolog Katolik terbesar Tomas Aquinas. (Foto: Ist)
Dari Thomas Aquinas kita belajar bahwa sebagai manusia, pertama-tama harus mengerti diri kita sebagai ciptaan yang mempunyai keterbatasan.

Oleh Felix Baghi, SVD


PADA 28 Januari, Gereja Katolik sejagat merayakan peringatan Santo Tomas Aquinas (1225-1274), "doctor angelicum" yang menjadi termasyhur berkat karya monumental "Summa Theologica" itu.

Mengapa "doctor angelicum?"  Dialah seorang teolog dan filsuf yang secara serius mengkontemplasikan rahasia dan kesucian hidup dari dasar metafisis yang paling dalam.

Sangat mengagumkan ketika dia berkata, "segala yang ada, semua ciptaan, berasal dari suatu kesempurnaan". Demikian dia menulis dalam karya "De Veritate",1,1,ad.3: Actualitas omnium actuum" dan "perfectio omnium perfectionum".  Ada suatu sumber misteri dan rahasia terdalam, yang merupakan dasar dari semua aktualitas di dunia ini dan sumber kesempurnaan dari segala yang sempurna di dunia ini.

Karena itu, bagi Tomas, "berada" (esse) tidak secara sederhana diidentikan dengan "segala entitas" yang ada di muka bumi ini. Semua ciptaan memiliki substansi, tetapi substansinya terbatas.

Tomas mengkontemplasikan substansi segala sesuatu dari dasar yang terdalam (radical origin). Dia lalu menempatkannya dalam konteks "esse habens", sumber terdalam yang memiliki dasarnya sendiri, dan segala sesuatu menerima dasarnya dari sumber yang satu ini.  Sumber itu, dengan menggunakan "analogia entis", adalah Tuhan sendiri, atau "ipsum esse subsistens". Tuhan sendiri, dan hanya Dia, adalah sumber dan  dasar dari segala ciptaan. Karena itu, tentang kodrat Tuhan, kita tidak bisa mengertinya sama seperti ketika kita mengerti segala realitas ini (esse commune). Semua realitas termasuk manusia adalah "pemberian Tuhan" (God's gift).

Jadi, secara analogis, Tuhan, sebagai sumber terdalam dan dasar segala ciptaan, hanya dapat kita mengerti sebagai "Si Pemberi". Ia memiliki dasar kekayaan di dalam diriNya. Ia memberi dan pemberiannya adalah semua ciptaan ini. "The life of giver is present in his gift".

Analogi entis bahwa Tuhan adalah "Ipsum esse subsistens", dan "semua ciptaan yang lain" sebagai "esse commune" membuka kesadaran kita bahwa semua ciptaan menerima dasar keberadaannya dari dasar yang yang terdalam itu. Semua ciptaan adalah "ipsum esse", diciptakan tetapi tidak mempunyai dasar terdalam di dalam dirinya (non subsistens).

Karena itu, kita selalu percaya bahwa Allah mencipta dengan cara memberi eksistensi kepada segala sesuatu. "God creates by giving things being". Segala yang berada diadakan oleh sumber terdalam dari segala keberadaan itu. Tomas berkata "creare autem est dare esse", mencipta berarti memberi suatu "keberadaan" kepada ciptaan. Dengan kata lain, mencipta berarti mengadakan sesuatu dari yang tidak ada (Ex nihilo).

Di sinilah, letak rahasia terdalam hubungan antara ciptaan dan Penciptanya. Segala ciptaan menerima kesempurnaan dirinya dari sumber ciptaan yang terdalam itu. Ciptaan menerima aktualitas dirinya dari si Pencipta.

Ada komunikasi diri dari si Pencipta kepada ciptaanNya. Komunikasi itu memungkinkan apa yang Tomas namakan "similitudo" atau keserupaan dengan kebaikan Ilahi. Esse est similitudo divinae bonitatis.

Kita, menjalani hidup ini dengan kekuatan kasih ilahi sebagai suatu bentuk "participatio per similitudinem", karena kita menyadari diri dan hidup kita sebagai pemberian Tuhan; maka atas dasar itu, kita menjalani hidup ini sebagai bentuk partisipasi dengan si Pemberi. Caranya adalah dengan "belajar memberi" kepada sesama.

Kalau memang hal ini benar, maka cara kita mengerti diri kita dan segala ciptaan yang lain, sebaiknya harus demikian: kita dan semua ciptaan adalah bentuk nyata dari komunikasi diri Allah di dunia ini. Kita dan semua ciptaan adalah tanda komunikasi diri Allah. 

Dari sini, kita sebenarnya bisa mengerti dengan baik bahwa isi komunikasi diri Allah dengan ciptaanNya adalah "cinta". Hampir tidak bisa dibayangkan rahasia cinta tanpa mengerti tentang pemberian diri. 

Ada hal yang menarik tentang ciptaan, dan kalau kita ingin membuat abstraksi dari pandangan Santo Tomas ini. Bahwa ciptaan itu "completum et simplex, sed non subsistens". Semua ciptaan itu sempurna menurut keberadaannya, dan sederhana, tetapi semuanya tidak memiliki dasar di dalam dirinya (non subsistens). Ini yang menjadi alasan bahwa semua ciptaan harus mengerti dirinya dalam terang kasih Allah (divine love) sebagai pemberian.

Kita, sebagai manusia, pertama tama harus mengerti diri kita sebagai ciptaan yang mempunyai keterbatasan. Kita tidak mempunyai dasar untuk berharap, dan karena itu, kita  juga harus belajar menjadikan diri kita sebagai "pemberi kasih". Semuanya karena kita telah "menerima keberadaan kita" dan seluruh hidup kita sebagai pemberian dari si Pemberi utama itu.

Ini, sesungguhnya, adalah warisan teologis dan serentak sebagai kekuatan iman kita yang paling mendalam. Warisan ini memiliki dasar metafisis yang tidak tergoyahkan. Dan kita bersyukur atas kebesaran Doctor Angelicum itu, yang berhasil membawa kita kembali ke sumber terdalam itu.

*Penulis sekarang menempuh kuliah Doktoral Filsafat di University St. Thomas Manila, Dosen STFK Ledalero.

Komentar