Breaking News

HUKUM TPDI; NTT Selalu Terima Jenazah TKI, Negara Wajib Hadir! 12 Mar 2018 18:25

Article image
Koordinator TPDI, Petrus Selestinus (Foto: Dok)
“Setiap warga Negara Indonesia termasuk warga NTT memiliki hak dasarnya sebagai manusia, makhluk ciptaan Tuhan dan martabatnya yang harus dilindungi oleh Undang-Undang. Ini bencana kemanusiaan dengan realita yang memprihatinkan. Negara (pemerintah) wajib

JAKARTA, IndonesiaSatu.co-- Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) turut menyoroti maraknya korban Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang meninggal di Malaysia.

Koordinator TPDI, Petrus Selestinus dalam rilis yang diterima media ini, Senin (12/3/18) menyoroti lemahnya tanggung jawab Negara (pemerintah) terhadap persoalan Hak Asasi Manusia (HAM) dan martabat manusia yang rentan terjasi di NTT.

“Setiap warga Negara Indonesia termasuk warga NTT memiliki hak dasarnya sebagai manusia, makhluk ciptaan Tuhan dan martabatnya yang harus dilindungi oleh Undang-Undang. Ini bencana kemanusiaan dengan realita yang memprihatinkan. Negara (pemerintah) wajib hadir untuk mengatasi bencana kemanusiaan ini sesuia amanat Undang-Undang Dasar dan Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO),” ungkap Petrus.

Petrus menilai, maraknya perekrutan dan pengiriman TKI asal NTT ke Malaysia dalam jaringan (sindikat) perdagangan orang (human trafficking) yang umumnya terjadi secara non-prosedural (illegal) merupakan bentuk kegagalan Negara (pemerintah Provinsi NTT) dalam menjamin dan melindungi hak serta martabat warganya sehingga jauh dari rasa keadilan dan asas kemanusiaan.

“Jika ada sindikat terorganisir sehingga banyak TKI asal NTT yang tidak tercatat secara legal, maka ini suatu bentuk pembiaran dari pemerintah provinsi NTT sehingga kejahatan ini terus meluas dan banyak korban yang meninggal dunia. Padahal, di dalam konsiderans UU Pemberantasan TPPO, negara telah mengakui bahwa kejahatan Perdagangan Orang merupakan ancaman serius bagi masyarakat. Namun faktanya, tidak ada tindakan luar biasa dari pemerintah provinsi dalam mengatasi kejahatan kemanusiaan ini termasuk lemahnya aspek penegakan hukum bagi para pelaku TPPO,” kritik Petrus.

Selain mengecam kejahatan perdagangan orang, Advokat senior Peradi ini menyoroti lemahnya komitmen moral dari pemerintah pusat, BNP2TKI, pemerintah Provinsi NTT, BP3TKI NTT serta lembaga penegak hukum baik secara nasional maupun internasional dalam upaya pencegahan, perlindungan dan penindakan hukum terhadap pelaku TPPO.

“NTT dengan tingkat darurat human trafficking merupakan potret buruk terkait perlindungan HAM dan martabat manusia. Ini menunjukkan bahwa betapa negara tidak memiliki aparatur negara yang secara sungguh-sungguh memberikan perlindungan terhadap seluruh warga Negara yang didasarkan pada nilai-nilai luhur dan komitmen moral terhadap kejahatan perdagangan orang bahkan tidak ada upaya untuk membangun kerjasama dengan Pemerintah Malaysia dalam bidang pemberantasan Perdagangan Orang,” ujarnya.

Ia mengutarakan bahwa lemahnya implementasi terhadap UU tentang Pemberantasan TPPO menunjukan bahwa Negara dan pemerintah provinsi serta pemerintah daerah mengabaikan tanggungjawab konstitusional terhadap hak dan perlindungan tenaga kerja di luar negeri terutama TKI asal NTT.

“Gubernur NTT tidak pernah melakukan terobosan termasuk membangun kerja sama antara Pemprov NTT dengan Malaysia, khususnya mendata dan memberdayakan TKI ilegal asal NTT di Malaysia untuk segera kembali. Padahal UU telah memberi wewenang kepada Pemerintan Daerah untuk melakukan Kerjasama internasional dengan Provinsi lain di luar negeri dalam berbagai bidang,” sorotnya.

Ia juga menilai, peran strategis para anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI asal NTT yang terbagi secara proposional di Komisi-Komisi strategis DPR, tidak menunjukkan komitmen moral terhadap persoalan tersebut.

“Kita punya wakil rakyat 13 orang dari NTT yang ada di DPR RI. Bahkan, empat anggota DPR RI asal NTT menjadi anggota Komisi III DPR RI. Namun, asas penegakan hukum yang sangat buruk dan lemah di NTT selama ini dibiarkan tanpa pengawasan dan upaya solutif. Publik akhirnya menilai bahwa wakil rakyat dari dapil NTT bukanlah aspirasi solusi masyarakat, tetapi justru menjadi masalah atau bagian dari masalah yang sering menjadi beban bagi publik NTT. Bukankah NTT merupakan salah satu bagian terpenting bahkan tidak terpisahkan dengan Provinsi lain di Negeri ini sehingga berhak mendapat perlakuan yang adil dan layak?” kritik Petrus.

Korban terus meningkat

Menurut data yang dilansir sejumlah media, terdapat puluhan korban TKI asal NTT yang meninggal dunia di Malaysia selama beberapa bulan terakhir.

Kepala Seksi Perlindungan dan Pemberdayaan TKI (BP3TKI) Kupang, Timoteus K Suban mengatakan bahwa ada dua korban TKI asal NTT yang meninggal karena sakit.

“Ada dua orang TKI asala NTT yang meninggal di Malaysia yakni Mateus Seman asal Desa Gurung Liwut, Kecamatan Borong, Kabupaten Manggarai dan Milka Boimau asal Desa Kotabes, Kecamatan Amarasi, Kabupaten Kupang. Menurut data yang kami peroleh, Milka Boimau meninggal karena sakit pneumonia (infeksi pada paru-paru). Kedua TKI asal NTT itu Timoteus tidak tercatat di BP3TKI Kupang (illegal)," ujar Timoteus.

Sementara, korban Imanuel Adu Mooy asal Desa Manusak, Kecamatan Kupang Timur, Kabupaten Kupang, NTT yang bekerja di perkebunan kelapa sawit Malaysia “Tamaco Plantation Kimbell Light Industrial Centre”, juga diberitakan meninggal dunia. Korban meninggal karena mengalami kecelakaan kerja (jatuh dari pohon kelapa sawit, red). Namun oleh pihak perusahaan, korban tidak mendapatkan akses jaminan pelayanan dan haknya selama bekerja, karena korban berstatus sebagai TKI Ilegal.

--- Guche Montero

Komentar