Breaking News

KEUANGAN TPDI: KPK dan Polri Diminta Awasi Pengelolaan Dana Penanggulangan Covid-19 24 May 2020 15:27

Article image
Aanggaran Penanganan Covid-19. (Foto: Ilustrasi)
"Mari kita tunggu aksi nyata KPK dan Polri, sehingga dana tanggap bencana tidak menimbulkan bencana pidana," ujar Petrus.

JAKARTA, IndonesiaSatu.co-- "Pengelolaan Dana Penanggulangan bahaya Covid-19, kini di antara antara ancaman mati akibat penularan Corona dan ancaman pidana mati akibat delik Korupsi. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Polri harus proaktif mengawasi penggunaan dana Covid-19 hingga ke tingkat Desa dan Kelurahan."

Demikian hal itu diutarakan Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Selestinus dalam keterangan tertulis kepada media ini, Sabtu (23/5/20).

Petrus mengatakan bahwa Ketua KPK RI, Firli Bahuri mengancam akan menindak pelaku korupsi Anggaran Penanganan Bencana Covid-19 dengan tuntutan hukuman mati dengan dalil keselamatan masyarakat merupakan hukum tertinggi.

Sehingga bagi siapapun yang melakukan korupsi anggaran penanganan Covid-19, akan dihukum mati sebagaimana hal itu disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi III DPR RI pada tanggal 29 April 2020 lalu.

Ketua KPK juga menjelaskan bahwa karena potensi korupsi dana Covid-19 sangat besar, maka KPK membentuk Satuan tugas (Satgas) guna mengawasi penyaluran dan penggunaan dana bantuan Covid-19 tersebut.

"Ketua KPk Firli mengkonstatir empat celah korupsi yang perlu diwaspadai yaitu saat Pengadaan Barang dan Jasa, Sumbangan dari Pihak Ketiga, Relokasi Anggaran dan Distribusi Bantuan Sosial," sebut Petrus.

Menurut Advokat Peradi ini, ancaman pidana mati yang dikemukakan Ketua KPK Firli Bahuri, memiliki landasan hukum yaitu pasal 2 ayat (2) UU Nomor 30 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), dengan menegaskan bahwa 'dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan. 

"Frasa dalam keadaan tertentu, dimaksudkan antara lain yakni tindak pidana korupsi yang dilakukan saat negara sedang menghadapi bencana nasional termasuk bencana Covid-19 ini," nilainya.

Imunitas Pejabat Pengelola Anggaran Covid-19

Petrus juga menyebut bahwa dalam Pasal 27 Perppu Nomot 1 Tahun 2020, tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau dalam rangka menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/stabilitas sistem keuangan memberikan imunitas hukum kepada sejumlah pejabat di antaranya KSSK, Pejabat Kementerian Keuangan, BI, OJK, LPS dan Pejabat lainnya.

"Tentu, ini dimaksudkan agar tidak menjadikan ancaman pidana mati dalam tindak pidana korupsi sebagai alasan untuk tidak memberi prioritas dalam penanganan Covid-19," ujarnya.

Mantan Komisioner KPKPN berpandangan bahwa hal itu menjadi ujian berat bagi Presiden Jokowi, Pimpinan KPK dan Kapolri.

"Pasalnya, selain harus mengamankan Anggaran Penanganan Bencana Covid-19 sebesar Rp.405 triliun yang bersumber dari dana APBN agar tidak dikorupsi, juga harus menjaga agar para pejabat yang dimaksud dalam Perppu Nomor 1 Tahun 2020, tidak takut dalam mengelola anggaran dan tidak terpapar Covid-19, sehingga upaya menghentikan ancaman bahaya Covid-19 tidak menemui hambatan," imbuhnya.

Petrus menilai, dalam situasi tersebut, semua lengelola dan penyalur dana Penanggulangan Bahaya Covid-19, dalam waktu yang bersamaan terjepit di antara dua ancaman bahaya mati, yakni ancaman mati akibat penularan Covid-19, juga ancaman pidana mati jika terjadi tindak pidana korupsi. Inilah situasi dilematis dan menakutkan," sebutnya.

Waspada Sektor Rawan Korupsi

Kebijakan realokasi dan refocusing anggaran yang sangat besar, membuat Pemerintah harus menunda program pembangunan pada sejumlah pos anggaran yang sudah ditetapkan disubstitusikan untuk belanja penanganan bahaya Covid-19 dengan fokus pada tiga sektor prioritas, yaitu sektor pembiayaan penanganan bahaya Covid-19, sektor Jaring Pengaman Sosial, dan sektor Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat yang terdampak pandemi COVID-19, justru sangat rawan KKN.

Meskipun demikian, sebut Petrus, problem KKN secara berjamaah tetap menjadi ancaman serius setara ancaman Covid-19, namun orang lebih takut akan bahaya Covid-19 ketimbang ancaman pidana mati oleh KPK.

"Karena itu, faktor kehati-hatian dalam menggunakan anggaran sering diabaikan, verifikasi dan validasi data penerima bantuan dilakukan asal-asalan, terjadi mark-up, overlaping pemberian dana bantuan karena kekeliruan atau disengaja, tak bisa dicegah bahkan muncul dimana-mana," ujarnya.

Pertanyaan yang muncul, mampukah KPK dan Polri mengawasi, mencegah dan menghentikan penyimpangan yang sedang dan akan terjadi selama penanganan Covid-19? Karena mencegah dan menghentikan KKN pada saat ini bisa berbuah hujatan dan dianggap menghambat bantuan penanganan Covid-19, bahkan bisa dikepung masa penerima bantuan.

"Pilihan yang aman yakni mengidentifikasi dan memperketat ruang penyimpangan yang bakal terjadi, kemudian diproses hukum bagi pelaku korupsi anggaran Covid-19," seloroh Petrus. 

Ia menambahkan bahwa lintu masuk kebocoran lain adalah pada Bantuan Dana Pihak Ketiga yang langsung diberikan kepada pejabat tertentu di daerah misalnya, kepada Gubernur atau Bupati/Walikota, yang bisa saja tidak terdata atau terdata tetapi datanya disamarkan.

"Ini salah satu peluang korupsi yang mesti diwaspadai, sebagaimana konstatasi Ketua KPK Firli Bahuri di hadapan Komisi Hukum DPR RI tanggal 29 April 2020. Mari kita tunggu aksi nyata KPK dan Polri, sehingga dana tanggap bencana tidak menimbulkan bencana pidana," tutup Petrus.

--- Guche Montero

Komentar